27 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Aneka Topik Pembahasan Pada KTT Asean Ke-33 di Singapura

BatasNegeri – KTT Asean ke-33 pada 11-15 November 2018 di Singapura kali ini memiliki nilai strategis. Terutama, mengacu ragam persoalan yang muncul, bukan hanya di lingkup Asean, melainkan juga dalam ranah global, termasuk juga problem dari dampak perang dagang. Terkait dengan ini, Asean memang tidak bisa lepas dari berbagai konflik dan ini ialah konsekuensi terkait dengan heterogenitas anggotanya.

Oleh karena itu, penyelenggaraan KTT Asean pada dasarnya ialah untuk mereduksi berbagai konflik. Meski, di sisi lain juga tidak bisa terlepas dari komitmen untuk membangun sinergi antaranggota. KTT Asean ke-33 kali ini harus mampu merumuskan kesepakatan untuk mengantisipasi fluktuasi pasar global. Belum lagi imbas dari perang dagang AS-Tiongkok dan juga jaminan stabilitas iklim sospol Asean.

Dalam KTT Asean ke-33 ini dibahas beberapa agenda penting, yaitu implementasi dan perkembangan pencapaian komunitas Asean, yang terdiri atas tiga pilar, yaitu politik-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya. Esensi tiga pilar ini diharapkan terwujud di Asia Tenggara.

Selain itu, dibahas master plan Asean connectivity, perkembangan kawasan, dan isu era global. Termasuk, perkembangan pembahasan masalah Laut China Selatan. Khusus persoalan Laut China Selatan, hal ini telah mencapai perkembangan yang baik karena ada indikasi terkait dengan kemajuan pada pedoman perilaku (code of conduct) di perairan tersebut.

Hal yang juga menarik, pembahasan terkait dengan demokratisasi Myanmar yang seolah menjadi isu wajib pada setiap KTT Asean. Terutama terkait dengan sanksi ekonomi yang diberikan AS. Yang justru menjadi pertanyaan, ialah bagaimanakah isu-isu sosial–ekonomi di Asean dapat direduksi, termasuk juga gejolak ekonomi global?

Isu konflik
Asean yang pada Agustus tahun ini berusia 51 tahun tampaknya masih berkutat dengan persoalan kesenjangan. Oleh karena itu, KTT Asean ke-33 kali ini, RI berharap ada pembahasan lebih serius terkait dengan kesenjangan yang ada. Upaya ini setidaknya untuk mereduksi hambatan yang muncul dari pencapaian Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Problem lain yang juga tidak kalah pentingnya, yaitu terjadinya kendala ekspor beberapa produk dari Asean ke pasar Uni Eropa akibat aturan standar produk yang sangat ketat.

Beberapa persoalan itu sebenarnya juga telah dibahas KTT Asean sebelumnya. Terkait dengan hal ini bahwa persoalan tentang kesenjangan ekonomi, baik internal negara atau antarnegara memberikan makna mendasar bagi proses perjuangan Asean ke depan, terutama dikaitkan dengan semakin peliknya tantangan globalisasi.

Di sisi lain, problem intern kawasan juga masih terus berkecamuk. Paling tidak ini terlihat dari konflik perbatasan dan konflik di Myanmar serta kasus pulau-pulau terluar dari Indonesia. Serta meningkatnya kasus melalui perundingan bilateral-multilateral.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika ke depan, Asean perlu lebih waspada dalam melihat semua persoalan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mereduksi berbagai konflik. Selain itu, menuju pendewasaan Asean, maka Asean dan mitra dialog perlu ada kesamaan pandangan dan pemahaman dikaitkan dengan komitmen bagi pencapaian cita-cita Asean.

Terlepas dari itu semua, yang pasti, tantangan ke depan semakin kompleks. Oleh karena itu, kajian utama yang harus lebih diperhatikan ialah  memanfaatkan serangkaian forum pertemuan baik itu formal atau informal. Termasuk Asean Ministerial Meeting (AMM), Asean Regional Forum (ARF) dan KTT, yaitu tidak saja KTT yang melibatkan internal Asean, tetapi juga KTT dengan mitra bisnis-dialog Asean.

KTT Asean-Jepang yang lalu menghasilkan dua hal penting. Pertama, deklarasi yang menjadi cetak biru bagi kerja sama Asean-Jepang di masa depan, yakni Tokyo Declaration for the Dynamic and Enduring ASEAN-Japan Partnership in the New Millenium.
Kedua, ditandatanganinya aksesi Jepang ke Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Implikasi dari semua kajian tentang Asean, yaitu tidak hanya akan memperkuat akses hubungan ‘business to business’ dan ‘business to government’, tapi juga mengembangkan potensi dan masa depan ekonomi.

Jaminan
Mengacu agenda yang dibahas KTT Asean ke-33 kali ini pada dasarnya menunjukkan ada beragam problem menyikapi globalisasi. Globalisasi itu sendiri telah berlangsung kurun waktu panjang, dan hal ini memengaruhi berbagai sektor secara berbeda. Kasus ACFTA, misalnya. Yang menarik ternyata KTT Asean masih selalu diselimuti persoalan tentang ancaman globalisasi.

Terkait dengan hal ini bahwa globalisasi ialah suatu proses yang kompleks dan multidimensi. Di sisi lain, fakta globalisasi menuntut kesiapan persaingan melalui penciptaan keunggulan kompetitif.

Oleh karena itu, beralasan jika Indonesia sempat meminta penundaan pemberlakuan ACFTA, lalu dengan dalih penyelamatan industri domestik UMKM dan fakta membuktikan sehingga terjadi renegoisasi antara Tiongkok–RI terkait dengan ACFTA. Meski demikian, toh ACFTA tetap menjadi ancaman bagi produk kita, dikaitkan dengan daya saing domestik.

Meski ada keyakinan terhadap dampak positif pelaksanaan globalisasi, tapi ancaman dampak negatifnya juga tidak bisa diremehkan. Di sisi lain, globalisasi, yaitu proses yang sangat asimetris dengan distribusi benefit dan kerugian yang tidak seimbang, lihat kasus fluktuasi harga BBM. Hal ini mengakibatkan polarisasi yang kian besar antarkelompok, wilayah, dan sektor.

Jadi, beralasan jika kesenjangan tetap menjadi kajian di KTT Asean ke-33 ini. KTT ini haruslah menjadi momen untuk lebih berbenah demi pencapaian kesejahteraan-kemakmuran Asean. Oleh karena itu, Asean harus memanfaatkan semua forum dialog yang ada. Termasuk dengan sejumlah mitra dialog untuk meningkatkan kesejahteraan dan mereduksi kesenjangan ekonomi demi kekuatan ekonomi Asean.[*] 

(mediaindonesia.com)