BatasNegeri – Kepala Seksi Prosedur Ketentuan Asal Barang pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) Sri Bimo Adi Yudhoyono mengatakan, selama belum ada penetapan wilayah sebagai pos lintas batas, maka kegiatan perdagangan ekspor-impor di Nunukan berlaku ketentuan umum. Artinya, ketika melakukan impor barang, maka aturannya tetap sama dengan di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) atau di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
“Makanya, diperlukan ketentuan khusus di wilayah perbatasan ini. Salah satunya, keberadaan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang kini sudah mulai dibangun pemerintah,” kata Sri Bimo usai memberikan materi pada kegiatan sosialisasi tentang Surat Keterangan Asal (SKA) di Kantor Bupati Nunukan, Kamis (7/3/2019).
Dikatakan, untuk sekarang ini pedagang atau pengusaha itu harus mendaftarkan diri pada sistem online single submission (OSS) untuk mendapatkan nomor induk berusaha (NIB). Baik untuk perorangan atau perusahaan.
“Nah, setelah pelaku usaha memiliki NIB itu, maka sudah dapat melakukan ekspor-impor, seperti mendatangkan barang sembako dari Malaysia maka pedagang wajib membuat surat sebagai pemberitahuan impor barang (PIB) ke kantor Bea dan Cukai,” tegas Sri.
Pelabuhan Tunan Taka Nunukan, lanjut Sri, memang sudah bisa melakukan ekspor-impor. Hanya, pedagang dan pengusaha di Nunukan ini mengandalkan perdagangan tradisional. Padahal, kesiapan sarana dan prasarananya sudah memadai. Pengusaha tradisional itu sudah dapat menjadi importir untuk membawa masuk barang Malaysia secara resmi. Yang penting syaratnya mampu dipenuhi.
“Memang perlu sama-sama membangun niat baik masyarakat untuk meningkatkan diri dari yang sekadar pedagang tradisional tanpa dokumen dan perlindungan hukum dari negara sehingga meningkat. Jadi, mereka tercatat, terakreditasi dan tentunya lebih tertib dalam melakukan perdagangan ekspor-impor,” ujarnya.
Sejalan dengan itu, Sekretaris Dinas Perdagangan (Disdag) Nunukan Hasan Basri Mursali mengungkapkan, pengusaha lintas batas sudah pernah diajak untuk melegalkan usaha yang selama ini dilakukan. Hanya, sampai saat ini tidak direspons dengan baik. Persoalan masuknya sembako Malaysia secara ilegal karena adanya kearifan lokal selama ini, yang tidak sepenuhnya dapat dilakukan lagi. Kondisi perekonomian Kabupaten Nunukan sudah sangat berbeda.
“Barang Malaysia tidak pernah dilarang masuk ke Indonesia. Yang penting secara resmi. Karena, kalau ilegal, keamanannya diragukan. Dikhawatirkan barang terlarang juga ikut diselundupkan. Dan, hal itu sudah sering terjadi. Utamanya narkoba,” urainya.
Menurutnya, larangan agar barang Malaysia tidak lagi masuk ke Indonesia secara ilegal itu sebenarnya demi kepentingan masyarakat. “Ada banyak pertimbangan sebenarnya. Memang, perdagangan ini sudah lama terjalin, tapi, upaya untuk meningkatkan ke hal yang lebih baik itu bagus,” ungkapnya.
Di kalangan pengusaha, mengeluhkan sulitnya menjangkau sembako asal Indonesia. Kalaupun ada, maka dibeli dengan harga mahal. Menanggpi itu, kata Hasan, sejumlah program telah dilakukan melalui sejumlah kementerian dan didukung badan usaha milik negara (BUMN). Salah satunya, program rumah pangan kita (RPK). Namun, hal tersebut sulit berkembang lantaran kurangnya dukungan dari masyarakat.
“Dari penelusuran di lapangan, selama sembako Malaysia bebas masuk, maka produk lokal tidak dapat bersaing. Sebab, warga sudah terbiasa dengan hal itu. Belum lagi persoalan persaingan harga,” ungkapnya.
Salah satu contohnya, sebelum adanya sembako disuplai dari BUMN, harga gula pasir asal Malaysia sekitar Rp 13 ribu per kg. Kini, harganya turun. Hanya dibanderol seharga Rp 9 ribu per kg. Sementara harga gula pasir produk dalam negeri seharga Rp 12 ribu per kg. “Artinya, ada permainan harga dilakukan oknum pedagang selama ini,” jelasnya.
Pemerintah daerah tidak pernah melarang barang Malaysia masuk ke Indonesia, khsususnya di Kabupaten Nunukan. Yang diharapkan pertanggungjawaban ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari proses perdagangan lintas batas itu.
Ketua Pedagang Lintas Batas (PLB) Kabupaten Nunukan H. Andi Mutamir menilai penangkapan yang dilakukan terhadap tiga kapal di Sebatik harus disikapi dingin. Kepolisian Daerah (Polda) telah menyampaikan jika penangkapan itu menyangkut tugas kepolisian dan menimbang pendapatan negara terhadap masuknya barang-barang asal Malaysia.
“Polda meminta agar ada pendapatan negara terhadap barang-barang Malaysia itu. Ada bea masuk yang harus diterima negara. Kita juga harus melihat ini jangka panjang, memang sudah harus seperti itu. Apalagi beberapa pengusaha di perbatasan sudah mulai melaksanakan usaha ekspor-impor, lintas negara. Kalau bagi kami, pengusaha lintas batas, tradisional ini tetap melaksanakan perdagangan yang legal. Kalau memang ada perlakuan khusus, yah pemerintah mempermudah regulasi ekspor-impor. Pedagang ini mau menyumbang pajak untuk negara,” ulas pria yang juga anggota DPRD Nunukan ini.
PLB, kata dia, juga ingin hidup dari perdagangan di perbatasan. Belum lagi, pedagang yang melakoni itu cukup banyak, meski dalam skala kecil. “Barang yang mereka bawa itu tidak banyak. Gula, gas, dan minyak goreng yang lazim. Untuk konsumsi dalam daerah. Yang tidak wajar misalnya, main kontainer, itu sudah berlebihan. Tapi, kami berharap ada forum membahas masalah ini. Apalagi menyoal pertemuan Sosek-Malindo baru-baru ini. Patut kita hadirkan, para pedagang di Sebatik, Nunukan, dinas terkait di kabupaten dan provinsi. Dan instansi yang berwenang lainnya,” pintanya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Intan Terminal Peti Kemas Indonesia Timur Yusuf Yunus menegaskan, Pelabuhan Tunon Taka Nunukan kini tak hanya melayani bongkar muat barang domestik saja. Namun, sudah dapat melayani kegiatan ekspor-impor. “Sudah bisa. Yang penting ada eksportir dan barangnya ada untuk diekspor sudah bisa. Termasuk kalau mau ke Tawau (Malaysia) juga,” tegas Yusuf Yunus kepada media ini di sela launchingekspor yang digelar di Pelabuhan Tunon Taka belum lama ini.
Menurutnya, Kabupaten Nunukan memiliki banyak komoditas yang dapat diekspor ke Tawau, Malaysia. Hanya, peluang itu tidak dimaksimalkan. Jika ada yang dijaul ke Tawau, tidak dalam bentuk ekspor resmi. Masih melalui perdagangan tradisional. “Hal itu sudah lama karena kondisi perbatasan yang mengharuskannya. Saat ini sudah dapat lebih baik lagi,” ungkapnya.
Dikatakan, jika memang sudah ada pengusaha lokal yang menjadi eksportir lokal maka sangat didukung. Dengan mengajukan izin dan melengkapi semua persyaratan untuk menjadi eksportir. Terpenting, barang yang ingin dieskpor itu memenuhi syarat hukum eskpor-impor yang telah ada. “Tunon Taka ini memang menjadi salah satu pelabuhan yang dapat melakukan ekspor di Kaltara. Karena dokumen ekspornya sudah dapat dilengkapi di Nunukan juga,” jelasnya.
Seperti halnya yang dilakukan pada komoditas rumput laut saat ini. Ekspor langsung ke negara pembeli. “Kami sangat mendukung upaya ini. Tapi, harusnya harganya lebih di atas lagi karena sudah masuk dalam ekspor,” ujarnya.[*]
prokal.co
More Stories
BP3OKP: Masyarakat Asli Papua Harus Tahu Label Pemanfaatan Dana Otsus
Harmony in the Pacific Menjadi Program Belajar Bersama RI-Pasifik
Tamu PON 2024 Dapat Berwisata ke Museum Aceh Saksikan Peninggalan Kesultanan Iskandar Muda