14 Januari 2025

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

suasana seminar

Unwira Kupang Adakan Seminar Atasi Kesenjangan di Perbatasan RI – RDTL

BatasNegeri – Rektor Unwira Kupang, Pater Dr. Philipus Tulle, SVD yakin bahwa seminar internasional yang diselenggarakan pihaknya secara akademik mampu memberi inspirasi untuk mengatasi gap atau kesenjangan di perbatasan negara Republik Indonesia dan Tepublic Democratic Timor Leste (RDTL) dari berbagai aspek.

“Kita lihat dengan kehadiran keynote speaker yang hadir ada dari Belanda, Singapore dan Timor Leste yakni Dr. Manuel Vong, mantan menteri pariwisata Timor Leste, serta pembicara lokal dengan berbagai disiplin ilmu,” ungkapnya disela seminar internasional Unwira Kupang di Neo Hotel By Aston Kota Kupang, Sabtu (20/10/2018).

Dikatakannya, warna dalam seminar yang bertema On The Power of Proximity Between East and West Timor Bridging The Social, Political, Economic, and Cultural Gaps lebih membicarakan aspek kebudayaan yang menghubungkan kedua negara.

“Sebagaimana dalam warna seminar ini makalah-makalah itu banyak berbicara tentang kebudayaan seperti cerita rakyat, puisi dan lagu-lagu dimana antara West Timor dan East Timor dimana akan meningkatkan keterhubungan,” jelasnya.

Ia menambahkan, ketetanggaan RI yakni Timor Barat memiliki perbedaan dengan negara lainnya yang selama ini berjalan dengan baik pasca konflik yang terjadi puluhan tahun silam karena faktor kebudayaan yang ada.

“Dari pemerintah melalui perwakilannya dari Badan Kesbangpol tadi juga telah mengungkapkan ketetanggaan kita ini berbeda dengan negara lain yang pasca perang dan konflik tapi setelah itu berjalan dengan baik, aman, unik dan penyelesaian konflik dengan baik meskipun beberapa yang tertinggal yang belum terselesaikan. Tapi semua berjalan dengan baik kekuatan kebudayaan ketetanggaan itu,” tambahnya.

Dijelaskannya, pendidikan juga menjadi medium penghubung antar kedua negara pasca konflik karena banyak mahasiswa Timor Leste yang melanjutkan studi di Indonesia.

“Begitu banyak mahasiswa asal Timor Leste yang belajar di Indonesia, ada 2000 mahasiswa dan sebanyak 230an yang kuliah di Kupang serta 77 mahasiswa yang belajar di Unwira. Sehingga itu menunjukkan bahwa pasca konflik itu medium pendidikan akan menjadi medium yang menghubungkan kedua negara ini,” ujarnya.

Terkait kebijakan pembangunan nasional, pihaknya juga melihat bahwa, pemerintah juga sangat mendukung pembangunan di perbatasan dan perguruan tinggi harus juga mendukung sesuai dengan peranannya.

“Ada Badan Pengelola Perbatasan yang secara nasional setahun ini mempunyai alokasi dana besar sekitar 4.1 triliun. Sangat tinggi jika kita lihat angka itu dan dialokasikan ke NTT untuk mengelola kawasan perbatasan sebanyak 56 milyar,” jelasnya.

“Hal itu menunjukkan bahwa perhatian pemerintah pusat yang harus didukung oleh Pemda dan didukung oleh perguruan tinggi para akademisi karena apa yang dilakukan oleh beberapa itu secara fisik tetapi dunia PT harus mendukung dengan program – program penguatan mentalitas, mindset, cara berpikir dan kesadaran sosial bertetangga yang mungkin secara administratif politis oleh batas-batas kenegaraan tapi tidak pernah dipisahkan secara jelas secara kultural,” tambahnya.

Dikatakannya, seminar internasional itu merupakan forum akademik dimana akan didapatkan final statement yang sifatnya rekomendasi-rekomendasi untuk kedua negara lalu bisa dimanfaatkan untuk pengambilan kebijakan publik di masing-masing negara.  “Itulah yang kita harapkan dan dengan publikasi hasil seminar diharapkan masyarakat, pemerintah, NGO bahkan dari negara-negara mitra yang berhubungan dengan Timor leste dan Indonesia atau NTT bisa berpikir memanfaatkan temuan-temuan akademik ini,” katanya.

Sementara itu, Kepala Kesbangpol NTT, Sesilia Sona yang mewakili Pemprov NTT dalam sambutannya mengatakan, baik Timor Barat dalam hal ini Indonesia maupun Timor Leste memiliki kesamaan kultur karena sama-sama searah bekas jajahan.

Selain itu, hubungan baik juga selama ini telah terjalin baik dari sektor perdagangan maupun sektor lainnya yang menunjukkan persahabatan yang erat antar negara Timor Leste dan Indonesia.

Dilain sisi, kedekatan lainnya adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi dan penggunaan buku-buku yang berbahasa Indonesia di Timor Leste.

“Terjalin persahabatan juga dimana bahasa Ina diakui sebagai bahasa resmi selain Portugis dan tetum,” katanya.

Para peserta seminar terdiri dari civitas akademika Unwira Kupang, para dosen dan mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Kupang serta berbagai komunitas sosial.

Seminar itu menghadirkan pemateri diantaranya Prof. Karel Steenbrink dari Universitas Utrech, Belanda. Salah satu otoritas penting dalam bidang sejarah gereja Katolik Indonesia. Ia berbicara tentang hubungan gereja katolik di Timor Leste dan gereja katolik di NTT.

Lebih lanjut, Rektor Unwira Kupang, Pater Dr. Philipus Tulle, SVD, Dr. Manuel Vong dan Rm. Theo Silab akan berbicara tentang warisan Portugis yang mula-mula merupakan ritual keagamaan bermetamorfosis menjadi industri pariwisata di Larantuka, SIKKA dan Noemuti (TTU).

Sementara itu, P. Dr. Gregor Neonbasu akan berbicara terkait upaya mencari akar budaya untuk melihat sejauh mana budaya-budaya itu bertemu lalu berpisah dan membentuk budaya baru.

Selain itu, pembicara lainnya yakni Prof. Johannes Widodo dari University of Singapore dan Dr. Norman Said dari Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar serta Rm. Dr. Benediktus Juliawan, SJ dari Universitas Sanata Sharma.[*]

Sumber : kupang.tribunnews.com