Oleh: Darwin BKM
BatasNegeri – Secara historis sejak tahun 1866 Papua berada dalam penjajahan tiga negara Eropa yakni Belanda, Inggris dan Jerman.
Bagian timur pulau Papua yang dikenal dengan sebutan Papua New Guinea dikuasai oleh Jerman dan Inggris.
Setelah melalui Trustee PBB/Trus Teritory Of New Guinea, kedua wilayah tersebut lalu dipercayakan kepada Australia dan administrasinya dijadikan satu dalam Teritory Of Papua New Guinea.
Sedangkan bagian Barat Papua lebih dikenal dengan nama Netherland New Guinea. Penentuan tapal batas ketiga wilayah kekuasaan itu dikuatkan melalui Deklarasi Raja Prusia Pada tanggal 22 Mei 1885.
Dengan deklarasi ini dan juga tidak adanya klaim dari pihak lain, maka status Papua bagian barat sah sebagai milik Belanda dan tidak perlu menunggu pengakuan dari siapapun.
Pada tanggal 17 Maret 1910 Belanda menetapkan Holandia (Sekarang Jayapura) sebagai Ibu Kota Netherland New Guinea. Nama itu (Holandia) diberikan oleh Kapten Sachse. Kota pantai dengan geografinya yang berbentuk teluk itu sangat mirip dengan garis pantai utara negeri Belanda.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hindia Belanda memproklamasikan kemerdekaannya menjadi Negara Indonesia. Indonesiapun menuntut semua wilayah bekas Hindia Belanda sebagai wilayah kedaulatannya.
Salah satu pemicu munculnya sikap saling curiga antara Papua dan Pemerintah Indonesia yakni adanya pemahaman yang berbeda tentang sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI. Wilayah bekas Koloni Belanda, Papua barat, telah menjadi bagian dari Indonesia sejak tahun 1969 melalui Referendum yang diawasi Oleh PBB.
Pendukung kemerdekaan mengatakan Pemungutan Suara itu, yang dikenal sebagai Pepera, tidak sah sehingga Referendum Kedua terkait status wilayah itu harus digelar. Upaya untuk melepaskan diri dari Indonesia, telah memicu konflik panjang di wilayah yang kaya sumber daya alam tersebut.
Padahal sejarah integrasi dimaksud sudah sangat jelas, tertulis, dan terdokumentasikan secara resmi hingga badan dunia PBB.
Namun demikian sikap saling curiga itu sengaja diciptakan dan dipelihara oleh kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan tertentu baik dari luar maupun dari dalam negeri untuk melepaskan Papua dari NKRI.
Salah satu prinsip dasar yang terdapat dalam Hukum Internasional, telah melatarbelakangi jauh sebelum Pepera 1969 Papua sudah menjadi bagian yang Sah dari NKRI adalah azas Uti Possidetis Juris.
Azas ini diakui dalam Hukum Internasional dan sudah dipraktekkan secara luas di berbagai negara. Azas ini pada intinya mengatur bahwa batas wilayah negara bekas jajahan yang kemudian merdeka, mengikuti batas wilayah sebelum negara tersebut merdeka.
Konsekuensi logis dari azas tersebut dikaitkan dengan masalah Papua Barat, otomatis beralih statusnya menjadi bagian Wilayah Republik Indonesia, sejak saat Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.
Bila kita kaitkan sejarah dari Papua dengan salah satu azas dalam Hukum Internasional yaitu Azas Uti Possidetis Juris tersebut. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa, sejak tanggal 17 Agustus 1945, wilayah bagian barat pulau Papua, resmi menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun pada pelaksanaannya Belanda nampak tidak ikhlas untuk melepaskan wilayah Papua ini, sehingga pemerintah Indonesia untuk membawa status politik wilayah Papua ini harus melalui perjalanan panjang dan melelahkan diberbagai Konferensi, seperti Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, Perjanjian New York tahun 1962, Pepera 1969 dan finalisasinya Sidang PBB pada tanggal 19 November 1969.
Perjuangan Pemerintah Indonesia ini membuahkan hasil Pada tanggal 15 Agustus 1962.
Belanda menandatangani New York Agreemant yang difasilitasi PBB. Sesuai Persetujuan New York itu, Belanda menyerahkan kekuasaan atas Irian Barat kepada PBB. Untuk maksud itu, dibentuklah Badan Pemerintah Sementara PBB Untea, ini tercatat dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1752 tanggal 21 September 1962.
Maka tanggal 1 Oktober 1962, secara resmi berlangsung penyerahan kekuasaan dari Pemerintah Belanda kepada Untea dibawah pimpinan administrator Jose Roiz Bennet yang tidak lama kemudian diganti oleh dr. Djalal Abduh.
Dan pada tanggal 31 Desember 1962, bendera Belanda diturunkan dari wilayah Papua Barat dan sebagai gantinya dikibarkanlah bendera Indonesia Merah Putih berdampingan dengan bendera PBB. Bulan Pebruari 1963 Sekjen PBB ke Jayapura untuk memperjelas bahwa PBB akan menjamin kelancaran proses alih kekuasaan dari Untea kepada Pemerintah Indonesia.
Sebab Pedoman Integrasi Papua 1 Mei 1963 maupun hasil Pepera 1969 yang melahirkan Resolusi PBB 2405.
Hasil Pepera itu sah, sesuai New York Agreement tahun 1962, dan Pepera inipun sudah disahkan oleh Sidang Majelis Umum PBB melalui Resolusi 2504, pada tanggal 19 November 1969.
Ini berarti kembalinya Papua ke pangkuan Indonesia sudah didukung penuh oleh Masyarakat Internasional.[*]
ujungjari.com
More Stories
Pembangunan PLBN Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru
Tantangan Geopolitik Indonesia bagi Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Daerah Perbatasan sebagai Beranda Rumah Bangsa, Cegah Ketimpangan dan Bangunkan Potensinya!