9 Oktober 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Warga Sebatik Masih Gunakan Mata Uang Malaysia

BatasNegeri – Selain terdapat sebuah rumah unik yang berada di dua negara, yakni rumah perbatasan yang ruang tamunya berada di Indonesia dan dapurnya berada di wilayah Malaysia, ternyata, di Pulau Sebatik yang merupakan wilayah perbatasan langsung negeri Jiran itu, warganya masih menggunakan dua mata uang untuk kegiatan transaksi jual-beli.

Hal itu diungkapkan Ambon Ala (56), salah seorang warga yang berada tepat di patok 3 tapal batas RI-Malaysia di Desa Aji Kuning Kecamatan Sebatik Tengah Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).

Dikatakan Ambo, dirinya pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Sebatik ini sekitar tahun 1970-an. Dirinya berasal dari Sulawesi Selatan (Sulsel).

Diakuinya, di Pulau Sebatik, warga kasih menggunakan Ringgit dan Rupiah sebagai mata uang sah untuk kegiatan transaksi jual-beli.

Bahkan, produk-produk bahan pokok di pulau sebatik merupakan produk dari Malaysia.

“Iya, laku dua-duanya baik rupiah maupun Ringgit. Barangnya juga disini kebanyakan barang dari Malaysia,” ujarnya.

Ia menjelaskan, di pulau sebatik dominan warganya berkebun dan mayoritas perantau dari Sulawesi.

“Mayoritas dari Sulawesi, sisanya campuran,” ungkapnya.

Sementara itu, ucap Ambo, untuk membeli kebutuhan pokok dan barang dagangan, warga harus pergi ke Tawau Malaysia dengan menggunakan perahu selama 20 menit.

“Nyebrang laut untuk bisa sampai Tawau Malaysia,” tuturnya.

Terpisah, Nuraini (35) yang juga warga Patok 3 perbatasan Desa Aji Kuning ini menuturkan, dirinya merupakan warga baru yang tinggal di Sebatik.

Ia berada di Sebatik sejak 2014 lalu. Diakuinya, sejak lahir dirinya selama ini tinggal di Tawau Malaysia.

“Baru-baru saja saya tinggal disini, karena ikut dengan suami,” ucapnya.

Namun, selama tinggal di Sebatik, dirinya merasa nyaman dan aman serta telah menetap di kampung tersebut. Terlebih lagi, dirinya telah memasukkan anaknya ke sekolah di kampung itu.

Diakuinya, di negeri yang didiaminya sebelumnya, sulit untuk mendapakan pekerjaan yang pas. Terkadang tenaga yang dikeluarkan tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh.

“Saya nyaman di sini, makanya saya juga baru saja mau belajar bahasa orang di kampung sini,” imbuhnya.

Ia juga menambahkan, terkait kebutuhan pokok, mayoritas warga di perbatasan masih mengambil kebutuhan pokok dari Tawau Malaysia yang jarak tempuh hanya sekitar 20 menit melalui sungai dan tembus ke laut dari Patok 3 Aji Kuning Kecamatan Sebatik Tengah.

“Kita belanjanya naik perahu kalau mau beli makanan pokok seperti gula, tepung, garam dan sejenisnya. Tapi kalau beras, saya lebih suka beras dari Indonesia,, tapi banyak juga yang gunakan beras dari Malaysia” tutupnya.

Lebih Kenal Capres daripada Caleg di Daerah

Masih banyak warga Kecamatan Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara yang belum mengenal calon legislatifnya (caleg) baik DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi maupun DPR RI.

Hj Hajarah, warga perbatasan di Patok 3 Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Tengah misalnya.

Dia mengaku tidak mengenal siapa caleg di Kabupaten Nunukan. Tapi, ia lebih mengenal Capres dan Cawapres dibanding calegnya.

Menurutnya, selama ini dirinya yang berada tepat di perbatasan RI-Malaysia masih kurang mendapat sosialisasi terkait pengenalan calon peserta pemilu.

“Kalau calon presiden saya tau, Jokowi dan Prabowo. Tapi kalau caleg, Aiss.. nda kenal aku,” ungkap wanita paruh baya itu.

Unduh (baju kuning) usai mencoblos didampingi anaknya di TPS 02 Desa Sungai Pancang, Sebatik Utara

Sementara itu masih di lokasi yang sama di Patok 3 perbatasan, wanita yang lahir di Tawau Malaysia, Nuraini (35) mengatakan dirinya juga turut mencoblos di Indonesia, tepatnya di TPS 02 Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Tengah.

“Saya memang dari lahir di Malaysia, baru 2014 lalu saya pindah ke Sebatik Tengah ini ikut suami. Tapi saya warga Indonesia dan mencoblos di Indonesia. Anak saya juga sekolah di Indonesia saat ini,” jelasnya. Selasa (16/4/2019).

Dirinya berharap, presiden yang terpilih nanti akan lebih memperhatikan wilayah perbatasan, baik dari segi infrastruktur maupun kesejahteraan masyarakat seperti Air, Listrik dan kebutuhan pokok.

Diakuinya, hingga saat ini di daerahnya belum teraliri air bersih PDAM, bahkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dirinya harus membeli air yang diambil dari bukit senilai Rp 75 ribu satu tangki.

“Itu cukup untuk dua Minggu. Kalau habis dan air yang sudah dibeli tidak ada, kita juga sambil menapung air hujan,” pungkasnya.

Gubernur Kaltara Irianto Lambrie saat melihat surat suara di hari pencoblosan Rabu (17/4/2019)

Ia juga menambahkan, terkait kebutuhan pokok, mayoritas warga di perbatasan masih mengambil kebutuhan pokok dari Tawau Malaysia yang jarak tempuh hanya sekitar 10 menit melalui sungai dari Patok 3 Aji Kuning Kecamatan Sebatik Tengah.

“Kita belanjanya naik perahu kalau mau beli makanan pokok seperti gula, tepung, garam dan sejenisnya. Tapi kalau beras, saya lebih suka beras dari Indonesia,” tutupnya.[*]

 (tribunnews.com)