11 Oktober 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Warga melintas di dekat spanduk sosialisasi Pemilu 2019 yang dipajang di Kantor KPUD Wamena, Jayawijaya, Papua, Minggu (14/4). ANTARA FOTO/Yusran Uccang/foc.

Kriminalisasi Dalam Pemilu Harus Dihentikan

BatasNegeri – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Petalolo mengemukakan, aturan-aturan yang melahirkan kriminalisasi terhadap pelaksanaan Pemilu atau Pilkada yang ada selama ini harus dihentikan. Pelanggaran dalam Pemilu atau Pilkada hendaknya tidak semua dibawa ke hukum pidana pemilu tetapi diletakan dalam hukum administratif.

“Harus ada dekriminalisasi penyelenggaraan pemilu. Harus lebih banyak membuat aturan dalam terkait pelanggaran administrasi,” kata Dewi dalam diskusi virtual bertema Penataan Hukum Pidana Pemilu di Jakarta, Senin (13/7/2020).

Dewi menyebutkan, aturan pidana pemilu yang dari pemilu ke pemilu terus bertambah. Pada pemilu tahun 1955, ada 14 pasal yang mengatur pidana pemilu. Pada pemilu 2004, naik menjadi 26 pasal. Pada pemilu 2009, naik lagi menjadi 54 pasal. Adapun pada pemilu 2019, naik menjadi 77 pasal. Anehnya, dari 77 pasal pidana pada pemilu 2019, hanya 18 pasal yang bisa digunakan hingga sampai pada putusan inkrah atau tetap. Sementara yang lain menjadi pasal mati yang tidak bisa digunakan.

“Ini kan over kriminalisasi dalam pemilu. Kami tidak menemukan rasionalitas kenapa muncul begitu banyak pasal pidana sehingga melahirkan pemilu terlalu dikriminalisasi,” ujar Dewi.

Dari pasal-pasal yang ada, banyak juga yang multitafsir. Akibatnya tidak bisa diterapkan karena menimbulkan penolakan dan perdebatan.

“Dalam UU Nomor 7 Tahun 2107 tentang Pemilu, masih lebih banyak mengatur soal pidana. Kalau dari kami mengharapkan lebih baik masuk dalam pengaturan administratif. Kedepan, kami harapkan yang over kriminalisasi itu menjadi hukum administrasi saja. Misalnya berupa mendiskualifikasi calon atau pasangan calon jika terbukti melanggar,” jelasnya.

Dewi juga mengusulkan pidana pemilu dilepaskan dari Bawaslu dan diserahkan ke Polri. Namun yang dilepas hanya kasus-kasus kejahatan yang terkait langsung dengan keterpilihan anggota legislatif atau kepala daerah seperti politik uang, perubahan suara, pemalsuan dokumen, dan berbagai kejahatan lainnya. (beritasatu)