4 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Suasana pemulangan 36 nelayan Indonesia di Pelabuhan Tenau Kupang oleh pihak Australia menggunakan kapal Australian Border Force (ABF).

5 Nelayan NTT Kembali Ditangkap Otoritas Australia, Kapal Ditenggelamkan

BatasNegeri – Pasukan perbatasan Australia atau Australian Border Force (ABF) kembali menangkap lima nelayan asal Rote Provinsi Nusa Tenggara Timur Indonesia yang melakukan pelanggaran wilayah.

Selain lima nelayan NTT, otoritas perbatasan federal yang berada di bawah kendali Departemen Dalam Negeri Australia itu juga menangkap 31 nelayan Indoensia lainnya yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan. 

Penangkapan para nelayan Indonesia yang masuk tanpa izin di wilayah laut Australia itu berlangsung selama 30-31 Desember 2023.

Adapun 36 nelayan Indonesia yang ditangkap itu menggunakan 4 kapal nelayan untuk mencari ikan hingga wilayah perairan Australia. Usai ditangkap, kapal nelayan mereka pun dimusnahkan dan ditenggelamkan otoritas setempat. 

Dipulangkan ke Indonesia

Usai diamankan otoritas Australia, para nelayan tersebut dipulangkan ke Indonesia melalui Kupang, ibukota NTT. 

Mereka dipulangkan menggunakan kapal milik Australian Border Force (ABF) yakni ABFC Cape Byron dan tiba di Pelabuhan Tenau Kupang pada Selasa 9 Januari 2024 sekira pukul 08.15 WITA. Setelah bersandar di pelabuhan, kapal ABFC Cape Byron diterima Pihak Bakamla Kupang.

Para nelayan kemudian diserahterimakan kepada otoritas Indonesia yakni PSDKP Kupang setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan oleh tim gabungan yang terdiri dari Kantor Kesehatan Pelabuhan, Imigrasi, Bea Cukai, dan KSOP Kupang. 

Selanjutnya, para nelayan itu dibawa ke Kantor Stasiun PSDKP Kupang dan diserahterimakan ke pihak DKP Provinsi NTT. 

Para pejabat pemerintah Indonesia hadir untuk menjemput para nelayan di Pelabuhan Tenau, seperti  Kepala Kantor SPKKM, Kepala Bakamla Kupang Yeanry M. Olang, Dir Polairud Polda NTT Kombes Pol Irwan Devi Nasution, Dir Reskrimum Polda NTT Kombes Pol Patar Silalahi, General Manager Pelindo Tenau Kupang, Zanuar Eka Wijaya.

Hadir juga kepala KSOP Kupang Simon Baun, kepala kantor Imigrasi Kupang Christian Pena, Kepala Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kupang, Umar Fahmi, Kadisal Lantamal VII, Letkol Laut (P) Suyanto dan Kepala Urusan Umum PSDKP Adi Chandra.

Bukan kali pertama

Pemulangan para nelayan Indonesia oleh Pemerintah Australia kali ini bukanlah yang pertama. Pada pertengahan 2023 lalu, pemerintah Australia juga mendukung pemerintah Indonesia memulangkan para nelayan yang terdampar di wilayah Australia.

Saat itu, sinergi kedua negara bertetangga memulangkan 11 nelayan asal Rote, Nusa Tenggara Timur, yang terdampar di Bedwell Rowley Shoals Island, Australia Barat, Jumat 28 April 2023.

Ke-11 nelayan yang terjebak di Topan Ilsa dan berhasil ditemukan oleh otoritas Australia melalui Pusat Koordinasi Penyelamatan Bersama (JRCC).

Pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan Adin Nurawaluddin melalui keterangan tertulis, Minggu, 30 April menjelaskan, 11 nelayan itu diketahui berasal dari dua kapal motor, yakni PM Dioskouri 01 dan PM Putri Jaya.

Menurut data yang diterima, ke-10 nelayan yang berada di PM Dioskouri berhasil diselamatkan.

Sedangkan di PM Putri Jaya, hanya satu yang berhasil diselamatkan sedangkan delapan nelayan lainnya belum ditemukan.

Setelah kondisi 11 nelayan tersebut dinyatakan stabil oleh Rumah Sakit Broome, mereka kemudian dipindahkan ke Darwin dan ditempatkan di Detensi Imigrasi Northern Alternative Place of Detention (NAPOD) di Frontier Darwin Hotel.

Setelah itu, mereka akan dipulangkan ke Indonesia menggunakan charter flight dengan rute Darwin-Denpasar.

“Dengan pertimbangan kemanusiaan, pemerintah Australia tidak melakukan proses hukum terhadap 11 nelayan Indonesia yang terdampar di wilayah Australia akibat badai,” katanya.

“Dengan demikian, per hari Jumat pukul 16.40 WITA (Waktu Indonesia Tengah) mereka dapat dikembalikan ke Indonesia dengan bantuan dari Australian Border Force,” tambahnya.

Selanjutnya, Nurawaluddin menjelaskan, pemulangan 11 nelayan Indonesia dapat berjalan dengan baik berkat sinergi dan mobilitas yang cepat antar instansi terkait.

Pemulangan akan difasilitasi oleh Direktorat Penanganan Pelanggaran Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan sebelum diserahkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Timur.

Nelayan tidak jera 

Pihak Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut bahwa para nelayan asal Indoensia termasuk nelayan asal Rote, NTT tidak jera mengambil hasil laut seperti teripang di Australia sekalipun sering ditangkap aparat keamanan. 

Para nelayan itu sering melanggar batas laut negara tetangga itu karena terbawa arus ataupun dengan sengaja. 

Dirjen PSDKP KKP Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menyebut, tindakan itu karena ada tauke alias cukong. 

Kendati sudah berulang kali dilarang maupun tertangkap, pencari hasil laut asal Indonesia ini justru tidak kapok. Kenekatan itu ada ‘orang’ dibelakang para nelayan. 

“Kehadiran tuake, kehadiran pengepul, yang memberikan modal bagi nelayan kita untuk mencari teripang yang akhirnya di luar kategori nelayan kecil,” kata Adin Nurawaluddin, dikutip Kamis 19 Oktober 2023. 

Adanya bos atau pengepul seperti ini, kata dia, yang juga perlu diawasi untuk menekan kasus pelanggaran perbatasan wilayah kelautan. 

“Kita jaga supaya kasus pelintas batas ini bisa kita tekan untuk menjaga saling menghormati antara Indonesia dan juga Australia dalam hal penjaga wilayah perbatasan,” ungkap dia.

Dia berharap dan meminta dukungan Pemerintah Australia dalam memberi semacam program peluang pekerjaan bagi nelayan Rote.

Pemerintah Indonesia melalui KKP juga memberikan masukkan kepada Australia terkait penindakan terhadap nelayan yang tak kapok melanggar ke sana. 

Selama ini Australia menindak nelayan Rote Ndao yang melanggar perbatasan laut lebih kepada tindakan antisipasi penyebaran penyakit menular karena devisa Australia berasal dari peternakan kemudian pertanian.

Adapun dia menyebutkan, perairan Australia yang sebenarnya bisa dimasuki nelayan tradisional adalah 50.000 km⊃2; dari Laut Timor. Aturan ini tertuang dalam kesempatan MoU Box. Batas-batas wilayah laut ini menurut UNCLOS atau Konvensi PBB tentang hukum laut tahun 1982 yang telah diratifikasi oleh 168 negara.

Nelayan tradisional sendiri yang diakui adalah yang menggunakan perahu-perahu tradisional tanpa motor atau mesin, atau kegiatan memancing yang tidak menggunakan mesin.

Sementara tangkapan yang diperbolehkan adalah yang bukan berasal dari dasar laut karena itu menjadi milik Pemerintah Australia.

Namun aturan ini kerap dilanggar oleh para nelayan dari Indonesia termasuk Rote Ndao. Menurut data Dinas KKP NTT, nelayan yang mengambil ikan secara ilegal di wilayah Australia meningkat drastis dari tahun ke tahun. 

Sementara akumulasi sejak tahun 2018 hingga Juni 2023 sebanyak 52 nelayan yang ditangkap. Untuk jumlah nelayan yang ditangkap periode 2018-2022 terkecuali tahun 2020 terhitung ada 17 kasus penangkapan.[*]

tribunnews