BatasNegeri – Nasib warga Kecamatan Pulau Laut, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memprihatinkan.
Mereka Kabupaten Natuna itu mengalami krisis listrik PLN yang berdampak pada layanan jaringan telekomunikasi.
Camat Pulau Laut, Bambang Erawan mengungkap jika pemadaman listrik di wilayahnya itu bisa bukan berlangsung selama beberapa jam. Melainkan sampai berhari-hari.
Menurutnya, kekacauan itu terjadi karena jumlah mesin listrik yang disediakan untuk mendukung daya listrik di Pulau Laut tidak cukup untuk mengatasi kondisi-kondisi darurat yang terjadi.
“Padamnya bukan hitungan jam, tapi hitungan hari. Kadang bisa sampai tiga hari mati listrik, betul-betul krisis. Pokoknya kacau lah,” kata Camat Bambang, Jumat (20/1/2023).
Ia menjelaskan jika terdapat dua unit mesin pembangkit listrik yang tersedia di Pulau Laut.
Dua unit mesin ini terdiri dari mesin utama dan mesin cadangan.
Parahnya dua unit mesin ini sering mengalami gangguan dan kerusakan yang mengakibatkan pemadaman mendadak dalam waktu yang lama.
Kondisi ini sudah saya sampaikan ke Manajer PLN Natuna.
Dalam koordinasinya ketika itu, mesin sedang dalam perbaikan.
“Maunya kami paling tidak cadangannya bisa tetap standbay sehingga kalau mesin utamanya rusak pemadaman tidak sampai lama-lama,” ucap Bambang.
Keadaan listrik yang kacau balau ini disebutnya berdampak buruk pada jaringan telekomunikasi di wilayah kecamatan perbatasan yang ia pimpin.
Bahkan warga Pulau Laut sudah sekitar tujuh hari ini tidak dapat layanan jaringan telekomunikasi, khususnya internet.
“Salah satu dampak listrik yang sering mati itu kami di Pulau Laut tidak dapat menggunakan internet. Kami tidak bisa mengirim ataupun menerima pesan melalui jaringan telekomunikasi,” paparnya.
Kondisi ini juga diakuinya sudah disampaikan kepada salah satu provider yang melayanai jaringan telekomunikasi di wilayah Pulau Laut.
“Mereka bilang ada alatnya yang rusak di tower akibat dari listrik yang sering mati mendadak. Jadi kami di pemerintah tidak dapat melakukan transaksi elektronik dan melakukan tugas-tugas yang berkenaan dengen telekomunikasi,” katanya.
Warga Pulau Laut sejak beberapa tahun belakangan ini banyak menggunakan transkasi elektronik untuk menjalankan usaha dan menyelesaikan urusan-urusan lainnya.
“Jadi bang, sejak adanya android dan masuknya jaringan, warga Pulau Laut banyak yang melakukan transaksi elektronik. Maklum lah tempat kami jauh dari mana-mana, jadi mumpung ada alatnya, warga menggunakan yang eletronik itu. Misal, orang tua bisa mingirimkan biaya sekolah anaknya yang bersekolah di luar daerah melalui transaksi elektronik itu. Maka kami bersyukur sekali ada teknologi ini, tapi sayangnya masih sering mengalami gangguan,” ungkapnya.
Dampak lain yang tidak kalah parahnya dari kekacauan kelistrikan ini juga terdapat di sektor ekonomi.
Sebagian besar kegiatan masyarakat bergantung pada daya listrik PLN.
Menurutnya sektor perikanan yang paling terdampak baik perikanan tangkap dan industri karena sektor ini sudah sangat bergantung pada listrik.
“Jadi jangankan listrik mati sampai tiga hari, mati dua jam saja sudah banyak sekali kerugian yang dialami masyarakat. Karena kebanyakan kegiatan masyarakat bergantung pada tenaga listrik. Nelayan kalau tidak ada es batu, ikannya jadi busuk dan tidak laku dijual,” tegasnya.
Namun demikian, ia mengaku kini listrik di Pulau Laut sudah hidup kembali karena proses perbaikan mesinya sudah selesai dilakukan oleh PLN.
Nasib Warga Pulau Mepar Lingga
Apa yang dialami warga Kecamatan Pulau Laut, Natuna tak berbeda jauh dengan warga Pulau Mepar, Kabupaten Lingga.
Sama-sama kabupaten di Provinsi Kepri, warga Pulau Mepar Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) belum menikmati aliran listrik PLN selama 24 jam.
Meski Pulau Mepar menjadi desa sekaligus gerbang utama pintu masuk ibu kota Daik Lingga, sampai saat ini pulau yang dihuni 175 Kepala Keluarga tersebut belum dapat menikmati aliran listrik PLN satu hari penuh.
Bahkan, Desa Mepar merupakan salah satu wilayah yang dikenal dengan wisata sejarah dan budaya.
Letaknya pun berhadapan langsung dengan pelabuhan Tanjung Buton, ibu kota Kabupaten Lingga.
“Listrik di Pulau Mepar itu hanya 14 jam, mulai pukul 17.00 WIB nyala dan mati lagi pukul 07.00 WIB,” kata Kepala Desa Mepar, Faif Sundoyo kepada TribunBatam.id, Minggu (15/1/2023).
Baru-baru ini, pria yang akrab disapa Handoyo ini berkunjung ke kantor PLN Cabang Dabo Singkep.
Kedatangan Kepala Desa Mepar ini disambut baik oleh Kepala PLN Cabang Dabo Singkep, Marwan Sholeh, didampingi dua orang staffnya.
Dalam kunjungannya, Handoyo menyampaikan tujuanya mendatangi Kantor PLN Cabang Dabo Singkep, untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat agar PLN dapat masuk ke Desanya.
“Kami sangat berharap agar pihak PLN bisa masuk ke Desa Mepar. Karena sejak terbentuknya Kabupaten Lingga, masyarakat kami sangat menginginkan aliran listrik dapat dinikmati selama 24 Jam,” ungkapnya.
Sementara Kepala Cabang PLN Dabo Singkep, Marwan Sholeh menyambut baik usulan masyarakat Mepar yang disampaikan oleh Kepala Desa Mepar.
Pihaknya pun setuju kalau Desa Mepar dapat menikmati listrik dari PLN dengan cara sambung langsung dari Pelabuhan Tanjung Buton ke Pulau Mepar.
“Namun hal tersebut perlu kita diskusikan dulu kepada Dinas terkait. Sehingga secara teknis nanti dilapangan tidak ada kendala,” terangnya.
“Marwan Sholeh juga menyampaikan, bahwa Bupati Lingga Muhammad Nizar juga sudah berkomunikasi terkait rencana penyambungan listri PLN ke Desa Mepar.
“Dengan kedatangan Kepala Desa ke kantor PLN Cabang Dabo Singkep, semoga cepat terealisasi penyambugan jaringan PLN ke Desa Mepar,” tambahnya. (tribunnews)
More Stories
Mengenal Siwabessy, Bapak Atom Indonesia dari Maluku
YARA Sebut Tidak Ada Referensi Apapun Terkait Perbatasan Aceh 1 Juli 1956
Pembangunan IKN, Simbol Pengembangan Diri dan Persiapan SDM