16 Januari 2025

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Shoufie Ukhtary

Ilmuwan Muda Kelahiran Kalimantan yang Curi Perhatian Jepang

Nama Shoufie Ukhtary berhasil mencuri perhatian kalangan intelektual di Jepang. Pria kelahiran Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 16 Januari 1992 itu sudah menyabet gelar doktor muda dari Universitas Tohoku, Jepang. Dalam empat tahun terakhir, dia banyak menghabiskan waktunya di Jepang. Apalagi sejak ia resmi menjadi Asisten Profesor pada Fakultas MIPA Jurusan Fisika.

Kemampuannya dalam meneliti khusus, menganalisa hingga merangkumkan gagasannya dalam jurnal ilmiah internasional terkait nano karbon dan carbon nanotube, mendapat apresiasi dari Profesor Riichiro Saito, guru besar Universitas Tohoku. Salah satu professor ternama di Jepang ini pun tak segan menariknya bergabung dalam tim penelitian kampus mereka. Sesuatu yang terbilang langka untuk seorang doktor muda ahli fisika yang berasal dari Indonesia.

Menurut Shoufie Ukhtary, Jepang merupakan salah satu pusat penelitian nanomaterial terbaik di dunia. Inilah yang mendorong dirinya melanjutkan studi ke negeri Sakura ini. Sejak lulus S1 Fisika di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2013, ia pun memberanikan diri mengambil studi S2 di Jepang.

Pilihan peraih Medali Emas Aoba Society for Promotion Of Science tahun 2017, tidaklah salah. Ternyata di universitas ini keinginannya belajar lebih jauh di bidang fisika, khususnya saat cita-citanya meneliti fisika teori dengan nanomaterial terkabul.

Shofie menjelaskan, bahwa model perkuliahan yang dilaksanakan di Tohoku University, sangat mengasah kemampuannya untuk bisa terus berkembang. Karena model perkuliahan di Jepang khususnya di Universitas Tohoku Jepang dilakukan selama dua semester di kelas dan laboratorium, yang kebanyakan by reseach.

“Teknologi nano saat ini masih belum berkembang di Indonesia. Bahkan masyarakat pun masih merasa asing dengan teknologi ini. Padahal, teknologi nano sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan berkontribusi dalam memajukan bangsa. Dengan teknologi ini kita dapat membuat zat menjadi ukuran yang sangat kecil, dan karena itu pula maka sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang kita inginkan,” kata Shoufie kepada detikcom, Selasa siang (02/12/2019).

Lebih lanjut Shoufi menjelaskan, bahwa Nanotechnology atau Teknologi nano adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengontrol zat, material dan sistem pada skala nanometer. Maka, teknologi ini pun mampu menghasilkan fungsi baru yang belum pernah ada. Ukuran 1 nanometer adalah 1 per satu miliar meter yang berarti 50.000 kali lebih kecil dari ukuran rambut manusia.

Bagi Shoufie, untuk bisa menembus dan bergabung dalam lingkaran peneliti terbaik dunia dan di Universitas Tohoku tidaklah mudah. Diperlukan perjuangan dan kerja keras yang luar biasa untuk mencapai posisi tersebut.

Dia sendiri pun merasa beruntung karena bisa meraih beasiswa MEXT dan JSPS dari Pemerintah Jepang tahun 2013 – 2018. Bahkan, semenjak menjalani program S2, ia sering ditugaskan oleh supervisornya untuk menjadi tutor mahasiswa junior. Setidaknya sudah 6 junior yang ia mentori dan mereka pun berhasil menerbitkan makalah bersama.

Berkat kegigihan dan banyaknya penelitian ilmiah yang ia lakukan, akhirnya sosok Shoufie mencuri perhatian kampus. Termasuk Profesor Riichiro Saito, yang tanpa ragu mengangkat Shoufi menjadi asisten profesor dan bergabung dalam tim mereka.

“Saya ingin membuat bangga orang tua saya dan Banua (nama daerah di Banjar Baru). Tentunya ke depan saya (ingin) bisa berbuat untuk memajukan negara melalui ilmu pengetahuan dan teknologi masa depan. Gelar bagi saya bukan segala-galanya, tapi bagaimana keberadaan kita itu bisa memberi manfaat bagi orang banyak,” ucap pria yang pernah menyabet Medali Emas Olimpiade Nasional Mahasiswa MIPA (ONMIPA) tahun 2012 ini.

Shoufi Ukhtary berharap nantinya ada generasi muda di tanah air bisa mengembangkan diri lewat kemampuan dan minat yang digeluti. Namun ia juga berharap, ada pula peneliti muda yang bermunculan di bidang fisika. Menurutnya, potensi orang Indonesia tidak terlalu ketinggalan dibandingkan mahasiswa dari negara lain, sebagaimana yang dia perhatikan di lingkungan kampus Universitas Tohoku.

Di satu sisi ia berharap para generasi muda di tanah air, khususnya Kalimantan Selatan, bisa terus meningkatkan kemampuan bahasa asignnya. Pasalnya, kemampuan ini sangat menunjang mereka yang ingin bersaing di era teknologi digital saat ini.

Untuk diketahui, Jepang dikenal sebagai negara yang memiliki sistem seleksi ketat dalam merekrut para penelitinya. Terutama bagi mereka yang berasal dari luar negeri. Banyak syarat berat yang harus dipenuhi untuk masuk ke dalam bursa calon peneliti pada sebuah lembaga penelitian. Selain pendidikan yang mumpuni, pengalaman penelitian yang relevan serta rekomendasi dari seorang profesor yang ahli dalam bidangnya menjadi penentu seseorang diterima sebagai peneliti atau tidak. Tapi bagi Shoufi, tidak ada yang tidak mungkin.[*]

detik.com