BatasNegeri- Selain pandemi Covid-19, volatilitas di pasar keuangan negara-negara berkembang (Emerging) banyak dipengaruhi oleh situasi geopolitik global yang kini bergejolak. Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar memaparkan bahwa perekonomian Indonesia cukup resilien dan diprediksikan untuk tidak masuk dalam resesi pada tahun ini.
Wamenlu Mahendra, yang pernah menjabat sebagai Kepala BKPM juga mengajak investor global untuk menanamkan modal di Indonesia yang menjanjikan yield yang lebih tinggi dan potensi besar sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.
Hal tersebut dikatakan Mahendra dalam diskusi yang digelar GIPA dengan menggandeng Mobius Capital Partners dan Kementerian Luar Negeri RI untuk mengadakan forum virtual, Global Connect Series.
Mahendra juga memberikan update tentang ketanggapan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan domestik untuk memproduksi masker hingga dua jenis ventilator dalam waktu tiga bulan secara end-to-end.
“Bahkan, Indonesia sekarang mulai mengekspor alat-alat medis yang berstandar internasional ini ke luar negeri,” tambah Mahendra yang sempat menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk AS,” katanya dalam keterangannya, Selasa (23/6/2020).
Keyakinan serupa juga diutarakan Steven Marcelino, Chairman GIPA selaku moderator dalam forum ini mengatakan seluruh perekonomian di G20 akan masuk resesi tahun ini menurut prediksi the Economist Intelligence Unit, kecuali Tiongkok dan Indonesia saja dengan pertumbuhan kecil di angka positif antara 0,5 persen-1,0 persen.
Sementara itu investor legendaris kelas dunia, Dr. Mark Mobius yang merupakan Founder dari Mobius Capital Partners yang juga turut hadir dalam forum ini mengutarakan keyakinan bahwa Indonesia telah menunjukkan kekuatan yang dimiliki untuk mengubah krisis dari covid-19 untuk menjadi sebuah peluang untuk melakukan perubahan dan melangkah maju.
Mark memaparkan bahwa pandemi Covid-19 ini akan mempercepat laju perubahan tatanan global, yang sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum pandemi ini. Tiga hal yang spesifik menurutnya yakni tatanan global akan melihat lebih banyak “balkanisasi” yang terjadi dengan melemahnya perjanjian-perjanjian multilateral, kedua Diversifikasi dari rantai pasokan global atas upaya berbagai perusahaan untuk mengalihkan produksi dari Tiongkok ke negara-negara dengan labour cost yang rendah seperti di Asia tenggara, dan ketiga arus teknologi yang tak terbendung mampu membuat dunia semakin global tanpa batas ruang dan waktu.
“Perubahan yang begitu cepat ini tidak akan mengakhiri tren globalisasi, malah sebaliknya,” tambah Mark yang mendapatkan gelar PhD di bidang ekonomi dari MIT pada tahun 1964.
Dengan penuh optimisme, Mark percaya bahwa pemulihan ekonomi akan berbentuk V (V-Shaped). Meskipun terdapat volatilitas lebih tinggi, pasar berkembang sudah bangkit kembali, bahkan telah melebihi Pasar di AS atau di Eropa. Minat investor global sendiri terhadap Indonesia saat ini dianalogikan seperti di abad 16-an di mana berbagai ekspedisi berburu “The Spice Islands” karena kekayaan rempah Indonesia yang cukup langka disaat ratusan tahun silam.
Forum ini dihadiri oleh lebih dari 500 profesional serta eksekutif dari 110 kota yang tersebar di 30 lebih negara, juga terdapat sekitar 2.400 mengamati tayangannya 3 jam pasca acara.
“GIPA sebelumnya pernah menggandeng World Economic Forum, Bloomberg, Kemenkeu dan berbagai mitra strategis lain dalam membawa perspektif dari pemimpin dunia untuk kita di luar negeri maupun di tanah air,” ujar Hilmi Kartasasmita, Head of Indonesia GIPA yang selaku MC dalam forum ini. (beritasatu)
More Stories
Satgas Yonif 131/BRS Gagalkan Penyelundupan 2kg Narkoba di Perbatasan RI-PNG
Waspada Virus ASF, PLBN Entikong Perketat Pengamanan Pemasokan Ternak ke Indonesia
Tiga KEK yang Menurut Menko Airlangga Hartarto Bermasalah