28 Maret 2023

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

China Klaim Natuna Dulu Wilayahnya, Ilmuwan Malaysia: Ada di Hukum Johor, Harusnya Milik Kami Bukan Indonesia!

BatasNegeri – Terletak tak jauh dari Malaysia, Natuna adalah wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.

Natuna Indonesia yang juga berbatasan dengan Laut China Selatan terletak tak jauh dari Malaysia, yakni di antara 1° 16’ – 7° 19’ Lintang Utara dan 105° 00’ – 110°00’ Bujur Timur.

Dikutip dari BBC, Indonesia mengambil langkah berani pada tahun 2017 lalu dengan  mengganti nama zona ekonomi eksklusif di bagian utara Kepulauan Natuna menjadi Laut Natuna Utara, beberapa di antaranya berada dalam sembilan garis putus-putus yang diklam oleh China, yang dianggap sebagai niat untuk menantang Klaim kedaulatan Tiongkok di Laut Cina Selatan.

Namun belakangan, China justru mengaku jika Natuna Indonesia adalah bagian dari wilayahnya.

Beijing membeberkan ulasan sejarah kenapa Natuna bisa mereka klaim miliknya.

Zhanghai Qitou

Dikutip dari 163.com, 16 Maret 2022, media asal China tersebut menjelaskan bahwa pulau Natuna memiliki sejarah Tiongkok Kuno.

Bagi China, Natuna mereka sebut Zhanghai Qitou.

“Kepulauan Natuna memiliki hubungan yang mendalam dengan Tiongkok kuno.

“Sebelum Dinasti Han, orang dahulu menyebut tempat ini Zhanghai, yang disebut Kepulauan Natuna sebagai Zhanghai Qitou, dan menyebut Pulau Natuna sebagai Qitou Besar,” jelasnya.

Kemudian pada zaman Dinasti Song, kapal-kapal asing yang melewati Natuna menganggap pulau tersebut milik kerajaan China.

“Pada Dinasti Song, karena perkembangan pelayaran, banyak kapal di sini, dan kapal asing yang melewati Natuna dianggap telah masuk ke wilayah China.”

Dinasti Ming

Beranjak ke era Dinasti Ming, kerajaan mengutus Zheng He atau akrab dikenal di telinga publik Indonesia Laksamana Cheng Ho melakukan pelayaran ke Nusantara.

Cheng Ho ini dikenal dalam literatur China kuno sebaga ‘Pelayaran Zheng He ke Barat’.

“Keakraban antara China dan Kepulauan Natuna dimulai pada Dinasti Ming. Dispekulasikan bahwa Zhu Di, nenek moyang Dinasti Ming, memulai karirnya di Pertempuran Jingnan dan merupakan seorang perampas kekuasaan. Untuk menemukan Kaisar Jianwen yang hilang, dia memerintahkan Zheng He untuk melakukan tujuh pelayaran ke Bar membuka yang terbesar era “Pelayaran Zheng He ke Barat” dalam sejarah Tiongkok kuno,” ungkapnya.

Cheng Ho sebelum memasuki wilayah Nusantara, transit dulu di pulau Zhanghai Qitou alias Natuna.

“Karena lokasi lalu lintasnya, Dajiqitou digunakan oleh armada Zheng He sebagai pos pos pertama di laut, yang mengawali sejarah pengelolaan Kepulauan Natuna oleh Tiongkok.

“Bagan Navigasi Zheng He” dari Dinasti Ming menggambarkan lokasi Jijiqitou (Natuna).” papar 163.com.

Untuk memperkuat legitimisasi, Dinasti Ming mengubah nama Zhanghai Qitou menjadi Wanshengyu, Anbuna.

Dinasti Ming disebut mengelola kepulauan Natuna selama 200 tahun yang merupakan koloni terjauh di Utara.

“Pada 1433 M, Xuanzong Zhu Yawen dari Dinasti Ming (maaf, ada kebakaran di Dinasti Ming), yaitu Zhu Zhanji memutuskan untuk memberikan kata “Wanshengyu, Anbuna”, dan sejak itu memiliki nama resmi.

Orang-orang Dinasti Ming sebenarnya mengelola di sini selama 200 tahun, yang dapat dipahami sebagai koloni pertama Dinasti Ming.”

Sejarah kemudian berubah kembali saat Dinasti Ming hancur diman ada penduduk asli dari Chaozhou, Guangdong sebanyak 300 orang yang pro Dinasti Ming ‘bedol desa’ kabur dari kekuasaan Dinasti Qing ke Natuna.

Di sana sisa-sisa orang Dinasti Ming mendirikan kerajaan sendiri di Natuna.

“Pada akhir Dinasti Ming dan awal Dinasti Qing, Zhang Jiexu, penduduk asli Chaozhou, Guangdong, tidak puas dengan aturan Dinasti Qing di Tiongkok, sehingga ia memimpin 300 pasukan Ming ke selatan untuk menetap, mendirikan kerajaan tanpa aturan khusus nama, dan menjadi raja sendiri.”

Namun kerajaan yang didirikan Jiexu tak berlangsung lama lantaran invasi bangsa Eropa, Belanda pada abad ke-19 ke Natuna.

“Pada awal abad ke-19, pewaris terakhir Zhang Jiexu meninggal, kerajaan hancur, dijajah oleh Belanda, dan kemudian di bawah yurisdiksi Indonesia. Belanda menjajah Kepulauan Melayu dan Kepulauan Natuna secara bersamaan. Untuk memutuskan ikatan budaya dengan China, mereka mengubah Anbuna menjadi Natuna, yang merupakan asal dari Kepulauan Natuna,” jelas 163.com.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 serta hasil KMB di Den Haag, NKRI berdiri dan Natuna memang jadi hak negeri ini.

“Sejarah Kepulauan Natuna dapat dikatakan bahwa China seorang diri mengembangkannya menjadi surga, dan juga menjadi tanah merdeka bagi orang China. Pada pertengahan abad ke-20, Indonesia mengusir penjajah Belanda untuk mendirikan negara merdeka,” jelasnya.

Oke, Indonesia mungkin terima penjelasan sejarah dari China tersebut.

Namun jika dibalik seperti ini mungkin China bakal berpikir mengklaim Natuna milik mereka merupakan tindakan salah.

Kerajaan Sriwijaya

Pada abad ke-7 kerajaan Sriwijaya di Palembang berdiri.

Bahkan literatur soal kerajaan Sriwijaya ada di catatan Dinasti Tang dimana seorang bernama I Tsing menulis dirinya mengunjungi Sriwijaya pada 671 Masehi.

Hingga abad ke-12 Kerajaan Sriwijaya mengendalikan lalu lintas laut Samudera Hindia hingga pelabuhan di Madagaskar mereka kuasai.

Juga wilayah koloni Sriwijaya sangat luas mencakup Sumatera, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Singapura, Semenanjung Malaka, Thailand, Kamboja, Vietnam Selatan, Kalimantan, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Namun pada tahun 1205 kerajaan Sriwijaya runtuh karena serangan Rajendra Chola I dari Koromandel.

Sejak saat itu koloni kerajaan Sriwijaya lepas satu per satu.

Masalahnya apakah saat ini Indonesia lantas mengklaim Thailand, Kamboja, Singapura hingga Vietnam Selatan menjadi wilayahnya karena faktor sejarah koloni kerajaan Sriwijaya tadi?

Tentu tidak bukan karena faktor tersebut tak relevan dan alangkah bodohnya Indonesia bila masih nekat mengklaim wilayah negara lain di atas pada zaman modern ini.

Atau kenapa Belanda saat ini tak mengklaim seluruh wilayah Indonesia merupakan miliknya, toh faktor sejarah juga membuktikan bila Amsterdam pernah memiliki Nusantara selama 300 tahun lebih.

Begitu pula China menggunakan klaim kejayaan dinasti-dinasti usang mereka ke pulau Natuna milik Indonesia jelas tak sah di mata internasional apalagi PBB.

Tak cuma China, seorang ilmuwan dari negeri jiran Malaysia juga sempat mengusik kedaulatan Indonesia di Natuna.

Dikutip dari artikel terbitan MStar 7 Desember 2013, Mohd Hazmi Modh Rusli, dosen senior di Universiti Sains Islam Malaysia dan Associate Fellow di Institute of Oceanography and Environment, Universiti Malaysia Terengganu menyebut Sejarah Kepulauan Natuna tidak terlepas dari pengaruh negara-negara bagian di Malaya yang kemudian dikenal dengan Malaysia.

Menurut Mohd Hazmi Modh Rusli, jika dilihat pada peta Asia Tenggara, terlihat jelas bahwa Kepulauan Natuna secara alami berada sejajar dengan letak negara bagian Terengganu, jika ditarik garis lurus dari pantai negara bagian ke arah timur.

Perbatasan Indonesia jelas melengkung ke atas dan tidak dalam satu garis lurus.

Kepulauan Natuna merupakan salah satu aset utama dalam menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Berdasarkan sumber sejarah, masuk akal untuk mengatakan bahwa Kepulauan Natuna tidak ada hubungannya dengan Indonesia. Kepulauan Natuna berbeda dengan jajahan Belanda lainnya di Indonesia seperti Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Nusa Tenggara, Makassar dan Papua.

Uti possidetis juris

Wilayah-wilayah tersebut adalah milik Indonesia yang mewarisinya dari bekas penjajahnya, Belanda ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945. Konsep yang melekat dalam hukum internasional ini disebut uti possidetis juris.

Ketika Perjanjian 1824 dibuat, kepulauan Natuna masih berada di bawah pengaruh kesultanan Melayu melalui kekuasaan Yang Mulia Wan Muhammad al-Fathani. Juga, Perjanjian 1824 tidak secara eksplisit menempatkan pulau-pulau Natuna di bawah pengaruh Belanda.

Padahal, jika Traktat 1824 dicermati, Belanda tidak berhak membuka pemukiman di wilayah utara pulau Singapura yang jelas-jelas berada dalam wilayah pengaruh Inggris.

Logikanya, mengingat kepulauan Natuna masih berada dalam wilayah hukum pemerintah Johor ketika Perjanjian 1824 ditandatangani, seharusnya berada di bawah pengaruh Inggris yang merupakan pelindung kesultanan Johor saat itu.

Oleh karena itu, mungkin ada argumentasi yang mengatakan kepulauan Natuna seharusnya bersama Malaysia ketika kesultanan Johor merdeka dalam Federasi Malaya pada tahun 1957 melalui konsep uti possidetis juris,” tulis Mohd Hazmi Modh Rusli.

Ia menyebut Indonesia secara resmi memasukkan kepulauan Natuna sebagai wilayahnya pada tahun 1956, setahun sebelum Malaya (Malaysia) merdeka dan 6 tahun sebelum Konfrontasi Malaysia dengan Indonesia.

Malaysia saat itu masih di bawah kekuasaan Inggris dan belum menjadi negara berdaulat untuk mengklaim kedaulatan atas kepulauan Natuna.

Meskipun Malaya mencapai kemerdekaan pada tahun 1957 dan menjadi Malaysia pada tahun 1963, Konfrontasi Malaysia-Indonesia yang terjadi pada tahun 1962-1966 mungkin telah mengalihkan perhatian pemerintah Malaysia saat itu yang lebih fokus untuk mengakhiri konflik dengan Indonesia.

Sementara itu, Indonesia membutuhkan kepulauan Natuna agar dapat ditarik garis kepulauan yang menghubungkan pulau-pulau di dalam wilayah Indonesia untuk mewujudkan laut kepulauan untuk memenuhi cita-citanya menjadi negara kepulauan (Archipelago State) berdasarkan hukum maritim internasional.

Oleh karena itu, kemungkinan besar, atas dasar keinginan untuk mengakhiri konfrontasi dan berdamai dengan tetangga sekutu, masalah klaim kedaulatan atas kepulauan Natuna mungkin belum menjadi prioritas pemerintah Malaysia saat itu.

Sampai saat ini, Malaysia mengakui posisi kepulauan Natuna sebagai wilayah di dalam wilayah kepulauan republik Indonesia.

Dalam konsep hukum internasional, suatu wilayah dapat diperoleh oleh pemerintah atau kekuasaan yang berkuasa melalui empat cara, yaitu perluasan wilayah melalui cara alami (akresi), cession, kolonisasi, dan pendudukan atau resep yang efektif.

Resep mengacu pada tindakan suatu negara yang menegaskan kedaulatan dengan melakukan dominasi atas wilayah tertentu tanpa ditentang oleh negara lain.

“Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah menguasai Pulau Natuna selama 56 tahun tanpa ada keberatan dari Malaysia sejak tahun 1956.

Oleh karena itu, sulit bagi Malaysia saat ini untuk mengklaim kedaulatan atas kepulauan Natuna meskipun berdasarkan fakta geografis dan sejarah, kepulauan Natuna memang memiliki ikatan yang kuat dengan negara-negara di Semenanjung Malaya.

Fakta sejarah jelas menunjukkan bahwa kepulauan Natuna memiliki hubungan yang lebih jelas dan kuat dengan negara-negara Malaya daripada kerajaan-kerajaan awal di kepulauan Indonesia.

Namun, tidak ada klaim konsisten yang pernah dibuat oleh Malaysia dan penduduk Indonesia di kepulauan Natuna tidak pernah ditentang oleh Malaysia.

Kedaulatan Indonesia atasnya telah menciptakan ruang lingkup wilayah Indonesia yang membagi Malaysia menjadi dua bagian.

Sampai saat ini kepulauan Natuna tetap menjadi wilayah Indonesia meskipun secara geografis posisi kepulauan tersebut lebih sejajar dengan posisi Malaysia,” tulisnya.[gambar ilustrasi dari berbagai sumber]

zonajakarta.pikiran-rakyat.com