27 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Thailand Luncurkan Proyek Jembatan Darat, Bisa Ancam Ekonomi Singapura

BatasNegeri – Thailand bakal meluncurkan sebuah mega proyek jembatan darat selatan di AS.

Mega proyek jembatan darat selatan di AS ini disebut bakal mematikan Singapura.

Dimana jembatan darat selatan di AS ini bakal saingi Selat Malaka.

Dengan menghabiskan Rp430 triliun, Thailand menawarkan proyek jembatan darat selatan ini kepada investor AS.

Adapun jembatan darat ini disebut Landbridge.

Jembatan ini bakal menjadi alternatif dari Selat Malaka, salah satu jalur laut tersibuk di dunia.

Dimana Landbridge ini sebagai cara untuk secara signifikan mengurangi waktu pengiriman antara Samudera Hindia dan Pasifik dengan melewati Selat Malaka.

Disampaikan Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, pihaknya menawarkan kepada investor di San Francisco pada hari Senin bahwa proyek tersebut dapat memangkas waktu perjalanan rata-rata empat hari dan menurunkan biaya pengiriman sebesar 15 persen.

Proyek ini membutuhkan investasi sekitar USD28 miliar atau sekitar Rp430 triliun.

Landbrdige mencakup pembangunan dua pelabuhan, Ranong di sisi Samudera Hindia dan Chumphon di sisi Samudera Pasifik.

jalur laut Selat Malaka

Jalur laut Selat Malaka

Dengan volume lalu lintas yang diproyeksikan melebihi kapasitas Selat Malaka pada tahun 2030, proyek baru ini akan menjamin kelancaran arus barang.

Proyek jembatan darat diperkirakan menelan biaya sekitar 1 triliun baht, dengan pelabuhan laut akan dibangun di Ranong di Laut Andaman dan Chumphon di Teluk Thailand dan dihubungkan dengan jaringan jalan raya dan jaringan pipa.

Sambungan sepanjang 100 kilometer ini akan menggantikan usulan berabad-abad untuk mengeruk kanal melalui Tanah Genting Kra.

Selat Malaka – jalur laut sempit antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura – menghubungkan kawasan Asia-Pasifik dengan India dan Timur Tengah.

Sekitar seperempat dari barang-barang yang diperdagangkan di dunia melewati selat ini.

“Landbridge akan menjadi rute yang lebih murah, lebih cepat, dan lebih aman,” kata Srettha, dilansir Tribun-Medan.com, Kamis (16/11/2023).

Adapun proposal jembatan darat yang diajukan sebelumnya gagal untuk dilaksanakan, dan penolakan dari masyarakat dan aktivis lingkungan hidup menjadi hambatan utama.

Selat Malaka – jalur laut sempit antara Malaysia dan Singapura – merupakan jalur laut terpendek yang menghubungkan kawasan Asia-Pasifik dengan India dan Timur Tengah.

“Sekitar seperempat barang perdagangan dunia melewati selat ini dan hal ini akan menjadi lebih sibuk, sehingga menaikkan biaya pengiriman,” kata Srettha.

Seraya mencatat bahwa rata-rata terjadi lebih dari 60 kecelakaan laut dalam setahun di jalur tersebut.

“Jembatan darat akan menjadi jalur tambahan penting untuk menunjang transportasi dan pilihan penting dalam menyelesaikan permasalahan Selat Malaka,” ujarnya.

“Ini akan menjadi rute yang lebih murah, lebih cepat dan lebih aman,” lanjutnya.

Pelabuhan di Ranong akan memiliki kapasitas untuk menangani 19,4 juta kontainer berukuran 20 kaki, dan pelabuhan di Chumphon dirancang untuk menampung 13,8 juta kontainer, yang secara keseluruhan menyumbang sekitar 23 persen dari total kargo Pelabuhan Malaka.

Sehingga proyek ini nantinya akan membantu menciptakan 280.000 lapangan kerja dan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan negara tersebut menjadi 5,5 persen jika dilaksanakan sepenuhnya.

Ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara ini tumbuh 2,6 persen tahun lalu dan diperkirakan akan tumbuh 2,5 perden sampai 3 persen pada 2023.

Thailand menargetkan untuk menyelesaikan proyek ini pada 2030.

Selain AS, Thailand juga menawarkan proyek ini ke investor China dan Timur Tengah.

Terusan Kra

Sebelumnya, rencana pembangunan Terusan Kra sempat mencuat.

Namun, rencana yang disebut mengancam Singapura masih timbul tenggelam.

Hingga akhirnya, Thailand pun resmi mempromosikan jembatan darat selatan.

Untuk diketahui sebelumnya, sebuah kapal bernama Ever Given terjepit di Terusan Suez, Mesir.

Tragedi ini membuat arus lalu lintas kapal penghubung perairan Laut Merah dan Mediterania itu terganggu.

Ever Given adalah kapal sepanjang 400 meter panjangnya melebihi empat lapangan sepak bola, dengan lebar 59 meter dan bobot 200.000 ton.

Kapal berbendera Panama yang dioperasikan oleh Evergreen Marine Corp asal Taiwan ini terjepit dan membuat Terusan Suez macet, menyebabkan lebih dari 300 kapal besar mengantre di kedua sisi. 

Bicara soal terusan atau kanal kapal, di Asia Tenggara sendiri, ada polemik terkait rencana pembangunan Terusan Kra yang sampai saat ini masih timbul tenggelam.

Adalah pemerintah Thailand yang berambisi membangun kanal di daerah Selatan, tepatnya di sebuah celah daratan sempit bernama Genting Kra dekat perbatasan dengan Malaysia.

Genting Kra merupakan daratan yang diapit oleh Laut China Selatan dan Laut Andaman.

Ide pembuatan terusan ini bahkan sudah ada sejak ratusan tahun lalu, saat Raja Thailand saat itu memerintahkan insinyur Perancis melakukan survei pembangunan kanal.

Gagasan menghubungkan Songkhala di Timur dan Nakhon Si Thammarat di Barat mengemuka setelah Ferdinand de Lesseps sukses membangun Terusan Suez di Mesir pada tahun 1869.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 29 Maret 2021 mengenai Tentang Terusan Kra, pada tahun ini Dewan Pembangunan Ekonomi Nasional Thailand sudah beberapa kali meminta Perdana Menteri Thailand mempercepat studi kelayakan dan sosialisasi kepada masyarakat terkait pembangunan kanal.

Terusan yang dinamakan Thai Canal tersebut akan membelah daratan sepanjang sekitar 120 kilometer.

Dengan kanal tersebut, kapal-kapal yang melintasi Laut China Selatan menuju ke Laut Andaman tak perlu lagi melewati Selat Malaka.

Selat Malaka sendiri merupakan salah satu celah perairan tersibuk di dunia.

Meski lautnya dimiliki secara bersama-sama dengan Indonesia dan Malaysia, Singapura adalah negara paling diuntungkan dari kehadiran kapal-kapal di perairan tersebut.

Saat Thailand dipimpin Perdana Menteri, Thaksin Shinawatra, studi kelayakan sebenarnya sudah disetujui.

Namun kemudian realisasi di lapangan dibatalkan setelah pemerintah sipil dikudeta militer Thailand.

Hambatan lain pembangunan Terusan Kra di Thailand datang dari para politisi dan pejabat pemerintah Thailand. Mereka yang kontra menganggap, banyaknya titik dangkal di Laut Andaman dan Teluk Thailand bisa menghambat pembangunan dan lalu lintas kapal nantinya.

“Ketinggian air yang berbeda menyebabkan keterbatasan dalam konstruksi. Kanal tersebut dapat dibangun dengan lebar hanya 40-50 meter,” kata Pailin Chuchottaworn, Ketua Komite Pemerintah untuk Pengarahan Ekonomi.

Pailin bilang, besarnya biaya pembangunan terusan tak sebanding dengan manfaat yang didapatkan.

“Selain itu, kanal juga membutuhkan pintu air guna menyesuaikan tinggi permukaan air. Sementara hanya satu kapal yang boleh melewati kanal dalam satu waktu,” ucap dia.

Pailin lalu membandingkannya dengan Terusan Panama yang memiliki panjang 82 km.

Menurutnya, pembangunan kanal di Panama diuntungkan dengan elevasi air serta terdapat danau alami di tengah daratan sehingga mengurangi pekerjaan penggalian.

Danau alami tersebut juga berfungsi sebagai penampungan kapal-kapal, saat pintu air di ujung pintu masuk dibuka untuk memasukan kapal lain untuk kemudian diangkat.

Kondisi alam ini tak ditemukan di Genting Kra. Kalau dibangun, Terusan Kra hanya akan bisa menampung satu kapal saja dalam satu waktu. Hal ini merupakan bentuk pemborosan.

Selain itu, Genting Kra juga berbeda dengan Terusan Panama maupun Terusan Suez. Ini lantaran jarak dari Teluk Thailand ke Selat Malaka relatif dekat.

“Menggunakan kanal (Terusan Kra) hanya menghemat waktu dua hari saja (ketimbang lewat Selat Malaka). Itu tidak cukup alasan bagi para pemilik kapal untuk mengubah rute,” terang Pailin.

“Saya pikir proyek ini sangat tidak layak, tidak memperkuat daya saing Thailand atau meningkat investasi di Thailand Selatan,” kata dia lagi.

Ketimbang menggali tanah untuk membuat kanal, lanjut Pailin, pihaknya lebih memilih untuk membangun jalur rel kereta api sepanjang 100 kilometer yang menghubungkan dua pelabuhan, yakni di sisi Laut Andaman dan Teluk Thailand.[*]

msn.com