27 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Memutus Rantai Radikalisme ASN

BatasNegeri

RADIKALISME ialah benih terorisme. Benih itu sulit tumbuh, bahkan mati, jika ditabur di tanah tandus. Sebaliknya, radikalisme tumbuh subur dan berbuahkan terorisme di lahan yang subur.

Salah satu lahan subur radikalisme saat ini ialah aparatur sipil negara (ASN) dan BUMN. Lahan subur itu telah menghasilkan ASN dan pegawai BUMN yang diduga terlibat terorisme. Kasus teranyar ialah penangkapan seorang pegawai BUMN terkait  engan bom Medan.

Keberadaan ASN yang terpapar radikalisme itu ibarat angin yang bisa.

Dirasakan, tetapi tidak bisa dilihat kasatmata. Baru ketahuan terpapar radikalisme setelah ada ASN yang diproses hukum karena terlibat terorisme.

Meski tidak kasatmata, radikalisme bisa dikenali dari cirinya, yaitu intoleran, tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, fanatik, selalu merasa benar sendiri dan menganggap orang lain salah, eksklusif, dan revolusioner karena cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan.

Ciri-ciri radikalisme itu sesungguhnya mudah ditemui di lingkungan ASN dan BUMN. Akan tetapi, seseorang tidak bisa diproses hukum hanya karena dituduh terpapar radikalisme. Sudah banyak laporan masyarakat terkait dengan ASN yang terpapar radikalisme ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Masyarakat resah melihat ASN terpapar radikalisme. Resah karena ASN yang tugas pokoknya melayani rakyat malah bersikap diskriminatif. Hanya mau melayani yang sealiran dengan dirinya.

Keresahan masyarakat itulah yang mendasari 12 kementerian dan lembaga meneken kerja sama untuk menangani radikalisme di kalangan ASN pada 12 November.

Tidak hanya meneken kerja sama, pada kesempatan yang sama itu juga diluncurkan portal aduan untuk menekan radikalisme di kalangan ASN. Portal aduanasn.id digunakan untuk menampung pengaduan masyarakat terhadap ASN radikal.

Sekurangnya terdapat 11 poin yang menjadi fokus pengaduan ASN terpapar radikalisme, misalnya, menyebarluaskan teks, gambar, audio, dan video yang memuat ujaran kebencian terhadap Pancasila dan UUD 1945.

ASN juga bisa dilaporkan apabila memberikan tanggapan atau dukungan sebagai tanda sesuai pendapat dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial terhadap konten radikalisme.

Sudah saatnya negara bertindak tegas terhadap ASN yang terpapar radikalisme. Negara tidak boleh tunduk, apalagi kalah terhadap ASN karena mereka makan gaji dari uang rakyat. Karena itu, pemerintah harus bisa memastikan bahwa hanya ideologi negara dan konstitusi yang menjadi pedoman ASN, bukan ideologi lain.

ASN sebagai profesi, sesuai perintah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, berlandaskan pada prinsip antara lain nilai dasar. Nilai dasar yang dimaksud, menurut Pasal 4, di antaranya memegang teguh ideologi Pancasila; setia dan mempertahankan UUD 1945 serta pemerintahan yang sah.

Harus tegas dikatakan bahwa upaya kerja sama pemerintah dan memuat portal aduan memberantas radikalisme di kalangan ASN sudah baik. Namun, tidak salah pula jika pemerintah menerapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Ada dua strategi yang diatur dalam UU Antiterorisme itu, yaitu kontraradikalisasi dan deradikalisasi. Kontraradikalisasi ialah upaya penanaman nilai-nilai keindonesiaan serta nilai-nilai nonkekerasan.

Kontraradikalisasi bisa dilakukan melalui pendidikan formal ataupun nonformal. Bisa juga bekerja sama dengan tokoh informal terkait dengan penanaman nilai-nilai kebangsaan.

Deradikalisasi merupakan upaya terencana, terpadu, dan berkesinambungan yang bertujuan untuk menghilangkan atau membalikkan pemahaman radikal yang telah terjadi. Kiranya perlu segera dibuatkan program khusus deradikalisasi untuk ASN.

Tidak kalah pentingnya ialah mencegah radikalisme sejak proses rekrutmen ASN. Apalagi, saat ini pemerintah membuka 152.286 formasi calon pegawai negeri sipil yang tersebar pada 68 kementerian dan lembaga serta 462 pemerintah daerah.

Sudah saatnya pemerintah mewaspadai kemungkinan adanya calon pegawai negeri sipil yang terpapar radikalisme. Tidak cukup dilakukan tes kompetensi dasar dan kompetisi bidang. Bila perlu, pemerintah melacak rekam jejak digital calon ASN terkait dengan radikalisme. Rekam jejak digital tidak pernah menipu tabiat seseorang yang terpapar radikalisme.

Perlu pula pemerintah mempertimbangkan untuk melacak rekam jejak digital seluruh ASN dan pegawai BUMN. Mereka yang terang-terang terpapar radikalisme dijerat hukum untuk selanjutnya direhabilitasi agar dapat kembali ke jalan yang benar. Hanya itu cara memutus mata rantai radikalisme di kalangan ASN dan BUMN.[*]

Media Indonesia