24 Maret 2023

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Babak Kedua Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, Semoga “Kesalahan” di 2007 Tidak Kembali Terulang

BatasNegeri – Pemerintah Indonesia dan Singapura telah menyepakati sebuah perjanjian penting, yaitu perjanjian ekstradisi. Melalui perjanjian yang diteken dalam acara Leader’s Retreat di Bintan, Kepulauan Riau, pada 25 Januari 2022 itu, kedua negara dapat mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

Dengan adanya perjanjian ekstradisi ini, buron-buron kejahatan yang selama ini kabur ke Singapura bisa segera diproses hukum. Selain itu, Indonesia juga bisa melakukan penggeledahan dan menyita aset pelaku kejahatan yang berada di Singapura sesuai sistem hukum kedua negara. Perjanjian ekstradisi itu berlaku surut atau berlaku sejak diundangkan selama 18 tahun ke depan.

Selain perjanjian ekstradisi, ada dua kesepakatan lain yang ikut diteken, yaitu mengenai penyesuaian pengelolaan ruang udara Indonesia yang selama ini dipegang Singapura atau Flight Information Region (FIR) di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna, serta perjanjian untuk kepentingan pertahanan negara atau Defence Cooperation Agreement (DCA).

Kendati tidak sama persis, perjanjian-perjanjian itu pernah diteken Pemerintah Indonesia dan Singapura tanggal 27 April 2007 di Istana Tampaksiring, Bali. Kala itu, penandatangan dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda dan Menteri Luar Negeri Singapura Geogre Yeo, disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Selain menandatangani kerjasama ekstradisi, kedua negara melalui menteri pertahanan masing-masing juga menandatangani kerjasama pertahanan. Kerjasama Pertahanan pada 2007 tersebut dititikberatkan pada pengaturan tentang wilayah latihan militer. Indonesia akan memberikan fasilitas wilayah latihan udara dan laut tertentu kepada Singapura. Dalam wilayah latihan itu Singapura juga dapat meminta latihan bersama dengan pihak ketiga atas seizin Indonesia. TNI sendiri juga akan melakukan latihan di wilayah Singapura termasuk akses terhadap peralatan dan teknologi militer yang dimiliki Singapura.

Persoalannya, terkait perjanjian ekstradisi dan DCA yang telah diteken tahun 2007 itu, pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan lantaran “menghilang” dalam proses legislasi di DPR RI saat itu. Karena bagaimanapun juga, perjanjian-perjanjian tersebut harus diratifikasi oleh parlemen. Baru setelah itu, bisa dieksekusi oleh Pemerintah.

Dikutip dari Koran Tempo, DPR RI pada waktu itu melihat bahwa dokumen DCA yang ditandatangani bersama dengan perjanjian ekstradisi tersebut mengancam kedaulatan wilayah Indonesia. Sebab, salah satu substansi perjanjian DCA memungkinkan angkatan perang Singapura melakukan latihan di wilayah udara dan laut Indonesia.

DPR RI lalu menolak meratifikasi perjanjian DCA. Akibatnya, sebagaimana dilansir dari kemenkumham.go.id, perjanjian ekstradisi gagal dilaksanakan karena pihak Singapura kala itu menginginkan pelaksanaan perjanjian ekstradisi paralel dengan pelaksanaan perjanjian kerja sama pertahanan.

Perjanjian DCA dan perjanjian ekstradisi telah mengalami sejumlah revisi melalui berbagai pertemuan dan terus diperjuangkan oleh kedua negara hingga pertemuan Leaders’ Retreat Indonesia pada 2019. Dalam pertemuan itu, kedua negara sepakat untuk membahas batas-batas teritorial kedua negara dalam perjanjian kerja sama pertahanan yang ditandatangani bersama dengan perjanjian ekstradisi pada 25 Januari 2022 lalu.

Sebagai bangsa, kita berharap, para wakil rakyat yang duduk di DPR RI, dengan segala itikad baik, segera merespon upaya dan terobosan yang telah dilakukan Pemerintah.  Singkirkan dulu kepentingan-kepentingan partai dan kepentingan pragmatis lainnya. Jika kita ingin negeri ini semakin berdaulat, perjanjian ekstradisi dan DCA adalah salah dua jawabannya. Semoga[*]