27 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Miris, Uang Asing Masih Beredar di Pasar Skouw

BatasNegeri – Warga perbatasan Indonesia-Papua Nugini (RI-PNG) banyak menggunakan mata uang kina untuk bertransaksi di Pasar Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua. Hal ini diketahui saat Deputi II Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Kementerian Dalam Negeri, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Paulus Waterpauw mengunjungi Tapal Batas RI-PNG.

Seperti yang terlihat di Pasar Skouw, warga menggunakan mata uang Papua Nugini tersebut untuk jual beli. Padahal pasar modern di perbatasan tersebut baru dibangun Presiden Joko Widodo (Jokowi) dua tahun lalu.

“Saya beli tikar ini selain untuk dipakai, bisa juga dijual kembali ke warga di Vanimo, PNG,” kata Naomi, salah satu warga Papua Nugini saat berbincang dengan Paulus Waterpauw, Selasa (16/11).

Pasar Skouw dilengkapi tempat ibadah yakni gereja dan masjid, amphiteater, food court, lapangan parkir luas serta sejumlah fasilitas pendukung lainnya seperti toilet dan areal taman.

Naomi mengaku sengaja melintas perbatasan lewat jalur tradisional untuk membeli sembako dan kebutuhan rumah tangga di pasar tersebut.

Tentunya Naomi dalam berbelanja menggunakan mata uang kina. “Mereka berbelanja pakai uang kina,” kata Rukiyah, salah satu pedagang pakaian.

Menurut dia, alat tukar atau alat pembayaran di Pasar Skouw sejak dulu menggunakan mata uang tersebut, jarang sekali menggunakan rupiah.

“Jadi kami yang harus sesuaikan karena mereka pembeli. Mata uang kina harga tukar di tingkat pengecer tidak pernah stabil, kadang 1 kina itu Rp3.700, kadang bisa lebih atau kurang dari itu. Yang pasti jarang sekali sampai Rp5.000,” ungkapnya.

Padahal, lanjut Rukiyah, di dalam areal PLBN Skouw ada tempat penukaran uang dari kina ke rupiah atau sebaliknya. Namun masyarakat jarang memanfaatkan kemudahan fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah Indonesia.

“Biasanya setelah kami mendapatkan kina, kami tukar ke pengecer yang selalu mobile. Kalau orang PNG mereka tidak mau tukar, langsung saja belanja pakai kina,” lanjutnya.

Terkait hal ini, Paulus Waterpauw mengaku akan berupaya untuk mendorong perbankan agar bisa lebih intens dalam sosialisasi soal alat jual beli di perbatasan.

“Tentunya hal ini menjadi catatan yang akan disampaikan kepada pimpinan di Jakarta, selain temuan masalah lainnya. Kami juga akan mendorong pemangku kepentingan untuk gencar sosialisasi terkait alat tukar di perbatasan,” tutur Paulus Waterpauw.

Namun, kata dia, hal yang utama adalah bagaimana menghidupkan kembali aktivitas jual beli di Pasar Skouw sebagaimana semangat awal membangun pasar moderen itu.

“Tentunya ada sejumlah ide atau gagasan yang akan kami buat sebagai pemicu untuk dorong geliat ekonomi di Pasar Skouw yang memiliki potensi yang luar biasa, salah satunya dengan menggelar festival budaya dan seni serta kuliner,” ujarnya. (merdeka)