BatasNegeri – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), kini menyasar wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) Provinsi Kaltim.
Kepala kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Barat (Kubar) Idrus Alaydrus menyebut, pihaknya sudah mengalokasikan 10000 bidang untuk masyarakat di beranda terdepan NKRI tersebut.
“Jadi untuk tahun 2019 ini kita dapat alokasi program PTSL 2000 bidang tanah untuk kabupaten Kutai Barat, dan 10000 bidang untuk wilayah perbatasan kabupaten Mahakam Ulu. Karena wilayah Mahulu itu masih dibawah tanggungan kita mengingat disana belum ada kantor pertanahan sendiri”, jelas Idrus Alaydrus di kantor pertanahan Rabu (25/9/2019).
Idrus merincikan, khusus di wilayah Mahulu dari 10000 bidang tanah, 2000 diantaranya akan langsung dikeluarkan sertifikat tahun ini. Sisanya hanya dilakukan pengukuran dan dibuat peta bidang. Mengingat program itu merupakan kerjasama pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasiona (ATR/BPN) dengan Bank Dunia.
“Jadi 10000 ini peta bidang, terukur bidang saja. Yang kita keluarkan sertifikat 2000 bidang. Karena ini bantuan Bank Dunia dan mereka sudah menetapkan di Mahulu yang dapat program ini. Dan untuk sertifikat yang 2000 itu kami sudah koordinasikan dengan pemda Mahulu sampai saat ini sudah 1002 bidang yang sudah memasukan berkas data-data kepemilikan tanahnya. Kita optimis sampai akhir tahun bisa tuntas,” katanya.
Sementara untuk PTSL di wilayah Kubar, ujar Idrus sudah terealisasi seratus persen.
“Kalau di Kubar ini kami peringkat tiga tercepat se-Kaltim. Dari kuota 2000 bidang kami sudah selesaikan semua untuk pengukuran dan peta bidangnya. Hanya dari jumlah itu sekitar 1700 bidang saja yang kami keluarkan sertifikatnya. Yang 300 sisanya kita masukan ke program seritifkat rutin karena yang PTSL jatahnya memang 1700 saja”, ujarnya.
Mantan kepala BPN Pekalongan itu menegaskan seluruh biaya dalam program PTSL sudah ditanggung negara alias gratis. Hanya saja ada kewajiban lain yang dibebankan kepada pemilik tanah oleh pemerintah daerah. Seperti pajak daerah PBB dan BPHTB yang harus dibayar ketika mengambil sertifikat.
“Itu salah satu syarat juga bahwa sebagai masyarakat yang baik perlu bayar pajak. Tapi bukan ke BPN melainkan dibayar melalui dispenda karena aturannya ditetapkan oleh pemerintah daerah ya untuk pendapatan daerah juga. Jadi yang gratis itu adalah pekerjaan yang dilakukan oleh BPN dan sudah dibiayai oleh negara. Tapi kalau ada kewajiban lain di luar BPN maka itu jadi tanggungan pemilik tanah”, tutup Idrus.
Merujuk PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, sertifikat adalah bukti hak kepemilikan tanah dan bangunan yang paling sah. Adanya sertifikat bisa mengurangi konflik pertanahan sekaligus memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki. Sehingga program PTSL ini diharapkan bisa memberikan perlindungan atas hak-hak masyarakat.[*]
rri.co.id
More Stories
Kemendag Optimistis Perdagangan dan Investasi Indonesia-Tiongkok Meningkat di CAEXPO 2024
HUT ke-14 BNPP, Mendagri Dorong BNPP Kembangkan PLBN Jadi Sentra Ekonomi Baru
Pasir Laut atau Sedimen yang Boleh Diekspor?