BatasNegeri – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (KPLHI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), dalam tinjauan ilmiahnya, menilai pengembangan wisata pulau terluar, Pulau Putri, memiliki dampak luas yang diprediksi akan berdampak buruk bagi lingkungan.
Dalam tinjauan tersebut, KPLHI merujuk sebagian kepada jurnal “Perubahan Garis Pantai Pulau Putri-Kota Batam dengan Menggunakan Data Citra Satelit Tahun 2000-2016” oleh peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPGK dan Lemigas).
Hasil penelitian PPPGK dan Lemigas tersebut menjelaskan, Pulau Putri merupakan nama lain dari Pulau Nongsa yang telah diverifikasi sebagai toponimi pulau dengan pantai pasir putih landai yang ditumbuhi cemara, kelapa, dan rumput.
Pulau Putri juga merupakan salah satu yang tergolong pulau terluar, terletak di antara Provinsi Kepulauan Riau dengan Provinsi Kalimantan Barat, yang secara administrasi masuk dalam bagian utara Kota Batam.
Selanjutnya, rujukan KPLHI kepada pemberitaan Kompas tahun 2007 menunjukkan, adanya penambahan luas Singapura hingga 774 kilometer persegi, sedangkan pulau kecil terluar di Indonesia tercatat telah tenggelam sekitar 405.000 hektare dan menenggelamkan 8 dari 92 pulau-pulau kecil terluar di perairan Indonesia.
Hal ini berpengaruh terhadap kedaulatan NKRI, karena terjadi pengurangan wilayah pulau terluar, baik secara disengaja oleh manusia maupun abrasi.
Pulau Putri menjadi salah satu pulau yang dipandang rawan mengalami kehilangan wilayahnya. Oleh karena itu, sejak 2017, Pulau Putri telah diprogram untuk direklamasi oleh Pemerintah Kota Batam, guna pengembangan pariwisata, dan telah terlaksana hingga kini.
Dari program tersebut, KPLHI Kepri memandang bahwa reklamasi pengembangan pariwisata yang dilakukan Pemkot Batam perlu ditinjau kembali. Hal ini dijelaskan oleh Ketua DPD KPLHI Kepri, Evi Yuliana.
“Pantai oke diamankan, namun untuk pengembangan wisata komersil kami tidak sepakat,” ujar Evi kepada kepripedia, Minggu (17/2/2019).
Berdasarkan jurnal ilmiah, KPLHI yang juga merupakan anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Wilayah Sungai (TKPSDA WS) Kepulauan Riau menyatakan, mendukung adanya pengamanan pantai guna mencegah batas kontinen Pulau Putri dari tahun ke tahun.
Namun untuk dikembangkan sebagai pulau wisata, pihak KPLHI Kepri memiliki beberapa alasan dengan landasan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Alasan tersebut yang diterangkan Evi kepada kepripedia, di antaranya Pulau Putri merupakan pulau kecil, resisten terhadap bencana pasang surut, rawan terhadap konflik sosial antarnegara, serta akan ikut mengalami dampak jika terjadi kecelakaan laut di Selat Philips karena merupakan lintas internasional dan lain yang berhubungan dengan kultur setempat.
Selain alasan tersebut, KPLHI Kepri juga menambahkan, pengembangan tersebut memiliki dampak terhadap lingkungan. Beberapa contoh dampak yang dimaksud antara lain kerusakan biota laut dan vegetasi endemik, permasalahan sampah dan limbah, serta kerusakan sumber daya laut lain.
“Fungsikan saja tetap sebagai pulau terluar dan jaga garis pantai guna kedaulatan negara, jangan jadikan Pulau Putri tempat wisata karena ada yang harus lebih diperhatikan,” tutup Evi.[Foto-berbagai sumber]
kumparan.com
More Stories
Personel Yonkav 12/BC Bantu Masyarakat Cor Jalan Di Perbatasan RI-Malaysia
TNI-POLRI Kerjasama Susun Kajian Pertahanan Perbatasan Negara dalam Mendukung IKN
Presiden Jokowi Buka dan Hadiri Nusantara TNI Fun Run di IKN