6 Desember 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

ilustrasi-Nelayan Sangihe di Pelabuhan Perikanan Pantai Dagho, Kota Tahuna, Sulut. (mongobay.co.id)

Lebih Dekat, Warga Marore Jual Ikan Ke Filipina

BatasNegeri – Selang tiga tahun terakhir, sebanyak 283 kali hasil komoditi perikanan dari nelayan perbatasan di ekspor ke Negara Filipina.

Kepala Kantor (Kakan) Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Tahuna Geric Lumiu menjelaskan, ekspor hasil komoditi perikanan ke Negara Filipina ini sudah diizinkan sejak tahun 2016, namun hanya berlaku bagi masyarakat nelayan di Kepulauan Marore yang memiliki pos lintas batas. Sekalian juga untuk mengunjungi keluarga di Filipina.

“Guna mendongkrak ekonomi masyarakat nelayan di wilayah perbatasan khususnya Kecamatan Kepulauan Marore, sampai tahun 2018 sudah sebanyak 283 kali ikan di ekspor melalui kantor wilayah kerja (Wilker) Pos Lintas Batas (PLB) SKIPM Tahuna di Marore,” sebutnya.

Diakui Lumiu, di tahun 2018 ekspor ikan mengalami penurunan, dikarenakan adanya penutupan sementara pass lintas batas. Namun dia berharap, di tahun 2019 ini, jika masalah lalulintas orang ini selesai, kegiatan ekspor dapat ditingkatkan lagi. Karena pos lintas batas ini sangat menguntungkan masyarakat nelayan perbatasan.

“Mengingat waktu yang ditempuh dari Marore ke Filipina hanya memerlukan waktu 3-4 jam dengan menggunakan pamboat. Sedangkan jika hasil perikanan dijual ke Ibu Kota kabupaten Sangihe yakni Tahuna memerlukan waktu yang lama karena harus menunggu Kapal Perintis. Ini akan menyebabkan ikan akan busuk sebelum dijual,” ungkap Lumiu.

Menurut dia, prosedur yang harus ditempuh nelayan jika harus membawa hasil tangkapannya untuk di ekspor antara lain, nelayan yang memiliki pass lintas batas harus melapor ke Wilker Pos Lintas Batas (PLB) SKIPM Tahuna di Marore, jenis ikan apa dan berapa banyak yang akan di ekspor.

“Nantinya akan dilaksanakan kegiatan pemeriksaan apakah ikan itu sesuai dengan jumlah yang mereka laporkan serta jenis dan ukuran ikan. Kemudian pemeriksaan terhadap kesehatan ikan. Ketika memenuhi syarat dikeluarkanlah sertifikat karantina ikan yang menjadi dasar untuk Bea Cukai, jika ada sertifikat tersebut barulah bisa diberangkatkan untuk dijual ke Filipina,” paparnya.

Sementara untuk harga batasan satu tentengan yang berisi ikan tambah Lumiu, maksimal 250 dolar yang merupakan peraturan dari Menteri Keuangan. Misalnya ikan tuna dibeli disana (Filipina,red) harga satu kilogram Rp 30 ribu, berarti harus ada berapa kilo tuna yang dibawa untuk menutupi 250 dolar ini.

“Tetapi jika melihat kondisi saat ini, terkadang ada yang membawa lebih sedikit dari target. Namun itu tetap ditoleransi asal untuk kebutuhan masyarakat bukan oknum tertentu yang mengumpul ikan lalu dibawa kesana. Hal seperti ini harus ditindak,” tegasnya.

Dia mengatakan, harga 250 dolar ini sangatlah sedikit dan pernah ada usulan dari pemkab bagaimana harga tersebut bisa naik, namun belum mendapatkan tanggapan dari kementerian keuangan. “Saat ini kami sementara mengupayakan ekspor ikan dari Tahuna. Memang di Tahuna juga tidak ada unit pengolaan ikan seperti yang ada di Dagho Kecamatan Tamako. Dan itupun dulunya langsung dibawa dengan tol laut. Sehingga ekspor dari Tahuna juga harus diupayakan,” kuncinya.[*]

manadopostonline