5 Desember 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Butuh Partisipasi Cendekiawan Muda Untuk Membangun Perbatasan

BatasNegeri – Perbatasan acap kali disandingkan dengan kata keterbatasan, seakan sudah bersinonim.

Dinamika yang terjadi dalam berbagai lini kehidupannya membuat kita terperanjat.

Kenyataan besarnya memang demikian, minimnya pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat menjadi momok yang mengikoni perbatasan tersebut.

Kondisi demikian dapat diperhatikan dari fasilitas yang kurang memadai seperti listrik, jalan, kurangnya sinyal, pendidikan terbatas, kebutuhan pangan dan sebagainya.

Keadaan semacam ini seharusnya diperhatikan pemerintah, mengingat perbatasan bukanlah wilayah terbelakang tetapi merupakan beranda terdepan negara ini.

Sebagai tameng suatu negara, sekali lagi perbatasan sudah selayaknya mendapat perhatian yang patut dalam berbagai aspek.

Kasus Timur Leste beberapa tahun silam mengajarkan kepada kita betapa pentingnya perhatian pemerintah terhadap kondisi perbatasan terutama dalam hal kesejahteraan masyarakatnya.

Contoh lain adalah Papua, tidak lama ini telah membuat gerakan Papua merdeka.

Perkara ini merupakan ancaman bagi bangsa kita, jika dibiarkan begitu saja tidak menutup kemungkinan jengkal bumi Indonesia kian berkurang.

Menilik Perbatasan Kalimantan Barati Kalimantan Barat tepatnya di kabupaten Sambas Kecamatan Paloh, Temajuk merupakan desa yang berhadapan langsung dengan negara jiran yaitu Malaysia.

Berdasarkan telaah empiris sederhana yang dilakukan penulis sembari silaturahmi lebaran (dalam dialek sambas disebut beraye) beberapa waktu lalu, Temajuk merupakan wilayah yang cukup strategis.

Kestrategisan tersebut dapat ditemui terutama pada bidang ekonomi dan pariwisata.

Perihal ini dapat dilihat dari pembangunan jalan dan jembatan yang belum sepenuhnya terlaksana.

Benar jalan sudah lebar dari sebelumnya tetapi belum teraspal, jembatan pun demikian adanya walaupun masih belum rampung dikerjakan.

Paling tidak sampai disini bisa ditarik kesimpulan sederhana bahwa kondisi infrastruktur Temajuk jika ditinjau dari kebutuhan minimal masyarakat dapat dikatakan sudah tersedia meskipun belum memadai.

Secara garis besar pekerjaan masyarakat desa Temajuk bertumpu pada nelayan.

Selain itu, mereka juga mendapat penghasilan dari sewa motor air sebagai transportasi menuju tempat pariwisata dan penyewaan penginapan untuk pengunjung yang bermalam.

Beberapa tugu yang terdapat di Temajuk juga menjadi destinasi wisata pengunjung terutama tugu Garuda dan patung Soekarno.

Peluang Fokus Pengkajian, Secara subjektif, beberapa kasus yang penulis dapatkan tatkala berada di Temajuk barangkali bisa mewakili untuk dijadikan telaah mendalam bernuansa ilmiah.

Pertama, Permasalahan konservasi penyu yang kian hari habitatnya semakin sedikit. Dalam kesempatan kali pertamanya, penulis yang tergabung dengan rekan organisasi pecinta alam mengunjungi tempat penangkaran penyu.

Pengurus penangkaran tersebut, akrab dipanggil pak Tam, menyatakan bahwa keberadaan penyu di kecamatan Paloh (termasuk desa Temajuk) umumnya sudah mengalami kelangkaan.

Ini diakibatkan oleh masyarakat setempat yang mengambil dan memperjualbelikan telur penyu secara illegal.

Padahal sudah ada aturan dari pemerintah setempat untuk tidak memperdagangkan telur penyu. Demikian pula yang dikatakan oleh Jamri salah satu warga desa Temajuk saat diwawancarai penulis.

“Mengambil telur penyu merupakan pelanggaran, siapa saja yang ketahuan saat mengambil telur penyu ketika itu pula ia akan dipergoki warga dan rambutnya digunduli habis” ungkapnya.

Ironisnya, masih ada beberapa warga yang menyimpan telur penyu di rumahnya dan dikonsumsi. Kejadian ini dialami langsung oleh penulis, ketika itu penulis sedang silaturahmi kerumah salah satu warga dan dihidangkan telur penyu yang sudah direbus.

Pertanyaannya adalah dimana letak implikasi peraturan yang selama ini dikatakan oleh pak Tam selaku petugas penangkaran penyu dan Jamri sebagai warga setempat serta kesadaran salah satu warga yang dikunjungi penulis.

Kedua, kondisi destinasi wisata dan sampah yang berserakan. Sampah yang berserakan memang sudah lumrah menjadi persoalan tempat pariwisata dimanapun berada sehingga membutuhkan manajemen dan pengelolaan yang mumpuni.

Misalnya saja di tugu Garuda padahal sudah ada tempat sampah yang tersedia, kurangnya tingkat kesadaran masyarakat dan pengunjung menjadi komponen yang perlu untuk ditingkatkan kembali.

Ketiga, Tingkat persaudaraan Melayu Temajuk dan Melayu Melanao Malaysia. Melayu Kalimantan Barat dan Melayu Malaysia merupakan suku yang masih dalam satu rumpun.

Acara pernikahan Melayu Malaysia dalam acaranya pun mengundang dan melibatkan Melayu yang berada di Temajuk. Bahkan menurut Qunut saat ditanyai penulis mengatakan bahwa Melayu Malaysia kalau hendak membuat hiburan Band (hiburan saat pernikahan yang dilaksanakan malam hari dengan menghadirkan biduan), mereka sering mengundang Band dari Melayu Sambas.

Permasalahan lain yang terjadi di desa Temajuk dapat kita perhatikan dari apa yang telah dijabarkan Widyaningrum dkk. Bahwa layanan pendidikan, kesehatan dan pangan masih sangat memprihatinkan karena tidak dapat dinikmati masyarakat Temajuk dengan layak.

Bahkan dalam beberapa hal masih belum memenuhi standar minimum yang telah ditetapkan pemerintah sendiri.

Uniknya, walaupun kondisi kesejahteraan mereka berada dibawah standar yang ada, tetap saja nasionalisme masyarakat Temajuk dapat dikatakan masih tinggi, masyarakat pun memaklumi kondisinya yang tinggal diperbatasan dan jauh dari berbagai akses. (lihat Widyaningrum dkk, 2016: hal 35).

Masih banyak lagi persoalan-persoalan yang tersebar di wilayah perbatasan Temajuk yang pantas dan penting untuk diangkat dan dikaji agar terjaga eksistensinya dengan harapan meningkatkan kepedulian pemerintah terhadap kondisi kesejahteraan perbatasan. Baik dari ekonomi, pendidikan, agama, sosial, budaya, politik maupun disiplin ilmu lainnya.

Partisipasi Cendekia Muda

Garis besar kontribusi mahasiswa dalam masyarakat luas dapat disaksamai dari tiga poin penting yaitu Agent of Change, Social Control dan Iron Stock.

Sebagai Agent of Change mahasiswa mesti memperjuangkan perubahan-perubahan menuju perbaikan sosial; Social Control mahasiswa penengah antara pemerintah dan masyarakat berupa mengamati dan mengkritisi dan Iron Stock mahasiswa tangguh yang berkemampuan dan berakhlak mulia sebagai generasi penerus bangsa (lihat Ilma Surya Istichomaharani, 2016).

Untuk mewujudkan kesemua itu, mahasiswa sebagai cendekia muda harus disertai dukungan dari seluruh sivitas akademika sebagai Pembina dan pendamping langsung ditambah dengan dukungan masyarakat yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang utuh terhadap perbatasan.[*] 

(tribunnews.com)