11 Oktober 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Pemindahan Ibukota Baru dan Aspek Pertahanan Negara

BatasNegeri – Salah satu aspek yang harus diperhatikan serius Pemerintah Indonesia dalam pemindahan Ibu Kota Negara ke luar Pulau Jawa ialah pertahanan. Idealnya, Ibu Kota sebuah negara harus dekat dengan laut, tetapi tidak boleh terlalu dekat dengan negara tetangga.

Pada titik ini, jika pemerintah akhirnya memutuskan Ibu Kota Negara pindah ke Kalimantan, tentu akan berdekatan dengan Malaysia, termasuk Brunei Darussalam. Ada tiga wilayah di Kalimantan yang masuk dalam rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai lokasi alternatif pemindahan Ibu Kota Negara, antara lain Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Timur (Kaltim), dan Kalimantan Tengah (Kalteng).

“Dari aspek pertahanan, idealnya Ibu Kota Negara ini dekat dengan laut dan kemudian juga tidak terlalu dekat dengan negara tetangga. Kalau terlalu dekat dengan tetangga, jadi repot lagi, ketemu Malaysia nantinya,” kata Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung Teuku Rezasyah.

Sebagai negara tetangga, menurut Reza, Malaysia bisa jadi berharap Ibu Kota Negara tidak ditempatkan di Kalbar. Hal ini mengingat di Kalbar berbatasan langsung dengan Malaysia.

“Jadi, idealnya agak ke tengah dari Kalimantan,” ujarnya.

Di sisi lain, pemindahan Ibu Kota Negara memang akan berdampak pada hubungan geopolitik. Namun, kata Reza, hal utama yang harus dipikirkan justru prinsip “kekitaan” sebagai sebuah bangsa sebelum ke luar.

“Kita harus memikirkan diri kita sendiri dulu, bagaimana berwawasan Nusantara kita memandang diri dan lingkungan,” katanya.

Jika Ibu Kota Negara dipindahkan ke Kalimantan, menurut dia, itu relatif lebih mudah untuk mempertahankan diri, karena kawasan Borneo masih memiliki banyak hutan. Konsekuensi lain ialah wilayah perbatasan harus diperkuat dengan dibangunnya Komando Daerah Militer (Kodam) baru. Sejauh ini, Indonesia sudah memiliki sejumlah Kodam unggulan, seperti Brawijaya, Siliwangi, dan Diponegoro.

“Nanti kodam-kodam yang ada di Kalimantan sekarang ditingkatkan kualifikasinya, sehingga setara dengan Kodam Jaya dan Kodam Siliwangi yang ada di Pulau Jawa. Ini yang membuat rencana pemindahan Ibu Kota itu tidak mudah. Pembuatan masterplan-nya itu barangkali lima tahun, kemudian juga nanti yang pindahnya pun akan menuntut kesiapan infrastruktur dan mental dari personel,” ujar Reza.

Terkait hubungan sosial antarnegara ke depannya, menurut Reza tidak akan berpengaruh banyak. Dampak yang paling terasa justru secara internal, yakni Indonesia sendiri. Ditandai dengan penyebaran energi ekonomi yang selama ini berpusat di Jawa menjadi terpecah Jawa dan Kalimantan.

“Ini merupakan hal yang baik bagi kita karena Jawa itu sudah tidak sanggup lagi menampung pergerakan pembangunan yang luar biasa. Jadi, sudah bagus idenya, Ibu Kota pemerintah di Kalimantan dan Ibu Kota bisnis di Pulau Jawa,” katanya.

Begitu pula dalam konteks geo-ekonomi, tidak akan memberi banyak efek kepada negara luar, terutama yang jauh seperti Amerika Serikat. Sebab, pemindahan Ibu Kota Negara itu berkaitan erat dengan kesiapan infrastruktur dasar, terutama pelabuhan maupun bandara. Sepanjang dukungan infrastruktur udara dan laut baik, maka tidak jadi persoalan. Bahkan, negara-negara luar akan diuntungkan jika pemindahan Ibu Kota Negara di Kalimantan, karena memiliki ruang udara yang luas.

Terkait relasi sosial budaya, menurut Reza tidak ada masalah dengan negara luar karena umumnya warga negara asing yang datang lebih profesional dan bisa menyesuaikan diri. “Yang saya khawatir itu penduduk setempat nanti akan kaget dengan perubahan aktivitas ekonomi, sosial budaya, dan bisnis yang luar biasa dan perputaran uang yang dahsyat. Oleh karena itu, mereka bisa saja gagap menghadapinya,” ujarnya.

Warga setempat bisa saja menjual tanah miliknya kepada orang asing, gagap dengan control shock, dengan budaya baru dan mendadak ada ancaman keamanan baru. Kehadiran orang asing dalam jumlah besar juga menuntut kemampuan warga setempat mengawasi lingkungan dengan sangat baik.

Pemindahan Ibu Kota Negara juga tidak akan berdampak besar bagi dunia internasional. Beberapa negara di Asia Tenggara sudah membuktikan hal itu, seperti Malaysia dari sebelumnya di Kuala Lumpur ke Putra Jaya, atau Myanmar dari Yangoon ke Naypyidaw.

Pengamat Internasional dari Universitas Bina Nusantara Tirta Nugraha Mursitama mengatakan, pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan merupakan pilihan paling strategis. Dengan itu, Indonesia akan berdekatan dengan wilayah perbatasan sehingga penjagaan akan lebih baik.

“Juga memberikan pesan kepada masyarakat di negara tetangga bahwa Indonesia serius menjaga perbatasan-perbatasan negaranya. Karena nanti saat pindah ke Kalimantan, kita dekat dengan perbatasan Malaysia dan Brunei,” katanya.

Ia melihat hal ini sebagai upaya yang lebih serius dalam menjaga dan mengelola perbatasan dalam konteks positif.

“Mungkin selama ini ada daerah perbatasan yang kurang diperhatikan. Dengan pemindahan Ibu Kota Negara nanti, bisa diartikan Indonesia mengelola perbatasan dengan lebih baik,” tegasnya.[*]

harnas.co