Oleh: Dr. Silverius CJM Lake*)
Lebih dari 50.000 jiwa warga baru asal Timor Timur tersebar di lokasi-lokasi pemukiman baru mulai dari Kupang sampai dengan Atambua, Timor Barat. Di satu sisi, orang masih sering menyebut mereka sebagai masyarakat eks Timor Timur yang hidup di kamp pengungsian dan tertinggal dari sesama saudara di luar lokasi pemukiman baru (resettlement).
Di lain sisi, mereka justru masih tetap setia pada NKRI dan memegang panji Merah Putih sampai mati. Terkesan komunitas eks Timor Timur berayun-ayun di antara keprihatinan dan kesetiaan pada NKRI.
Siapa yang patut bertanggung jawab terhadap kondisi keprihatinan mereka? Bagaimana menguatkan mereka dalam kehidupan sosial ekonominya? Sejarah orang-orang sederhana memang selalu terjebak dalam keprihatinan. Namun yang patut dimaknai pada orang-orang seperti ini adalah apresiasi terhadap loyalitas kewargaannya demi bangsa dan negara Indonesia.
Salah satu tonggak sejarah yang telah mereka tancapkan adalah memilih menerima otonomi luas pada jajak pendapat tahun 1999. Walau kalah dalam jajak pendapat 1999 karena hanya memenuhi 21,5% dibanding dengan kelompok lain yang meraih 78,5%, mereka tetap memilih menjadi WNI.
Pengalaman kalah dalam jajak pendapat dan terdesak menjadi pengungsi di Timor Barat pasti memukul hati, pikiran, dan imajinasi mereka. Walaupun demikian, secercah harapan tetap muncul dari nada bicara, senyum simpul, dan tertawa lepas ketika berada di tengah mereka. Sesuatu yang menandakan berada di luar kebiasaan.
Masalah Struktur
Proses penyeberangan dan pengungsian masyarakat Timor Timur ke Timor Barat NTT dimulai sebelum jajak pendapat dan terlebih pada pasca jajak pendapat. Mereka menempati berbagai kamp pengungsian di dalam dan di sekitar kabupaten/kota sedaratan Timor Barat. Ketika masa tanggap darurat terhadap para pengungsi dinyatakan selesai, mereka menempati lokasi-lokasi pemukiman baru.
Pemerintah daerah dan pemerintah pusat menunjukkan kesungguhan dalam memerhatikan komunitas resettlement Timor Timur di Timor Barat. Perhatian tersebut tentu tidak hanya sebatas kewajiban pemerintah untuk membuat mereka keluar dari kemelut sosial ekonomi, melainkan seharusnya disusul dengan tanggung jawab sosial yang membebaskan mereka dari penyempitan tanah, rumah, lahan pertanian, dan ruang geraknya.
Sejarah masyarakat Timor Timur merupakan suatu sejarah sosial yang memiliki tujuan hidup sosialnya. Berdasarkan riset sejarah sosial tiga tahun terakhir (2015-2018) pada komunitas eks Timor Timur di lokasi pemukiman baru mulai dari kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu sampai dengan kabupaten Malaka, ditemukan sistem dan struktur sosial masyarakat yang statis dan didominasi oleh masyarakat lokal.
Struktur yang otoriter dan apatis di lokasi pemukiman baru menjadikan mereka terpuruk dan terasing di negeri sendiri. Struktur yang kaku dan menghambat ruang gerak warga baru asal Timor Timur, justru menjadi permasalahan tersendiri yang harus diselesaikan.
Dalam kesadaran dan kepedulian terhadap pengorbanan masyarakat eks Timor Timur, pemerintah daerah setempat perlu mendelegasikan kewenangan bagi mereka dalam struktur masyarakat lokal agar mereka mampu menata kehidupannya di lokasi pemukiman baru. Karena mereka tidak akan berubah dan berkembang bila diabaikan atau dianggap hanya sebagai masyarakat biasa yang mudah dikuasai.
Keseluruhan rutinitas hidup mereka perlu ditandai secara dominan dengan perubahan, kemajuan, dan otonomi. Ketika situasi dan kondisi seperti ini tercipta, maka mereka akan lebih setia dan semakin memersungguh hidupnya bagi nusa dan bangsa Indonesia.
Mereka telah mengalami dan memahami perjalanan sejarah yang tragis mulai dari pra jajak pendapat yang menyudutkan mereka, sampai dengan pasca jajak pendapat melalui peristiwa bumi hangus Timor Timur. Mereka dalam kelompok besar terdesak, menyelamatkan diri dan harus mengungsi ke Timor Barat. Kehidupan yang tumpang tindih dan bersempit-sempit di kamp pengungsian mengesankan suatu keprihatinan mendalam. Karena itu, pada saat kehidupannya ditata di suatu komunitas baru, yang mana mereka menampilkan semangat dan perjuangan untuk bangkit dari kesengsaraan, maka struktur setempat perlu menopang dan membantu mereka (Paul Thompson, 2012, hlm.1-2).
Negara dan Tujuannya
Kehadiran real negara dalam memerluas perhatian dan kebaikan terhadap keseharian warga komunitas baru asal Timor Timur sangat dibutuhkan. Beberapa pertimbangan yang menjadi perhatian luas negara antara lain;
Pertama, pertimbangan-pertimbangan tentang pemberian lahan pertanian untuk bertani dan berkebun.
Kedua, menunjukkan upaya untuk membangun gedung sekolah dalam rangka menuntaskan pendidikan wajib belajar 12 tahun.
Ketiga, kesungguhan pemerintah dalam membangun infrastruktur pasar bersama di daerah perbatasan agar berdampak pada penguatan ekonomi masyarakat perbatasan.
Keempat, menciptakan dan membangun relasi sosial internal dan eksternal yang baik bersama penduduk lokal.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut perlu direalisasikan karena bermakna penuh bagi komunitas Timor Timur di Timor Barat NTT sebagai aset bangsa dan negara. Dengan demikian, mereka dapat berpartisipasi dan berperan sebagai sumber daya kreasi manusia unggul yang memajukan Indonesia.
Penataan struktur komunitas baru para warga Timor Timur tentu tidak sekedar sebagai suatu aksi formal, tetapi juga harus ditindaklanjuti dengan upaya serius dan cermat untuk mengangkat harkat dan martabat warga masyarakat Timor Timur di lokasi pemukiman baru Timor Barat. Proses pembebasan mereka dari belenggu struktur masyarakat lokal yang represif dan diskriminatif harus dilakukan.
Karena itu kepekaan dan kejelian pemerintah daerah dituntut untuk menangkal berbagai isu dan citra miring yang sering dihembus masyarakat lokal terhadap komunitas eks pengungsi Timor Timur. Kalau kesadaran masyarakat lokal ditunjukkan melalui perwujudan relasi sosial budaya yang baik dengan warga baru asal Timor Timur, maka dalam proses mengaktualisasikan dirinya, mereka dapat mengalami pembebasan batin dari berbagai tekanan hidup. Dengan demikian mereka dapat mewujudkan cita-cita dan harapan akan kesetiaan tanpa pamrih terhadap NKRI. Bagaimana pun penduduk lokal dan warga baru asal Timor Timur merupakan WNI yang berdaulat dan bermartabat.
Di tengah perjuangan bangsa dunia untuk bebas dan merdeka dari ancaman penjajahan ekonomi global serta perang dagang, di negeri kita Indonesia terdapat sesama kita komunitas baru asal Timor Timur yang masih terpenjara oleh struktur masyarakat lokal. Bagaimana mereka menghindari struktur yang represif dan diskriminatif seperti itu?
GWF Hegel menunjukkan bahwa masyarakat manusia memang hidup dalam berbagai arus peristiwa. Sejarah tersebut tentu tidak dibatasi oleh peristiwa, waktu, tempat, dan ruang melainkan direfleksikan dan diimajinasikan melalui kritik dan evaluasi. Pada tahapan yang paling baik dari sejarah, GWF Hegel menunjukkan bahwa kekuatan dan esensi dari sejarah adalah kebijaksanaan, kebebasan, kebahagiaan, dan kehidupan yang merupakan esensi kemanusiaan.
Teori Hegel tentang sejarah memerkenalkan dan menyejajarkan masyarakat Timor Timur dalam ketiga tahapan historis tersebut. Peristiwa jajak pendapat dan pengungsian telah mengantar mereka ke Timor Barat NTT melalui suatu proses pengungsian. Mereka mengungsi untuk menyelamatkan diri dari pergolakan dan perang saudara.
Refleksi dan imajinasi masyarakat Timor Timur di Timor Barat adalah keamanan dan kesejahteraan. Dan, pada tahap yang paling penting dalam konteks sejarah menurut Hegel yaitu masyarakat Timor Timur hendak menemukan esensi kehidupannya di komunitas baru Timor Barat. Namun fakta menunjukkan bahwa sampai dengan saat ini mereka masih hidup dalam keprihatinan. Sampai kapan pencarian esensi kehidupannya ditemukan di lokasi-lokasi pemukiman baru Timor Barat NTT? Secercah asa masih ada di dalam jiwa dan raganya. Loyalitas kewarganegaraanya masih ada pada NKRI. Inilah sejarah orang-orang biasa yang luar biasa.
Semoga kehadiran negara dan bangsa Indonesia memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan dan keprihatinan komunitas baru asal Timor Timur di setiap resettlement. Semoga struktur masyarakat lokal dan komunitas resettlement Timor Timur tidak memunculkan persoalan-persoalan baru di sana. Semoga mereka justru memeroleh alternatif jalan keluar yang lebih baik dan lebih sejahtera pada komunitas resettlement baru. Secara normal generasi pengungsi berharap dan berimajinasi, selanjutnya generasi baru memeroleh suatu kehidupan yang laik di setiap daerah kabupaten/kota Timor Barat NTT Indonesia. Pemerintah daerah tentu terpanggil untuk menyinari mereka dengan cahaya modernitas di era moderen ini.
Datanglah, lihatlah, lakukan yang baik dan benar bagi mereka sang pejuang dan penyintas![*]
*)Silverius CJM Lake : Dosen Universitas Bina Nusantara, Periset Sejarah Sosial Masalah Timor.
More Stories
Pembangunan PLBN Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru
Tantangan Geopolitik Indonesia bagi Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Daerah Perbatasan sebagai Beranda Rumah Bangsa, Cegah Ketimpangan dan Bangunkan Potensinya!