6 Desember 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Danau Cinta di Pulau Makalehi

Mampir ke Makalehi, Pulau Indah di Utara Indonesia

BatasNegeri – Pulau Makalehi di Sulawesi Utara (Sulut) di masa lalu bernama Mawelogang, artinya Kenari. Pulau seluas 4,2 km² ini dahulu kala konon banyak ditumbuhi pohon kenari. Ada legendanya yang masih sering dikisahkan para tetua di sini. Begitu ungkap John Runtuwene, mantan Sekretaris desa Makalehi.

Pulau Makalehi merupakan salah satu pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan negara Filipina. Karenanya, dibangun sebuah mercusuar di atas tanjung, tak jauh dari pelabuhan.

Dibanding pulau lain di Kabupaten Sitaro, Sulut, Makalehi terbilang pulau nan cantik berhias danau cinta, kerena bentuknya seperti hati, namun juga disebut danau mati, karena tak ada sungai yang berhulu ke danau ini.

Tenggohang, Dumpis, Sanggilehe, Sawang, Meraki, Singgalawo, Kuhita, Sawanto, Batuwenahe, adalah sembilan bukit yang memagari Makalehi hingga bentuknya layaknya pinggan indah yang di tengahnya terlukis danau cinta.

Di pulau ini berdiri Monumen Kedaulatan NKRI. Monumen ini dibangun untuk menegaskan bahwa pulau di ujung utara Indonesia ini benar-benar masuk kawasan negara kita.

Dari dermaga, tampak rumah-rumah penduduk sepanjang barisan pesisir. Perahu-parahu Londe kecil milik para nelayan mengisi jazirah pasir. Sementara perahu Pajeko agak besar tampak bersauh sepelempar batu dari pantai.

“Kehidupan nelayan Makalehi boleh dikata berkecupan. Sepanjang tahun pulau ini diwarnai kelimpahan ikan hasil tangkapan para nelayan. Para pembeli atau penampung ikan juga sudah ada di sini,” kata Runtuwene.

Ada jalan berlapis beton menanjak yang tak panjang dari kampung Soa pesisir menuju kompleks kampung Kinali di bebukit. Di sanalah danau cinta terhampar, dikelilingi kampung-kampung kecil diantaranya, Sampang, Katoang, Palandi, Bawone.

Merapat ke tepi danau cinta, seakan merapat ke sebuah ruang puitis yang disemaraki kumbang, kupu-kupu, dan capung. Di sebuah shelter danau, sambil menyeruput segelas kopi hangat, puisi di bawah ini tercipta.

MAKALEHI

samudera selalu mengkoreografikan

teduh dan amuknya dalam sejarah yang pecah

menjadi sembilan kaldera memagari danau mati

di dada pulau jauh dan sendiri

aku berkayuh di atas air danau mati di pulau ini

kutemukan detak nadi Makalehi

seperti seekor bangau putih bernyanyi buat kekasih

di atas hamparan bunga teratai berwarna jingga wangi

wangi siapa mendupa danau tak pernah bertemu laut ini?

kalau bukan wangi kekasih lesap tergenang air matanya sendiri

karena antara rindu dan mimpi selalu ada tepi tak bisa diraih

lalu aku berangkat ke Tenggohang, Dumpis, Sanggilehe, Sawang

Meraki, Singgalawo, Kuhita, Sawanto, Batuwenahe

di sembilan bukit itu kubaca jejak perjalanan capung

ia menenun danau dalam sayapnya berwarna maron

kemudian disesapnya nektar sajaksajak mercusuar

menjadi seratserat sinar buat laut yang terus

mengayam pijar gelombang

orangorang datang menemukan lagi Makalehi

dalam perahu dipenuhi ikan demersal palagis

di kail, dipukat dalam kisahkisah abad

terus bergerak dalam arus pasifik deras asin

di pesisir gadisgadis memandang matahari jatuh di air

Makalehi tersenyum di mata mereka melukis mata angin

sedang menyusun sayapsayap angsa lebih putih dari awan

andai kekasih itu datang pada suatu pagi

danau kini tertawan bisa menemukan jalan

ke laut lebih dalam

Sayang bagian dari keindahan Kabupaten Sitaro ini belum terintegrasi dalam sebuah konsep pengembangan pariwisata yang memberikan dampak ekonomis bagi masyarakat.

Padahal, pulau Makalehi merupakan aset pariwisata yang memiliki keragaman obyek menarik bagi wisatawan manca Negara, terutama obyek danau “cinta” yang terhampar di tengah pulau, obyek gua tengkorak, serta obyek alam bawah laut dengan keragaman biota dan terumbu karang yang menakjubkan.

Kendala utama perkembangan pariwisata di pulau berpenduduk 1.287 jiwa ini adalah tidak tersedianya tempat tinggal bagi para turis saat berkunjung ke pulau tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini sebenarnya sederhana seandainya pemerintah bekerjasama dengan masyarakat untuk menyiapkan kamar di rumah-rumah penduduk sebagai “kamar turis”.

Turis-turis asal Cina dan juga Eropa lebih senang saat berkunjung ke sebuah obyek kalau bisa membaur dengan masyarakat setempat. Karena mereka juga ingin melihat kehidupan sehari-hari masyarakat dari dekat.

Andaikata ada konsep pemberdayaan masyarakat lewat program menyiapkan kamar turis, selain menarik bagi para turis, juga memberikan dampak ekonomis bagi penduduk, karena mereka bisa menikmati hasil penyewaan kamar milik mereka dari para turis. Penduduk juga bisa menjual makanan, souvenir, serta aktivitas seni budaya.

Barangkali harus ada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bersinergi dengan masyarakat untuk menjabarkan konsep kamar turis, angkutan laut untuk pariwisata beserta pengembangan berbagai usaha yang berhubungan dengan kepariwisataan, bukan tidak mungkin, Makalehi menjadi obyek pariwisata yang mendunia dan berdampak bagi kesejahteraan hidup masyarakat.[*]

barta