BatasNegeri – Menindaklanjuti visi nawacita Presiden Joko Widodo, Kementerian Pertanian (Kementan) telah mencanangkan program Pembangunan Lumbung Pangan Berorientasi Ekspor di Wilayah Perbatasan (LPBE-WP).
Pembangunan pertanian tidak hanya berhenti pada kecukupan pangan, namun juga harus memerhatikan ekspor komoditas bernilai tinggi untuk meningkatkan pemasukan negara dan kegiatan ekonomi, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Salah satu wilayah pengembangan LPBE adalah Kabupaten Kupang yang berdekatan dengan Distrik Oekusi (Timor Leste). Strategi dan program aksi ekspor pangan yang dapat ditempuh di daerah perbatasan ini antara lain pengembangan usaha pertanian rintisan ekspor, pembangunan berbasis industri peternakan sapi dan ayam, pembangunan pasar dan sistem logistik, serta pembangunan kerangka regulasi dan sistem insentif. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Oepoli, penyelesaian jalan raya Sabuk Merah Perbatasan, dan peningkatan pelabuhan Naikliu merupakan prakondisi mutlak keberhasilan Pembangunan LPBE di Kabupaten Kupang.
Kawasan perbatasan lainnya seperti Kabupaten Merauke dan Kabupaten Pegunungan Bintang di Papua, serta Kabupaten Boven Digoel yang berbatasan dengan Papua Nugini berpeluang mengekspor pangan (beras). Untuk itu perlu kebijakan untuk pembangunan fondasi ekspor dan langkah operasionalisasi, antara lain kerja sama bilateral bidang perdagangan, pembangunan infrastruktur untuk mempermudah transportasi, serta mendorong peran swasta.
Untuk memercepat upaya pencapaian target ekspor beras di wilayah perbatasan diperlukan kebijakan atau regulasi yang mengarah pada pemanfaatan teknologi pascapanen untuk meningkatkan rendemen dan mutu beras ekspor. Salah satunya teknologi auto-pneumatic husking dalam rangkaian proses penggilingan padi.
Mutu beras ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya proses pengolahan di penggilingan padi. Di Indonesia, penggilingan padi didominasi unit penggilingan skala kecil (PPK) dengan proporsi 94,13%, sedangkan penggilingan padi skala menengah 4,74%, dan skala besar 1,14%. Di sisi lain, wilayah perbatasan umumnya belum memiliki infrastruktur dan sarana penggilangan padi yang memadai. Teknologi pra dan pascapanen juga relatif belum berkembang di wilayah ini.
Pemerintah juga berupaya meningkatkan produksi padi dan jagung di wilayah perbatasan lain seperti Kepri, Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Utara (Kaltara), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua. Penyediaan benih melalui program pembenihan yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan karena produsen atau penangkar benih hanya memperbanyak benih varietas yang telah memiliki pasar.
Karena itu, ketersediaan benih varietas unggul yang sesuai dengan permintaan pasar ekspor di wilayah perbatasan tidak memadai. Pengembangan Desa Mandiri Benih (DMB) untuk mempercepat upaya penyediaan benih varietas unggul yang belum komersial masih terkendala oleh sistem penyediaan dan penyaluran benih sumber yang sesuai preferensi.
Kementerian Pertanian disarankan mengembangkan program DMB di wilayah perbatasan menggunakan referensi Model Desa Mandiri Benih (M-DMB), dengan memanfaatkan jaringan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) Badan Litbang Pertanian. Dalam upaya pemenuhan benih bermutu dari varietas yang sesuai dengan preferensi disarankan melalui pemutihan varietas lokal yang telah digunakan petani.
Sementara, Pulau Bintan yang merupakan daerah perbatasan RI dengan Malaysia dan Singapura potensial dikembangkan sebagai kawasan hortikultura, meliputi tanaman sayuran dan buah-buahan dataran rendah toleran suhu panas. Target ekspor sayuran organik dan hortikultura lainnya ke Singapura adalah 160 ton per hari.
Kebijakan yang menghambat ekspor antara lain regulasi untuk melindungi pertumbuhan pertanian, industri, dan tenaga kerja lokal. Rekomendasi yang diajukan untuk meningkatkan ekspor komoditas pertanian antara lain menciptakan inovasi kelembagaan, yang mampu memercepat aktivitas ekonomi dan menyumbangkan nilai tambah.
Format inovasi kelembagaan dapat berupa ombudsman pertanian, yaitu badan khusus yang bertugas menampung keluhan masyarakat, baik sebagai pelaku utama pertanian maupun pelaku usaha (eksportir). Ombudsman pertanian harus mampu membangun jejaring kerja, berupaya mencegah dan membantu memecahkan masalah pertanian yang berkaitan dengan kegiatan ekspor.[*]
Sumber : technology-indonesia.com
More Stories
Pembangunan PLBN Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru
Tantangan Geopolitik Indonesia bagi Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Daerah Perbatasan sebagai Beranda Rumah Bangsa, Cegah Ketimpangan dan Bangunkan Potensinya!