21 September 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Sosialisasi waspada corona melalui pengeras suara di Manggarai Timur, Flores,NTT

Cara Unik Masyarakat Pedalaman Perangi Virus Corona

Cara masyarakat Desa Pong Ruan, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memerangi corona cukup unik.

Mereka bahkan tidak mau menerima tamu selama masa darurat corona di Indonesia.

“Maaf untuk sementara kami tidak menerima tamu” Kalimat itu tertulis di atas kertas putih yang menempel di pintu masuk rumah warga Desa.

Di bawah tulisan itu, terlihat gambar yang menunjukkan cara keluar rumah dan masuk ke dalam rumah saat pandemi virus corona baru atau Covid-19.

Terlihat juga gambar yang menjelaskan ancaman pidana bagi masyarakat yang nekat berkerumun selama pandemi corona.

Tulisan itu merupakan cara Kepala Desa Pong Ruan, Dosansianus T Lewagan mencegah penyebaran virus corona baru atau Covid-19 di wilayahnya.

Legawan mengatakan, masyarakat di pedalaman Manggarai Timur tak banyak mendapatkan informasi tentang pencegahan penyebaran virus corona baru.

Awalnya, masyarakat masih beraktivitas seperti biasa. Tapi, beberapa pekan terakhir masyarakat mulai khawatir dengan berita penularan virus corona di NTT.

RSUD Ruteng di Kabupaten Manggarai, NTT

“Selama dua minggu belakangan ini, informasi penularan Covid-19 ini sudah amat genting yang dirasakan oleh masyarakat dan juga informasi orang-orang merantau kembali ke kampung masing-masing menambahkan kekhawatiran dan ketakutan di tengah masyarakat,” kata Legawan di Desa Pong Ruan, Senin (13/4/2020).

Setelah mendapatkan instruksi membentuk posko relawan Covid-19 dari Bupati Manggarai Timur Agas Andreas, Legawan langsung bergerak.

Bersama beberapa staf desa, Legawan membentuk tim relawan desa.  Mereka mendata jumlah warga yang baru kembali dari perantauan.

Sosialisasi tentang virus corona pun dilakukan, seperti memasang baliho berisi imbauan larang berkumpul dan keluar rumah di sejumlah tempat.

Tim relawan desa juga membangun posko di wilayah perbatasan dan mengecek masyarakat yang keluar masuk.

“Kami juga siapkan alat thermo gun bersama dengan petugas kesehatan untuk mengecek suhu tubuh warga yang keluar masuk di desa ini,” jelasnya.

Sayangnya, tak semua warga mengindahkan sosialisasi yang dilakukan pemerintah desa. Masih ada saja masyarakat yang berkumpul dan berkerumun di beberapa tempat.

Legawan pun memutar otak. Ia berbincang bersama perangkat desa dan tokoh masyarakat. Mereka pun sepakat menempelkan pamflet larangan bertamu dan berisi informasi ancaman pidana bagi masyarakat yang berkerumun di pintu rumah warga.

“Supaya masyarakat sadar dan mengindahkannya. Sejak pamflet itu ditempelkan di rumah masing-masing maka warga tidak berkerumun dan berkumpul secara berkelompok bahkan bertamu pun mulai tak terlihat lagi,” jelasnya.

Masyarakat desa setempat memang biasa membersihkan kebun mereka setiap hari. Mereka juga menjaga kebun dari ancaman binatang.

Tapi kebiasaan itu berganti sejak pandemi virus corona. Masyarakat memilih menginap di pondokan yang ada di kebun. Hal itu karena perlahan warga mulai paham untuk tak berkumpul demi mencegah penyebaran virus corona.

“Sehingga mereka lebih memilih ke kebun masing-masing,” kata dia.

Legawan dan relawan desa pun setiap hari berkeliling mengingatkan warga agar tak berkumpul.

“Setiap hari, saya bersama staf selalu memantau di seluruh anak kampung dengan mengimbau agar untuk sementara tidak saling bertamu dan tidak berkumpul-kumpul,” jelasnya.[*]