BatasNegeri – Elia Toding Bua, guru asal Manado yang mengajar di Sekolah Indonesia Davao, Filipina semula hanya akan mengajar tentang bahasa Indonesia.
Hanya saja pada akhirnya, ia harus terjun menjadi guru multi pelajaran bahkan guru kelas untuk level SD. Bahasa Indonesia, IPS, seni budaya dan Pancasila. Kadang juga mengajarkan tentang menari dan lagu-lagu nasional Indonesia.
Ini ia lakukan saat mendapati betapa anak-anak Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan Indonesia-Filipina, tak banyak tahu tentang negerinya sendiri. Negeri nenek moyang yang ditinggalkan oleh para orangtua mereka puluhan tahun lalu.
“Kalau ditanya tentang Indonesia, mereka hanya tahu Pulau Sangihe di Sulawesi Utara. Tetapi saat ditanya apa warna benderanya, siapa presidennya, apa ibukotanya, tidak banyak anak-anak yang mengetahui,” kata Elia.
Guru lulusan Universitas Manado Jurusan Bahasa Inggris ini bahkan harus mendapati fakta betapa sedikitnya anak-anak Indonesia yang bisa berbahasa Indonesia. Mereka lebih fasih berbicara dalam bahasa Tagalog, bahasa nasional Republik Filipina.
Padahal dalam tubuh mereka, mengalir darah Garuda Pancasila. Dalam silsilah mereka, ada banyak yang merupakan generasi keturunan para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Tetapi, di usia mereka, tak sekalipun, atau belum sekalipun mengenal Indonesia. Termasuk para orangtuanya yang tinggal di sejumlah titik permukiman warga Indonesia seperti Tupi, Laensasi, Isulan, Magdub, Kuilantang, dan Balunto di Pulau Mindanao.
Elia menjadi guru di sekolah Indonesia Davao selama tiga tahun yakni 2015-2018. Mengajar 107 siswa dengan ragam kelas dan keterampilan.
Awalnya, anak-anak Indonesia di Filipina belajar di Learning Center (Pusat Pembelajaran) yang dibangun di titik-titik pemukiman WNI. Tetapi lokasinya sangat jauh, terkadang Elia dan kawan-kawan harus menghabiskan waktu lima jam untuk menuju learning center dengan kondisi jalan naik turun gunung, menyeberangi sungai dan jalanan terjal.
“Ya sangat tidak efektif. Pembelajaran pun hanya berlangsung satu atau dua jam dengan jumlah siswa yang sedikit,” tambah Elia, pria kelahiran Mariri Bolaan Mongondow Sulawesi Utara 28 April 1984 tersebut.
Karena itu, sejak 2007 pemerintah Indonesia membangun Sekolah Indonesia Davao di Davao City, tepatnya di KJRI Davao. Sekolah tersebut saat ini sudah melahirkan lulusan yang berhasil, salah satunya ada yang menjadi duta besar.
“Ada 14 siswa lulusan sekolah Davao yang saat ini melanjutkan di Solo, IPB, Universitas Negeri Manado dan Banjarmasin,” tukasnya.
Elia berharap guru-guru Indonesia yang ditugaskan di wilayah perbatasan Indonesia-Filipina bisa membawa kembali mereka semangat nasionalisme Indonesia. Mengobarkan kecintaan pada negeri mereka, Negeri bernama Indonesia yang terkenal indah dan kaya.[*]
(poskotanews.com)
More Stories
BPPD Kepri Dorong Konektivitas Serasan Sematan
Presiden Prabowo Disambut Hangat di Kupang
Menko Polkam: Teroris Bisa Kecoh Aparat Pakai AI