Ekspor karet lempengan asal Bintan, Kepulauan Riau, meningkat 11 persen selama pandemi Covid-19. Permintaan karet melonjak karena dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan alat pelindung diri, utamanya sarung tangan medis.
Kondisi ini menyelamatkan buruh pabrik karet dari ancaman pemutusan hubungan kerja.
Kepala Karantina Pertanian Kelas II Tanjung Pinang Donni Muksidayan, Sabtu (16/5/2020), mengatakan, ekspor karet lempengan dari PT Pulau Bintan Djaya pada kuartal pertama 2020 sebanyak 6.109 ton. Volume itu melonjak 11 persen dibandingkan ekspor pada kuartal pertama 2019 sebanyak 5.484 ton.
Sejak Januari lalu, PT Pulau Bintan Djaya tercatat telah melakukan 53 kali ekspor ke 12 negara. Jauh lebih banyak dibanding tahun lalu yang hanya ke lima negara. “Nilai ekspornya juga meningkat sebanyak 29 persen dari Rp 98,7 miliar pada 2019 menjadi Rp 127, 5 miliar pada tahun ini,” kata Donni.
Menurut Manajer Operasional PT Pulau Bintan Djaya Indra Bakti, sebelum masa pandemi, tujuan utama ekspor adalah negara produsen ban mobil. Mereka sempat khawatir ekspor akan macet karena negara tujuan utama, yaitu Amerika Serikat, China, dan Italia, terdampak sangat parah oleh Covid-19.
Permintaan karet untuk bahan baku ban mobil dari tiga negara itu memang menurun sejak Januari lalu. Namun, mulai Februari, muncul permintaan baru dari negara lain. Beberapa di antaranya adalah Malaysia, Inggris, Montenegro, Kanada, Jepang, Mesir, Turki, Brazil, dan Korea Selatan.
“Hal itu menyelamatkan kami. Sebanyak 280 karyawan terhindar dari pemutusan hubungan kerja dan tetap mendapat tunjangan hari raya. Sampai sekarang operasional pabrik masih normal,” ujar Indra.
Menurut Donni, peningkatan ekspor karet lempengan dari Bintan itu selaras dengan kenaikan kebutuhan karet sebagai bahan baku pembuatan alat pelindung diri untuk petugas kesehatan, terutama sarung tangan. Ia memprediksi tren ini akan berlanjut selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Ekspor terbanyak PT Pulau Bintan Djaya dilakukan pada Maret lalu, sebanyak 1.763 ton. Sebenarnya, hal itu masih bisa dioptimalkan lagi mengingat kapasitas produksi bisa mencapai 2.400 ton per bulan. Namun, rantai produksi pabrik yang beroperasi sejak 1969 itu masih kerap terkendala kerusakan mesin.[*]
More Stories
Pembangunan Tercepat 1.000 Unit Apartemen di IKN Sudah Siap Dihuni ASN
Penyelundupan 408 Kaleng Miras di Gagalkan Satgas Yonarmed 11 Kostrad Di Perbatasan Indonesia-Malaysia
Antisipasi Pelintas non-Prosedural, Pensiunan Petugas Imigrasi Bantu Perkuat Pengawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia