27 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

ilustrasi - medcom.id

Masalah Utama di Perbatasan adalah Ekonomi dan Pendidikan

oleh: Mamang Hariyanto*)

BatasNegeri – Masih kuat ingatan bangsa ini terhadap tragedi hilangnya Pulau Sipidan dan Ligitan. Kedua pulau itu awalnya wilayah Indonesia, lalu diklaim Malaysia, menjadi konflik rebutan kedua negara satu rumpun tersebut sebelum akhirnya International Court of Justice pada Desember 2002 memutuskan menjadi milik Malaysia.

Indonesia memiliki titik perbatasan laut dengan 10 negara. Mereka adalah Malaysia, Singapura, Filipina, India, Vietnam, Timor Leste, Republik Palau, Australia, dan Papua Nugini. Indonesia juga memiliki tiga garis perbatasan darat dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste.

Perbatasan dengan Malaysia menyimpan kemelut tidak berkesudahan. Di batas laut, kedua negara saling klaim perairan Blok Ambalat, Selat Malaka, dan segmen Laut Sulawesi. Di perbatasan darat, ada sembilan titik belum disepakati. Lima titik di Kalimantan Timur dan empat Kalimantan Barat. “Sebagai sebuh produk kolonial, Indonesia dan Malaysia mewarisi kesepakatan Belanda dan Inggris atas pembagian wilayah perbatasan hingga sekarang mewarisi persoalan.

Bgaimana pengelolahan perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara. Pemerintahan Jokowi memberi prioritas dengan membangun tujuh Pos Lintas Batas Negara di daerah tersebut. Langkah tersebut distimulasi lemahnya pengawasan, di antaranya yang paling diperhatikan, penyelundupan narkoba dari Serawak yang hanya tempat transit jaringan internasional.

Jenis narkoba Serawak sangat digemari karena berkualitas tinggi. Lemahnya daerah perbatasan tanda lemahnya kedaulatan bangsa. Motif terbesar beragam persoalan daerah perbatasan adalah ekonomi dan pendidikan. Dibanding wilayah Kalimantan lain, ekonomi masyarakat perbatasan jauh terpuruk.

Apalagi dibanding ekonomi penduduk perbatasan Malaysia yang pendapatannya delapan kali lebih besar. Dalam kondisi demikian, mereka kurang bisa memahami nasionalisme, taat aturan, dan pentingnya menjaga keamanan negara. Warga perbatasan setiap hari hanya fokus menyambung hidup dengan berbagai usaha.

Rentang garis perbatasan Kalimantan-Serawak sepanjang 966 kilometer menjadi akses mudah penyelundup. Langkah pemerintah membangun pos-pos keamanan di sepanjang perbatasan yang dijaga TNI Angkatan Darat tidak sepenuhnya menghentikan penyelundupan. Ada ratusan jalan tikus yang bisa diakses.

Sementara itu, jumlah tentara penjaga tidak sepadan dengan panjangnya daerah perbatasan tersebut. Buku hasil riset tahun 2017 ini menjelaskan, kebijakan konvensional untuk mengamankan perbatasan sepenuhnya menggantungkan pada kekuatan internal negara, tidak lagi strategis.

Perlu juga mengajak negara Malaysia untuk mengambil peran penting. Malaysia banyak membutuhkan sumber daya manusia dan alam Indonesia. Selain TKI, Malaysia membutuhkan hasil pertanian, perkebuhan, dan perikanan. Malaysia-Indonesia selalu mampu menyelesaikan konflik perbatasan lewat jalan dialog.

Atas pertimbangan demikian, Malaysia bisa diajak ikut mengamankan perbatasan. Meningkatkan ekonomi dan pendidikan warga perbatasan penting. Saat ini pemerintah telah membangun beragam akses ekonomi seperti sarana dan prasarana transportasi, dermaga, pelabuhan serta infrastruktur sosial seperti pasar dan puskesmas.

Juga penting mengubah kebijakan ekonomi lama, pedagang informal dibatasi hingga radius 30 kilometer dari garis perbatasan. Faktanya, pedagang informal makin banyak dan penjualan produk Malaysia tidak hanya pada batas yang ditentukan. Mereka merambah ratusan kilometer hingga kota-kota besar di Kalimantan Barat. Sejalan dengan momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN, kebijakan tersebut diubah menjadi perdagangan lintas batas secara formal agar roda ekonomi perbatasan bertumbuh.[koranjakarta.com]

*)Alumnus Universitas Madura