9 Oktober 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

New Normal Menuju New Indonesia

BatasNegeri – Protokol new normal yang diputuskan pemerintah untuk diberlakukan harus dilihat sebagai momentum bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dan membenahi kehidupannya kembali. Momentum ini harus dilihat sebagai langkah awal untuk mewujudkan ketahanan nasional yang akan dan harus diwujudkan dan dimulai dari kondisi tatanan kehidupan baru.

Oleh karena itu, dalam konteks new normal, pemerintah tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tetapi harus dibantu agar terwujud “The New Indonesia”. Demikian dijelaskan alumnus Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXI Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) AM Putut Prabantoro, yang juga Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) di Jakarta, Selasa (26/5/2020).

Jika dapat diibaratkan, kata Putut Prabantoro, melawan Covid-19 adalah perang yang sesungguhnya dan seluruh dunia saat ini berperang melawan penyakit ini agar dapat kembali ke kehidupan normal. Prihatinnya, perang ini sungguh sulit ditentukan kapan berakhir dan dimenangkan mengingat musuh yang dihadapi tak tampak meski ketakutan atau teror yang dibuatnya sudah sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari.

Covid-19 sebagai musuh tak tampak ini mengingatkan semua bangsa terhadap tiga senjata utama yang harus dimiliki untuk memenangkan perang. Perang dimenangkan jika suatu bangsa memiliki ketahanan di bidang pangan, air, dan energi, yang merupakan senjata utama.

Tanpa memiliki tiga senjata utama ini, perang tidak akan dimenangkan oleh bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilihat saat masa darurat dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan, kekhawatiran utama yang muncul adalah apakah pangan masih tersedia.

“Setidaknya dalam waktu satu bulan sudah dua kali, yakni April dan Mei 2020, Presiden Joko Widodo mengingatkan masyarakat Indonesia tentang ancaman krisis pangan. Dalam konteks ini, mengingat waktu perang melawan Covid-19 tidak berbatas, peringatan Presiden Jokowi harus diartikan sebagai kondisi sangat mendesak untuk mewujudkan ketahanan pangan. Jika tidak ada pangan, apakah kita tidak akan menanam sendiri, apakah tanahnya ada, dan apakah masyarakat Indonesia mau kembali ke sawah?” tegas Putut Prabantoro.

Alumnus PPSA XXI ini juga menekankan, pembentukan karakter bangsa Indonesia, sebagai contoh lain, harus dibangun kembali dengan pendekatan berbeda agar “The New Indonesia” juga memiliki warga negara yang memiliki wawasan baru dalam ketahanan nasional. Tanpa pembentukan karakter dengan cara yang berbeda, bangsa Indonesia tidak akan mampu menghadapi tantangan global menuju Tahun Emas 2045.

“Sebagai musuh tak berwujud, Covid-19 tanpa disadari sebenarnya membuka takbir karakter asli suatu bangsa. Secara halus tetapi pasti, Covid-19 memetakan karakter suatu bangsa ketika menghadapi ancaman yang memunculkan batas jelas antara kehidupan dan kematian, antara teknologi dan agama, antara kenyataan dan kabar bohong, atau antara akal sehat dan emosi. Berbagai pertanyaan dapat diajukan, termasuk apakah Indonesia adalah bangsa yang cuek atau terserah, tahan banting, disiplin, percaya pemerintah, termakan adu domba dan berita bohong, atau juga bangsa yang bertanggung jawab?” tanya Putut Prabantoro

Bagi pria asal Yogyakarta ini, new normal diandaikan akan mampu menghadirkan “The New Indonesia” yang mengajarkan bagaimana harus menjadi bangsa mandiri dan berdaulat serta tidak bergantung pada bangsa lain. Covid-19 membuka mata manusia, bagaimana langit biru sesungguhnya yang senantiasa terpolusi sebelum pademi itu datang. Melalui “The New Normal”, bangsa Indonesia akan terus melihat langit biru yang diwujudkan dalam “The New Indonesia” yang memperhatikan lingkungannya.

Covid-19 juga menunjukkan kepada bangsa ini, dijelaskan lebih lanjut, gotong royong adalah nilai luhur bangsa Indonesia yang harus diyakini dapat dilaksanakan. Nilai luhur itu dapat dilaksanakan tanpa harus melihat latar belakang suku, agama atau golongan dari mana masyarakat berasal.

Ketika setiap negara berusaha menyelamatkan masyarakatnya dari ancaman kematian karena Covid-19 dengan menutup diri, tidak ada pilihan lain bagi pendatang kecuali tetap tinggal di negara asal. Karena Covid-19 juga, 68 negara melarang masuk pendatang dari Indonesia. Artinya, tidak ada pilihan tempat aman bagi warga Indonesia, kecuali negaranya sendiri.

Oleh karena itu, untuk menjaga keberlangsungan kehidupan bersama, masyarakat harus bergotong royong untuk bertahan tetap hidup dan ini telah dibuktikan terjadi di banyak daerah pedesaan atau kampung di Indonesia selama masa pandemi ini.

Dalam “The New Indonesia”, masyarakat mempunyai semangat baru dan menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama. Sebagai konsekuensinya, gotong royong harus diyakini sebagai kunci keberlangsungan kehidupan bangsa. Nilai luhur ini juga sekaligus inti dari upaya untuk mewujudkan ketahanan nasional.

Diingatkan oleh Putut Prabantoro, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus melihat Pasal 33 UUD 1945 tentang kehidupan ekonomi harus dilaksanakan yang kesemuanya berintikan pada usaha bersama atau gotong royong. Ketahanan nasional tercapai ketika seluruh rakyat makmur dan itu bisa dicapai dengan gotong royong.

Namun, jika new normal tidak mengandaikan terbangunnya semangat The New Indonesia, maka sia-sialah momentum yang seharusnya dilihat oleh pemerintah dan bangsa Indonesia. (BERITASATU)