19 September 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Guru Besar UI Beberkan Mengapa Papua Tak Bisa Gelar Referendum

BatasNegeri – Guru besar hukum internasional UI Prof Hikmahanto Juwana menyatakan dengan tegas Papua tidak bisa menggelar referendum. Ada sejumlah alasan yang mendasarinya. Apa saja?

Yang pertama asas hukum internasional yaitu Uti Possidites iuris, yang berarti ‘batas wilayah suatu negara yang berdaulat setelah penjajahan mengikuti batas wilayah koloni dari negara penjajahnya’.

“Masih berlaku. Meski awalnya Belanda tidak menghendaki, kemudian kan ada jajak pendapat yang disupervisi oleh PBB,” kata Hikmahanto saat berbincang dengan detikcom, Kamis (12/9/2019).

Dalam perjanjian New York disebutkan bahwa United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) akan mengambil alih administrasi dari Belanda pada tanggal 1 Oktober 1962 untuk kurun waktu sementara hingga tanggal 1 Mei 1963.

Penentuan Nasib Sendiri

Setelah itu wewenang administrasi akan diambil alih oleh Indonesia. Berdasarkan Perjanjian New York, Indonesia harus menyelenggarakan penentuan nasib sendiri dari rakyat Irian Jaya pada 1969. Adapun jumlah penduduk yang diperkirakan mempunyai hak untuk memberikan suara sekitar 700 ribu.

“Dalam Perjanjian New York disebutkan bahwa rakyat Irian Jaya diberi kebebasan memilih untuk menentukan apakah akan tetap menjadi bagian dari Indonesia atau memutuskan hubungannya dengan Indonesia,” ujar Hikmahanto.

Namun, dalam pelaksanaannya, sistem one man one vote diubah dengan sistem perwakilan. Dalam sebuah buku yang dipublikasikan oleh PBB disebutkan bahwa:

Under arrangements made by the Government of the Republic of Indonesia and approved by the local West Irianese councils, consultative assemblies were set up, with a total membership of 1026, which, between 14 July and 2 August 1969, pronounce themselves, without dissent, in favour of the territory remaining’.  Selanjutnya pelaksanaan Pepera disampaikan kepada Sekjen PBB dan, berdasarkan hal tersebut, Sekjen PBB membuat laporan untuk disetujui oleh Majelis Umum PBB. Dalam buku pegangan yang dikeluarkan oleh PBB disebutkan bahwa:

The Secretary General’s report on the conduct and results of the act of free choice was considered by the General Assembly in November 1969. In November 1969 the General Assembly acknowledged with appreciation the fulfillment by the Secretary-General and his representative of the tasks entrusted to them under the 1962 Agreement.

“Untuk memberi landasan hukum atas diterimanya tanggung jawab yang dibebankan pada Sekjen PBB, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 2504. Resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umum PBB dengan imbangan suara 84 setuju, tidak ada yang menentang, dan 30 abstain,” papar Hikmahanto.

Dalam resolusi tersebut disebutkan bahwa:

Takes note of the report of the Secretary General and his representative of the tasks entrusted to them under the Agreement of 15 August 1962 between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands concerning West New Guinea (West Irian).

“Perjanjian NY yang saya maksud adalah agreement between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands concerning West New Guinea tertanggal 15 Agustus 1962,” cetus Hikmahanto. Asas Uti Possidetis iuris tidak hanya berlaku untuk kasus Papua, tapi juga secara internasional. Adapun yang dimaksud negara yang menjajah adalah negara dari Eropa.

“Malaysia misalnya kan merupakan wilayah yang dijajah Inggris. Sehingga kalau dulu ada sengketa antara Inggris dengan Belanda, maka jadi sengketa antara Malaysia dan Indonesia. Bahkan di bumi Papua, maka yang dijajah oleh Belanda menjadi bagian Indonesia, sementara yang dijajah oleh Inggris menjadi Papua Nugini,” pungkas Hikmahanto.[*]

detik.com