8 November 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Ini Sejarah dan Kronologi Integrasi Timor Timur

BatasNegeri – HARI Integrasi Timor Timur merupakan salah satu hari peringatan nasional di Indonesia. Sebelum ditetapkan sebagai hari nasional, proses integrasi Timor Timur tentunya telah melalui sejarah panjang yang menarik untuk diketahui.

Pada saat itu, Timor Timur tidak terlepas dari peran Indonesia. Untuk itu, sangat penting bagi masyarakat Indonesia untuk setidaknya mengetahui dan memahami sejarah dan kronologi integrasi Timor Timur ini.

Sejarah Peringatan Integrasi Timor Timur

Awalnya, Timor Timur mengalami beberapa kontroversi yang cukup serius pada tahun 1975 yang mengkhawatirkan pemerintah Indonesia. Soeharto, presiden saat itu, khawatir Timor Timur akan menjadi negara komunis karena masih berada di bawah kendali Portugis.

Setelah kontroversi ini, Soeharto menjalin pertemuan dengan presiden Amerika Serikat, Gerald Rudolph Ford Jr. dan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger di Jakarta untuk menceritakan situasi dari Timor Timur.

Mendengar situasi terkini tersebut, tentu saja pemerintah AS tidak ingin Indonesia menjadi negara komunis. Hal ini mendorong pemerintah untuk merilis transkrip pertemuan antara Soeharto dan Presiden AS tanpa sensor.

Di dalamnya terungkap penjelasan bahwa pemerintah AS sengaja membiarkan militer Indonesia melakukan invasi dari Timor Timur. Selain itu, terungkap juga pernyataan bahwa Amerika Serikat memberikan 90 persen persenjataan kepada militer Indonesia selama upaya invasi melawan blok komunis di bawah komando Uni Soviet. Tindakan ini diambil sebagai bentuk pembelaan atau pertahanan diri Indonesia terhadap Timor Timur.

Timor Timur adalah negara jajahan Portugis. Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, wilayah Timor Timur tidak lagi menjadi bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini dikarenakan wilayah Timor Timur masih menjadi bagian dari wilayah jajahan Portugis. Kemudian sebagai bentuk pertahanan, Indonesia melakukan Operasi Seroja untuk mempertahankan Timor Timur.

Selanjutnya proses integrasi Timor Timur masuk ke dalam wilayah Indonesia yang disahkan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1976 tentang Penyatuan ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat Satu di Timor Timur.

Timor Timur merupakan provinsi termuda Republik Indonesia di Orde Baru. Namun pada tahun 1999, Timor Timur berpisah dengan Indonesia dan mendirikan negara sendiri bernama Timor Leste pada tahun 2002.

Kronologi Integrasi Timor Timur

Secara politik, wilayah Timor Timur telah terpisah dari Indonesia sejak masa kolonial. Kebijakan dekolonisasi yang diterapkan oleh pemerintahan baru Portugis di Timor Timur menciptakan peluang bagi perkembangan politik di Timor Timur. Masyarakat Timor Timur memanfaatkan kesempatan ini untuk mendirikan sejumlah organisasi politik, seperti Union Democratica Timorense (UDT), Frente Revolucionári de Timor Leste Independente (Fretilin), Associacao Populer Democratica Timorense (Apodeti), Klibur Oan Timor Aswain (Kota), dan Trabalista.

Organisasi politik ini sering melakukan konsolidasi dan perundingan dengan Portugis. Namun belum membuahkan keputusan akhir.

Selama proses perkembangannya, organisasi politik tersebut kerap menimbulkan konflik dan ketegangan di Timor Timur. Konflik ini terjadi karena masing-masing organisasi politik berusaha mempertahankan pandangan dan prinsip yang dianutnya.

Selanjutnya, sebagai respon terhadap kebijakan dekolonisasi Portugis, Pada tanggal 8 Oktober 1974, Presiden Soeharto mengumumkan jika rakyat Timor Timur menginginkan untuk bergabung dengan Indonesia, maka aneksasi tidak dilakukan atas dua negara. Timor Timur akan menjadi bagian dari wilayah NKRI.

Portugis kemudian mengadakan pertemuan dengan Indonesia untuk membahas kebijakan Portugis terhadap wilayah Timor Timur. Pertemuan ini berlangsung pada tanggal 16 Oktober 1974.

Pada pertemuan ini, Portugis diwakili oleh Menteri Luar Negeri Portuguis, Dr. Antonio de Almeida Santos, sedangkan Indonesia diwakili oleh Presiden Soeharto. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Soeharto menegaskan bahwa Indonesia tidak mempunyai ambisi teritorial terhadap Timor Timur dan mendukung kebijakan dekolonisasi yang diusung pemerintah Portugis terhadap wilayah jajahannya.

Beberapa pertemuan lanjutan dilakukan antara Indonesia dan Portugis untuk membahas status dari Timor Timur. Pada tanggal 9 Maret 1975, terjadi pertemuan lanjutan di London antara Indonesia dan Portugis.

Dalam pertemuan tersebut, pemerintah Portugis masih yakin bahwa masyarakat Timor Timur telah memilih untuk bergabung dengan Indonesia. Pertemuan lainnya kembali diadakan di Roma, Italia pada tanggal 5 November 1975. Pertemuan ini menghasilkan Memorandum of Understanding (MoU) dimana Portugis mengakui hak semua partai di Timor Timur.

Berbagai perundingan pun terjadi. Negosiasi yang dilakukan pemerintah Portugis dengan Indonesia dan partai politik di Timor Timur tidak membuahkan hasil. Faktanya, terjadi konflik antar partai politik di Timor Timur yang berbeda visi.

Masing-masing partai politik berusaha mencapai visinya. Akibatnya konflik tersebut berakhir dengan konflik bersenjata.

Konflik bersenjata di Timor Timur dimulai pada bulan Agustus 1975. Pemerintah Portugis di Timor Timur gagal menyelesaikan konflik dan terkesan mengabaikan kepentingan wilayah konflik. Bahkan, Gubernur Timor Timur Portugis, Lemos Pires, meninggalkan Timor Timur dan memilih menyelesaikan masalah Timor Timur di Pulau Kambing (Pulau Atauro).

Lebih lanjut, awalnya Fretilin bersekutu dengan UDT untuk melawan Apodeti. Namun dalam perkembangannya, UDT mengalami konflik dengan Fretilin. Pada akhirnya, UDT bersatu dengan Apodeti, Kota dan Trabaista untuk melawan Fretilin yang komunis.

Fretilin adalah gerakan pertahanan yang dilakukan untuk perjuangan kemerdekaan Timor Timur. Fretilin menggunakan metode kekerasan dengan menggunakan senjata tentara Portugis.

Fretilin, yang telah tersingkir dari Dili, kembali menguasai Dili. Kemenangan Fretilin menyebabkan masyarakat yang mendukung integrasi Timor Timur mengungsi ke perbatasan Timor Timur-Indonesia.

Pada tanggal 28 November 1975, Fretilin mendeklarasikan kemerdekaan Timor Timur dan mendirikan Republik Demokrasi Timor Timur di Dili. Namun pernyataan tersebut tidak mendapat dukungan dari masyarakat Timor Timur maupun dunia internasional.

Menanggapi tindakan Fretilin, kelompok pro-integrasi Timor Timur mengeluarkan pernyataan proklamasi tandingan di Balibo pada tanggal 30 November 1975, yang selanjutnya disebut Deklarasi Balibo. Deklarasi Balibo menyatakan bahwa Timor Timur adalah bagian dari NKRI.

Akhirnya, konflik di Timor Timur mengundang intervensi PBB untuk menyelesaikannya. PBB telah menunjuk Indonesia dan Australia untuk menangani konflik di Timor Timur. Namun Australia mengalihkan mandatnya kepada Indonesia dan Indonesia selanjutnya melakukan sejumlah operasi militer.

Pergerakan pasukan Fretilin di wilayah perbatasan Indonesia membuat militer Indonesia memutuskan untuk melakukan Operasi Komodo. Aksi militer proaktif ini bertujuan untuk melindungi bangsa Indonesia dari ancaman Fretilin.

Setelah itu, operasi ini dilanjutkan dengan Operasi Flamboyan. Selama Operasi Flamboyan, militer Indonesia merebut wilayah barat Timor Timur dan membebaskan para pemimpin UDT dan Apodeti yang ditahan oleh Fretilin.

Selesai Operasi Flamboyan, operasi ini kemudian dilanjutkan dengan Operasi Seroja yang dimulai pada tanggal 7 Desember 1975. Pasukan Indonesia menginvasi Timor Timur di bawah tekanan Amerika Serikat dan Australia, yang menginginkan Fretilin komunis tidak mengambil alih kekuasaan di Timor Timur.

Operasi Seroja dan Militer Indonesia

Pasukan Indonesia mulai melintasi perbatasan di sekitar Atambua pada tanggal 17 Desember 1975, menandai dimulainya Operasi Seroja dan militer Indonesia harus menghadapi pasukan Fretilin. Setelah itu operasi Seroja secara resmi berakhir pada tahun 1978 dengan kekalahan Fretilin.

Pada 1 Mei 1976, kepala pemerintahan sementara Timor Timur mengajukan petisi kepada pemerintah Indonesia. Petisi tersebut berisi penajuan integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia.

Berdasarkan petisi tersebut, pemerintah Portugis menginginkan integrasi Timor Timur bergabung dengan Indonesia tanpa referendum. Pemerintah Indonesia secara resmi mengakui Timor Timur sebagai provinsi Indonesia pada tanggal 17 Juli 1976.

Dasar pembentukan provinsi Timor Timur adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1976 tentang pembentukan Timor Timur sebagai provinsi ke-27. Dasar ini diperkuat dengan Ketetapan Nomor Vl/MPR/1978 tanggal 22 Maret 1978.

Selanjutnya pemerintah Indonesia menunjuk Arnaldo dos Reis Araujo sebagai gubernur Timor Timur dan Francisco Lopez da Crus sebagai wakilnya pada 17 Juli 1976.

Belakangan, ternyata aneksasi Timor Timur dengan Indonesia tidak bertahan cukup lama. Di bawah kepemimpinan B.J Habibie, pasca gulingnya rezim Soeharto, diadakan referendum pada tanggal 30 Agustus 1999 untuk menentukan apakah Timor Timur akan berpisah dari Indonesia.

Hasil referendum menyatakan bahwa mayoritas penduduk Timor Timur menginginkan kemerdekaan dari Indonesia. Konflik berkecamuk hingga pasukan penjaga perdamaian PBB untuk Timor Timur (INTERFET) turun tangan. Akhirnya pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste.[*]

mediaindonesia.com