6 November 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Barantin Cek Jalur Laut Perbatasan Indonesia Singapura

BatasNegeri – Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin), Sahat M Panggabean pimpin patroli bersama Badan Karantina Indonesia dengan Bea dan Cukai Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Karimun , yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Menurutnya kegiatan tersebut dilakukan7 sebagai bentuk sinergi sekaligus meninjau kondisi lapangan terkait kerawanan pemasukan dan pengeluaran komoditas hewan, ikan, tumbuhan dan produknya.

“Jalur dan pulau terluar ini penting, karena di wilayah ini sering masuk berbagai komoditas yang tidak resmi6 melalui jalur atau pelabuhan kecil yang belum ditetapkan, ini yang perlu diantisipasi,” ungkap Sahat saat patroli bersama yang dilakukan pada Kamis, 3 Oktober 2024 di perairan Tanjung Balai Karimun.

Seperti diketahui, perjalanan laut dari wilayah Batam atau Karimun ke Singapura dan Malaysia dapat ditempuh hanya sekitar satu jam perjalanan. Selain itu kerawanan juga terjadi karena banyak jalur tidak resmi yang memungkinkan kapal dari luar melakukan aktifitas pemasukan berbagai komoditas karantina. Dari data yang diperoleh Barantin, di wilayah7 Kepulauan Riau setidaknya ada 76 pelabuhan kecil yang tidak ditetapkan dan berpotensi menjadi tempat pemasukan media pembawa secara ilegal. Pelabuhan-pelabuhan kecil tersebut tersebar di Batam, Bintan, Tanjung Pinang, Anambas, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Batu, dan Pelabuhan Moro yang menghubungkan jalur laut timur dari perairan Aceh hingga ke Lampung.

“Ini makanya kita perlu sinergi bersama, bahkan mereka bisa melakukan pertukaran komoditas di laut, nah ini yang tidak kita inginkan, ini yang perlu kita sosialisasikan bahwa itu tidak benar, bahwa itu berisiko,” tegas Sahat.

Menuturnya, risiko pemasukan komoditas secara ilegal dapat membawa hama dan penyakit ke wilayah NKRI. Secara khusus ke wilayah Kepri dan Riau, bahkan hingga ke Sumatera dan wilayah Banten serta Jakarta.

Menurut Herwintarti, Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kepulauan Riau (Karantina Kepri), selama periode bulan Januari sampai Agustus jumlah tindakan karantina penahanan sebanyak 190 kali, dengan total komoditas sebesar lebih dari 2 ton yang sebagian besar berupa barang bawaan penumpang dari Malaysia dan Singapura yang tidak dilengkapi dokumen karantina.

Herwintarti juga menambahkan, bahwa selain kegiatan penahanan yang dilakukan dibandara dan pelabuhan, Karantina Kepri juga mendapatkan komoditas yang diserahterimakan dari Bea dan Cukai wilayah Kepri. Total komoditas yang ditahan oleh Bea dan Cukai sebanyak 79,4 ton berupa bawang bombay, bawang merah, daging beku dan benih bening lobster yang ditangkap ditengah laut ketika akan memasuki maupun keluar wilayah NKRI.

Dari data tersebut, penahanan terhadap media pembawa atau komoditas sebagian besar karena tidak melengkapi dokumen persyaratan karantina, serta pemasukan melalui jalur laut ilegal. Sehingga menurut Herwintarti, perlu terus dilakukan penguatan, kolaborasi dan sosialisasi bahwa hal tersebut sangat mengancam kelestarian sumberdaya alam hayati Indonesia.

Kegiatan apel patroli bersama Barantin dan Bea Cukai tersebut diikuti oleh 100 personil, yang terdiri dari Petugas Karantina serta Bea dan Cukai Kepulauan Riau. Selain menargetkan kegiatan ilegal lalulintas komoditas karantina, kegiatan patroli juga mengecek jalur dan tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran atau pelabuhan tidak resmi yang ada di wilayah Karimun.

Menurut Sahat, pengawasan terhadap lalulintas komoditas karantina, saat ini tidak dapat dilakukan secara mandiri oleh Barantin. Pengawasan harus melibatkan banyak pihak, seperti instansi terkait di wilayah perbatasan juga masyarakat umum.

Komitmen penguatan kolaborasi tersebut menurut Sahat merupakan hasil kinerja bersama yang telah terjalin kuat dan menjadi model sinergitas dalam Join Sistem Digital, Join Inspection dan Join Single Submission.

“Ini penting ya, jadi pengawasan karantina ini bukan mau membatasi atau menghambat, kita fokus pada risiko, kalau ini jebol, lemah, yang rugi ya nanti kita-kita juga, ya kan. Makanya ini perlu sinergi, perlu kesadaran masyarakat juga, bahwa yang kita lindungi itu ya diri kita sendiri, masa depan anak cucu kita,” pungkas Sahat. [karantinaindonesia.go.id]