BatasNegeri – Desa Nyamuk merupakan desa terpencil karena letaknya di pulau terluar Indonesia bernama Pulau Bajau di Kecamatan Siantan Timur, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau.
Lokasinya memang sangat jauh dari keramaian. Dari kejauhan, pulau itu tampak tak jauh berbeda dengan kampung pesisir lainnya dengan deretan rumah penduduk di pinggir pantai. Namun, desa ini terbilang unik karena terletak di antara teluk yang melengkung dengan dua tanjung yang bernama Tanjung Pandak dan Tanjung Karang.
Konon ‘Nyamuk’ yang menjadi nama desa ini berasal dari kisah pada zaman dahulu. Menurut masyarakat setempat, pada zaman dahulu ada sebuah batu berlubang di tengah desa yang menjadi sarang nyamuk. Suatu ketika, tepat di atas batu tersebut, ada seorang laki-laki yang mengamuk karena melihat istrinya diolok-olok oleh orang-orang. Semenjak itulah, masyarakat setempat mengenal desa itu dengan nama Desa Nyamuk.
Di sekitar Desa Nyamuk bertabur pulau-pulau kecil nan indah. Mulai saat menyusuri laut menuju Pulau Bajau, antara satu pulau dengan pulau lainnya seperti saling menyambut, seolah memamerkan pesona yang dimilikinya.Air laut yang jernih dan bersih, serta gradasi warnanya yang begitu kontras dengan langit, terlihat berkilau saat cahaya matahari terpantul ke kepermukaan air. Warna-warni karang dan fauna yang hidup di dasar laut tampak membentang dari pulau ke pulau dan menakjubkan.
Kehidupan Masyarakat Desa Nyamuk
Kehidupan masyarakat di desa ini sangat bertolak belakang dengan masyarakat di pusat-pusat kota di mana semua serba ada. Sedangkan di Desa Nyamuk, keseharian masyarakat sangat sederhana. Sebagian besar dari penduduk menempati rumah-rumah kayu.Suasana perdesaan pesisir sangat terasa di sini. Meski masih dalam rumpun Melayu, namun dengan dialeknya bahasa mereka terdengar sangat berbeda dengan logat Melayu di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau.
Menurut masyarakat setempat terdapat dua logat bahasa Melayu di Kabupaten Anambas. Pertama, yaitu logat Johor-Riau, yang dialeknya yang mirip dengan Malaysia. Kedua, adalah logat Anambas, bahasa yang menyerupai bahasa Belitong dan Kota Pontianak. Misalnya, kata ‘kitak‘ atau ‘ketak‘ yang artinya kalian, ‘wan‘ artinya nenek, dan ‘suduk‘ artinya sendok.
Ada juga warga yang bukan asli dari Desa Nyamuk. Mereka pindah dari desa lain dan menetap di desa itu. Sementara jumlah penduduk di desa itu sekitar 500 kepala keluarga.Untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, mayoritas warga berkerja sebagai nelayan. Mereka menjual ikan hasil tangkapannya di desa. Sebagian lainnya ada yang berkebun seperti menanam cengkih dan tanaman-tanaman lainnya. Ada pula yang berdagang.
“Untuk kebutuhan sehari-hari, kami tidak bisa makan sayur-sayuran seperti di kota yang banyak dijual di pasar. Jika ingin mengonsumsi sayur seperti bayam, kangkung, tempe, tahu, dan lain-lain, harus ke Tarempa dulu. Beli di sana. Kadang-kadang ada juga yang jual di sini,” ujar Marina, penduduk Desa Nyamuk.
Marina menuturkan jika tidak ada sayur yang bisa dibeli dari penjual yang ada di desa, biasanya warga memasak sayur yang ditanam di kebunnya sendiri, seperti daun ubi, nangka, dan daun sokak (melinjo).Pendapatan ikan hasil nelayan di desa itu melimpah. Masyarakat lebih banyak menjadikan ikan-ikan segar dari nelayan sebagai menu utama dalam laukp-auk.
Namun, Marina mengatakan ikan pun bisa sulit dibeli jika musim angin kencang tiba, yakni musim angin utara dan selatan.Jika musim itu datang, kata Marina, banyak nelayan yang tidak berani keluar untuk menjaring karena cuaca terbilang ekstrem. Angin kencang sangat terasa karena kondisi geografisnya berada di Laut Cina Selatan dengan samudera yang membentang luas.
“Kehidupan di sini juga lebih mahal. Harga barang-barang dua kali lipat dibanding di Kota Tanjungpinang. Ini karena mahalnya barang dagangan yang bergantung dengan kapal-kapal besar yang membawa kebutuhan ke sini.” ujar Marina.
Transportasi Penduduk Setempat
Lokasi Desa Nyamuk cukup jauh dari Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Anambas, Tarempa. Masyarakat menggunakan pompong atau perahu motor milik pribadi sebagai alat transportasi menjangkau lokasi yang jauh. Sedangkan untuk di sekitar desa mereka menggunakan sepeda motor.
“Kalau di seputaran desa bisa menggunakan motor darat. Tapi kalau ke desa lain yang agak jauh seperti Desa Munjan, harus pakai motor laut,” jelas Marina.
Salah satu desa yang lokasinya berdekatan dengan Desa Nyamuk adalah Desa Luap. Kedua desa itu hanya disekat dengan sebuah tanjung dan bisa ditempuh melalui jalur darat karena kini sudah ada jalan yang terbuat dari semen yang menghubungkan kedua desa tersebut.
Ada pula Desa Mentalib yang lokasinya di belakang Desa Nyamuk. Namun jarak ke desa tersebut cukup jauh dan akses jalannya berlik-uliku, curam, dan menanjak.
Selain itu, masyarakat yang tidak memiliki pompong pribadi dapat menggunakan feri desa yang disediakan khusus untuk penduduk pulang-pergi ke Tarempa. Sekali naik hanya cukup membayar Rp 30 ribu, dengan menempuh waktu perjalanan sekitar 2 jam.
Perjuangan Anak-anak Sekolah
Menjelang matahari terbit, anak-anak sekolah di Desa Nyamuk mulai bergegas untuk pergi sekolah. Keberadaan sekolah yang berada di seberang pulau membuat mereka harus bangun lebih pagi setiap harinya.
Rosana, seorang siswi di Desa Nyamuk, mengatakan ada satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Desa Nyamuk. Hanya kedua sekolah itulah yang ada di Kecamatan Siantan Timur. Jadi pelajar yang berasal dari pulau yang berbeda dengan jarak yang cukup jauh harus menggunakan pompong untuk menyeberang.
“Pagi-pagi kami dari luar pulau harus sudah sampai ke sekolah karena naik motor laut untuk menyeberang. Sekitar 30 menit dari Munjan ke sini. Itu kalau motornya cepat. Jadi, kalau yang mesinnya agak lambat, ya harus datang lebih awal lagi dari sana,” kata Rosana.
Setelah jam pelajaran berakhir, mereka pulang ke rumah masing-masing. Seperti itulah perjuangan yang ditempuh anak-anak di pulau itu selama bertahun-tahun untuk bersekolah.Terkadang mereka harus kehujanan dan menerjang ombak saat perjalanan ketika cuaca buruk. Rosana dan teman-temannya pun pernah mengalami hal tersebut.
Listrik Terbatas
Penduduk Desa Nyamuk sudah selama bertahun-tahun mengandalkan listrik yang dialirkan dari mesin diesel. Marina mengatakan listrik hanya digunakan selama 16 jam dalam sehari, yakni dari jam 2 siang sampai jam 6 pagi.Biasanya akan dilakukan pengaturan pemakaian listrik tertentu jika ada kegiatan pesta dan perayaan hari-hari besaran seperti Lebaran, serta ketika ada orang yang meninggal dunia.
“Kalau perayaan Idulfitri, listrik akan hidup selama beberapa hari, bisa 3 sampai 4 hari,” ungkap Marina.Sistem pembayaran listrik di desa ini hampir sama dengan menggunakan sistem listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Rumah-rumah warga dipasang meteran yang pembayarannya tergantung pada pemakaian setiap bulannya.
“Dengar-dengar listrik PLN akan masuk tahun ini. Belum diketahui pasti. Apakah siap (saat) Lebaran atau kapan. Saya berharap PLN benar-benar masuk ke sini,” ujar Marina.
Para pendatang yang ingin berkunjung ke Desa Nyamuk cukup beruntung karena saat ini sinyal internet maupun untuk menelepon sudah bisa diakses, walaupun tidak selancar saat berada di kota. Sinyal telekomunikasi di desa itu bergantung pada satu tiang tower yang berada di atas bukit belakang kantor Camat Tanjung Karang.[*]
Kumparan.com
More Stories
Membangun Masa Depan Anak Perbatasan RI- Timor Leste melalui Minat Baca
Belajar dari Rote: Sekolah di Perbatasan, Ilmunya dari Penjuru Dunia
Dampak kemarau di perbatasan Indonesia-Timor Leste