5 Desember 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Aturan Perdagangan di Perbatasan Mesti Dibenahi

BatasNegeri – Anggota DPRD Kabupaten Sanggau daerah pemiihan perbatasan, Eko Agus Permadi mengkritisi ketidakjelasan regulasi yang berujung pada pengrebekan salah satu gudang barang diduga ilegal di Dusun Kuya Desa Lubuk Sabuk Kecamatan Sekayam Sabtu (20/10/2018) kemarin.

Menurutnya, persoalan tersebut dipicu dari ketidakjelasan regulasi. Regulasi yang dimaksud politisi PAN itu yakni Border Trade Agreement (BTA) tahun 1970 yang mengatur tentang pelintasan barang dan orang yang salah satunya mengizinkan warga Entikong dan Sekayam berbelanja maksimal RM 600 perbulan.

Yang jadi persoalan, lanjut dia, regulasi yang tertuang dalam BTA tahun 1970 tersebut menurut Menteri Keuangan tidak berlaku lagi. Oleh karenanya terbitlah Peraturan Menteri Keuangan nomor 188/PMK.04/2010 tentang perdagangan lintas negara.

“Inilah alasan pemerintah melarang, tapi aturannya menjadi kabur, kalau memang BTA tahun 1970 tidak diakui, saya minta BTA tahun 1970 itu dicabut kalau mau menggunakan PMK. Dan pencabutannya harus antar ke dua negara tidak bisa sepihak, biar masyarakat tidak bingung, inikan sikit – sikit tangkap, dan masyarakat tidak bisa disalahkan karena aturannya masih ada,” kata Didi sapaan akrabnya.

Dijelaskan Didi, BTA tahun 1970 merupakan payung hukum masyarakat perbatasan Indonesia, khususnya di kawasan perbatasan Indonesia dengan Malaysia untuk dapat melakukan aktifitas dagang memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Pengrebekan kemaren membuat masyarakat mendesak saya dan bertanya – tanya karena menurut masyarakat aturannya ada dan anehnya masyarakat masih bisa membuat KLB, KLIB dan buku belanja dan itu masih dikeluarkan Bea Cukai, mestinya kalau dilarang distop jangan diterbitkan lagi,” ujar Didi.

Akibat tidak jelasnya aturan itu, lanjut Didi, masyarakat banyak yang beralih profesi. Salah satunya yang paling ekstrem adalah melakukan transaksi ilegal.

“Contohnya narkoba, dulu mana pernah kita dengar ada warga kita yang menjual barang haram, itu tadi sebabnya dipicu sulitnya memenuhi ekonomi di perbatasan pasca pelarangan transaksi akibat tidak jelasnya regulasi. Mestinya ada regulasi yang jelas dan tegas khusus untuk melindungi warga perbatasan,” imbuhnya.

Didi mengaku kerap didatangi warga perbatasan mengingat dirinya adalah Anggota DPRD dapil perbatasan untuk mempertanyakan persoalan ini.
“Pasca penggrebekan kemarin saya didatangi warga perbatasan mempertanyakan persoalan ini, mereka mengeluhkan tidak jelasnya regulasi,” pungkas Didi.

Didi pun mengaku bingung atas persoalan ini. Bahkan Ia pernah mendatangi langsung bagian hukum BNPP di Jakarta guna meminta kejelasan regulasi yang pro warga perbatasan.

“Saya bilang ke bagian hukum BNPP buatlah regulasi yang jelas untuk masyarakat perbatasan, jangan buat masyarakat bingung, kalau mau ada pemasukan ya silakan, tapi regulasinya jelas biar nyaman warga perbatasan memenuhi kebutuhan sehari – hari. Mereka inikan hanya nyari untuk makan, tidak lebih,” kata Didi lagi.

Didi berharap, Pemerintah memperhatikan keluh kesah warga perbatasan. Jangan sampai warga perbatasan hanya dijadikan komoditas politik saja.[*]

delikkalbar