4 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Siaran Budaya di Perbatasan Laut China Selatan, Perkuat Kedaulatan Indonesia

Oleh: Sundari *)

BatasNegeri LEMBAGA penyiaran di Natuna perlu diperkuat untuk menyiarkan seni budaya Indonesia. Siaran ini menjadi alat soft power, dan soft diplomacy untuk menegakkan kedaulatan di Laut China Selatan.

Konten budaya yang kaya dan jangkauan siaran yang luas menjadi kunci utama. Laut China Selatan, area maritim seluas 3,5 juta kilometer persegi, menjadi perebutan sengit antarnegara. Karena nilai strategis dan sumber daya alamnya yang melimpah.

Kawasan ini di kelilingi sepuluh negara, memicu klaim multilateral atas Kepulauan Spratly dan Paracel, menjadi akar utama konflik berkepanjangan.

China, Vietnam, Taiwan, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam terlibat dalam perebutan wilayah ini, dengan China sebagai pihak paling dominan. Klaim China berdasarkan peta tahun 1947 dan sembilan garis putus-putus yang kontroversial, ditentang negara lain dan telah divonis ilegal oleh Mahkamah Arbitrase Internasional.

Ketegangan di Laut China Selatan dipicu oleh aktivitas militer China yang agresif, seperti pendudukan pulau secara paksa, pembangunan instalasi militer, dan pengerukan ilegal. Insiden bersenjata pun tak jarang terjadi, seperti konflik China-Vietnam di Johnson South Reef (1988) dan baku tembak China-Filipina di Campones (1996).

Indonesia, walaupun tidak terlibat langsung dalam sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel, memiliki klaim di Laut Natuna Utara. Konflik dengan China terjadi pada 2016, ketika kapal pengawas perikanan Indonesia dikawal kapal patroli China saat menangkap kapal pencuri ikan.

Indonesia merespon dengan memperbarui peta negara dan menegaskan kedaulatannya di Laut Natuna Utara. Posisi Indonesia diperkuat oleh Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982, sedangkan China berlandaskan pada sembilan garis putus-putus yang ditolak.

Sengketa Laut China Selatan belum menunjukkan solusi permanen. ASEAN berusaha mencari solusi damai melalui Deklarasi tentang Prinsip-Prinsip ASEAN tentang Laut China Selatan, namun China tetap bersikeras dengan klaimnya yang luas dan tidak sesuai hukum internasional.

Ketegangan di wilayah ini berpotensi memicu konflik terbuka dan mengancam stabilitas kawasan. Negara-negara di kawasan dan komunitas internasional perlu bekerja sama untuk mencari solusi damai dan berkeadilan, berdasarkan hukum internasional dan menghormati kedaulatan wilayah negara-negara.

Dikutip dari portal resmi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto mengatakan, Indonesia telah berkomitmen untuk bekerja sama dan mencari peluang kerja sama di wilayah tersebut.

Dengan demikian, upaya diplomasi dan dialog harus terus diupayakan untuk meredakan ketegangan dan membangun kepercayaan antar negara. Penting untuk memperkuat mekanisme keamanan maritim regional dan meningkatkan transparansi aktivitas maritim di Laut China Selatan.

Sengketa Laut China Selatan merupakan contoh kompleksitas perebutan wilayah dan sumber daya alam di laut. Upaya kolektif dan komitmen terhadap hukum internasional sangatlah penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. Indonesia bisa memanfaatkan kekuatan siaran seni dan budaya untuk memperkuat kedaulatan dengan cara damai.

Soft Diplomacy Lewat Penyiaran Seni Budaya di Natuna

Laut China Selatan, wilayah strategis dengan potensi ekonomi dan maritim yang besar, menjadi arena penting bagi diplomasi Indonesia. Di tengah dinamika klaim dan sengketa wilayah, Indonesia perlu memperkuat posisinya dengan strategi yang cerdas dan efektif. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah soft diplomacy, melalui penyiaran seni dan budaya Indonesia.

Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beragam dan dinamis, dengan berbagai genre musik, film, tari, dan kuliner yang menarik. Budaya populer Indonesia seperti musik dangdut, sinetron, dan film komedi telah memikat hati masyarakat di Asia Tenggara, termasuk di negara-negara yang memiliki klaim di Laut China Selatan.

Penyiaran seni dan budaya Indonesia melalui radio, televisi, dan platform digital dapat menjadi alat yang ampuh untuk diplomasi lembut. Diplomasi seni dan budaya melalui penyiaran merupakan strategi soft power yang efektif untuk memperkuat kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan.

Dengan menjangkau masyarakat di negara-negara tetangga melalui budaya populer yang menarik, Indonesia dapat membangun rasa saling pengertian, meningkatkan citra positif, dan membuka peluang kerjasama di berbagai bidang.

Sayangnya, wilayah perbatasan dengan Laut China Selatan belum sepenuhnya bebas dari blank spot. Meskipun 17 kecamatan di Natuna telah memiliki BTS, masih terdapat delapan daerah yang dikategorikan sebagai blank spot tanpa sinyal.

Hal ini dapat menjadi celah bagi penyiaran asing, baik berbasis terrestrial berupa radio dan televisi maupun berbasis internet, dari Singapura dan Malaysia, untuk masuk ke wilayah Indonesia.

Blank spot dan penyiaran asing di Natuna merupakan ancaman serius bagi kedaulatan Indonesia. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama, untuk mengatasi masalah ini dengan memperluas jangkauan infrastruktur,.

Termasuk meningkatkan konten penyiaran lokal, mengedukasi masyarakat, dan memperkuat kerjasama antar lembaga. Upaya untuk mengatasi blank spot terus dilakukan. Pada tahun 2023, jumlah BTS di Natuna telah mencapai 144, dan di tahun 2024 diharapkan semua wilayah di Natuna dapat terkoneksi dengan internet.

Kehadiran penyiaran di pulau-pulau terluar Indonesia seperti Natuna bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan informasi, tetapi juga untuk memperkuat identitas nasional, menjaga kedaulatan negara, dan membuka peluang ekonomi baru.

Dengan akses komunikasi yang lebih baik, Natuna diharapkan dapat berkembang menjadi kepulauan yang maju dan sejahtera, serta menjadi gerbang Indonesia di utara yang menghubungkan dengan negara-negara tetangga di sekitar Laut China Selatan.

Dengan pendekatan yang cerdas dan berkelanjutan lewat penguatan siaran di Natuna, Indonesia dapat memanfaatkan kekuatan budaya populernya untuk memperkuat posisinya di Laut China Selatan, dan membangun hubungan yang lebih harmonis dengan negara-negara tetangga.[*]

*)Pengamat Media Massa dan Pertahanan Lulusan Universitas Indonesia

hariankepri.com