BatasNegeri – Yohanis Fransiskus Lema, Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PDI Perjuangan dari Dapil NTT II bertemu dengan warga di pesisir Pantai Utara Timor yang mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan dan petani. Kegiatan serap aspirasi dilakukan secara virtual untuk mencegah penyebaran virus Covid-19.
Pertemuan virtual dilakukan pada 5 Agustus 2020 tersebut dihadiri perwakilan nelayan dan petani dari sejumlah wilayah Pantura Timor yang terdiri dari daerah Wini dan Kaubele di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan daerah Atapupu di Kabupaten Belu.
Pertemuan tersebut lahir karena insiatif warga pesisir Pantura untuk berbagi masalah aktual mereka kepada Ansy Lema melalui fanpage. Keluhan mereka sangat substansif terkait persoalan di Pantura, sehingga dipilih menjadi wilayah serap aspirasi.
“Semenjak awal terpilih, saya memberikan perhatian besar kepada wilayah perbatasan karena wilayah perbatasan adalah teras bangsa dan negara kita. Namanya teras tidak boleh kumuh, tidak boleh tertinggal, dan harus dibangun serta ditata dengan baik”, ucap Ansy Lema membuka kegiatan reses virtual.
Sebagai politisi yang sangat mengakar di NTT, Ansy Lema paham betul bagaimana daerah-daerah seperti Rote Ndao dan Pantura Timor yang membentang dari Kabupaten TTU-Belu adalah daerah strategis yang mewujudkan cerminan bangsa dan negara bagi negara tetangga maupun dunia internasional. Sayangnya, selama ini daerah perbatasan sering kali dipandang sebelah mata. Presiden Joko Widodo dengan visi besarnya untuk membangun wilayah kategori 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) terutama di Indonesia Timur-lah yang kembali mengkalibrasi arah pembangunan bangsa.
“Bukti konkret kepedulian Presiden Joko Widodo bagi insiatif ini dapat kita lihat dari pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Wini. Ini adalah langkah awal pemerintah pusat. Masyarakat bersama pemerintah daerah harus terus berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas daerah perbatasan”, ujarnya ketika menggambarkan kemajuan pembangunan daerah 3T, terutama di NTT.
Melalui reses virtual ini ditemukan bahwa akar permasalahan sosial yang terjadi di Pantura tidak lain adalah problem kemiskinan struktural. Sebagai mantan dosen dan konsultan politik, Ansy Lema mengidentifikasi bahwa kemiskinan struktural yang terjadi di wilayah Pantura disebabkan karena kebijakan pembangunan daerah selama ini tidak memihak pada kesejahteraan neyalan dan petani.
“Contohnya kebijakan sistem kontrak kapal antara pemerintah daerah dan para nelayan di Pantura, di mana setiap tahunnya nelayan pengguna kapal harus membayar Rp. 20 hingga 50 juta rupiah kepada pemerintah daerah untuk bisa menggunakan kapal,” papar Ansy.
Selain masalah tingginya biaya kontrak kapal, nelayan juga mengeluhkan mangkraknya pembangunan pabrik es batu dan alat penyaringan air laut di Wini. Lebih ironisnya lagi, kapal patroli sangat minim ditemukan di pesisir Pantura. Jika ada kapal nelayan yang tenggelam, korban terlambat ditolong. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan kemiskinan struktural terjadi dalam kehidupan nelayan.
“Maka, nelayan Pantura sangat membutuhkan bantuan mulai dari sarana prasarana seperti Kapal 10 GT dan pukat hingga pelayanan keamanan dari kapal patroli dan pengembangan Sumber Daya Manusia serta bantuan pemodalan di Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM),” tambahnya.
Menurut Ansy, potensi Pantura sangat besar. Pasar perbatasan di Pantura sering dikunjungi warga Timor Leste, sehingga jadi pusat ekonomi warga. Apalagi wilayah Pantura kaya hasil laut seperti ikan tembang, kembung, julung-julung, dan berbagai tangkapan lainnya. Kini Tanjung Bastian di Wini sering dikunjungi masyarakat Timor.
“Jangan lupa, saudara-saudara di Pantura juga banyak kedatangan wisatawan yang mau ke Pantai Wini seperti Tanjung Bastian, PLBN , dan pelabuhan. Saya yakin kita bisa kembangkan semua sektor bersama-sama, perikanan, pertanian, hingga pariwisata di Pantura Timor”, lanjutnya.
Wakil rakyat dari NTT ini menutup kegiatan reses dengan memberikan semangat bagi warga Pantura. Pengembangan Pantura Timor bisa menjadi pilot project, contoh bagi pengembangan kawasan pantai di wilayah pesisir pantai perbatasan di Indonesia.
Namun, aktivis 98 itu memberi catatan, kunci dari pembangunan Pantura Timor sangat bergantung kepada semangat gotong royong, dan kerendahan hati untuk meninggalkan ego diri maupun lembaga. Eksekutif-legislatif, pemerintah pusat maupun daerah harus saling terbuka untuk bekerja sama.
“Rencana besar kita bersama butuh kerja cerdas, kerja keras, dan kerja sama yang solid. Filosofi khas masyarakat suku Dawan Pantura Timor harus kita pegang terus, yakni nekaf mese ansaof mese, satu hati satu jiwa”, tegas Ansy.
Ansy juga mengajak warga Pantura Timor untuk bergandeng tangan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi nelayan dan tani di wilayah perbatasan. (tribunnews)
More Stories
Satgas Yonif 512/QY Bagikan Makanan Gratis untuk Anak-anak Sekolah di Perbatasan PNG
PMI Pusat Adakan Pelatihan Fasilitator PMR di Perbatasan Natuna
Tokoh Pemuda Perbatasan Entikong Surati Presiden Prabowo tentang Perekonomian Perbatasan