27 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Otonomi Khusus dan Optimisme SDM Papua di Masa Depan

Oleh: Rudi K Dahlan

BatasNegeriDi tahun 2008 saat saya pertama kali menjejakan kaki di Kota Palmerston North, New Zealand dan berinteraksi dengan banyak pelajar dan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di sana, hanya satu orang mahasiswa Indonesia yang berasal dari Papua. Mahasiswa asal Papua ini menempuh pendidikan atas biaya sendiri. Selama dua tahun kemudian ketika saya kembali ke tanah air tidak ada lagi mahasiswa yang berasal dari Papua.

Kemudian tahun 2013, saya kembali lagi ke kota Palmerston North untuk masa 4 tahun berikutnya. Saya cukup kaget karena ketika itu saya sudah mulai bertemu dan berkenalan dengan mahasiswa-mahasiswa dan pelajar asal Papua di kota ini. Mungkin ada sekitar belasan pelajar dan mahasiswa yang berasal dari Papua. Ternyata tidak itu saja, hingga tiga dan empat tahun kemudian mahasiswa dan pelajar asal Papua semakin bertambah hingga hampir seratus orang di kota Palmerston North ini. Tidak hanya itu, saya juga mendengar bahwa ada banyak juga mahasiswa asal Papua di kota-kota lainnya, seperti di Wellington, Auckland, Chirstchurch, Hamilton dan lain-lain. Saya perkirakan ratusan mahasiswa dan pelajar asal papua bersekolah di negara ini. Tidak heran bila kemudian dari seluruh mahasiswa Indonesia yang ada di kota saya tinggal tersebut, mahasiswa asal papualah yang paling banyak jumlahnya bila dilhat dari asal daerah.

Belakangan saya baru mengetahui bahwa pengiriman mahasiswa asal Papua tidak saja ke negara New Zealand, tetapi juga ke Australia, Amerika bahkan hingga Rusia. Rata-rata mereka menempuh pendidikan tinggi, bahkan di universitas bergengsi di negara-negara tersebut.

Umumnya mahasiswa Indonesia dari daerah lainnya datang dari beragam latar sumber pembiayaan. Ada yang atas biaya sendiri, ada yang dari beasiswa pemerintah negara tempat belajar, ada pula yang dibiayai oleh pemerintah Indonesia melalui kementrian pendidikan atau instansi terkait lainnya. Sementara itu mahasiswa Indonesia asal Papua mayoritas bersumber dari pembiayaan pemerintah provinsi Papua. Sebaliknya saya tidak pernah mendengar mahasiswa Indonesia dari daerah lain yang bersekolah berasal dari biaya bea siswa pemerintah daerah provinsi lainnya.

Sebenarnya beasiswa pemerintah provinsi Papua sebelumnya banyak pula diberikan bagi putra-putri asal Papua dan Papua Barat untuk bersekolah di banyak daerah lainnya di Indonesia, terutama di pula Jawa dan Sulawesi. Saya sendiri juga sudah sering berjumpa dengan banyak mahasiswa asal Papua lainnya yang belajar di kampus-kampus ternama di tanah air seperti di UI. Ada banyak pula yang bersekolah di UGM, ITB, IPB dan lain sebagainya. Beasiswa di dalam negeri juga banyak diberikan bagi mahasiswa asal Papua yang sedang menempuh jenjang pendidikan S2 di berbagai universitas ternama tersebut.

Rupanya inilah hasil dari komitmen pemerintah provinsi Papua dan juga Papua Barat untuk memanfaatkan kebijakan otonomi khusus. Salah satu bunyi di dalam pasal UU otonomi khusus no. 21/2001 ini memang mengamanatkan agar pemerintah provinsi mengalokasikan anggaran untuk pendidikan yang berasal dari dua sumber. Pertama, alokasi yang berasal dari penerimaan provinsi dalam rangka otonomi khusus sebesar 2% dari Dana Alokasi Umum nasional yang menekankan pada bidang pedidikan dan kesehatan. Kedua, alokasi dana pendidikan yang berasal dari dana perimbangan yang bersumber dari bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas alam sebesar 30% dari hasil tersebut harus dialokasikan untuk bidang pendidikan.

Dukungan Pendidikan Semakin Meningkat

Perubahan UU otsus no.21/2001 seperti yang tertuang di dalam UU no.2/2021 semakin memperkuat dukungan dan komitmen terhadap masa depan sumber daya manusia Papua. Perubahan ini menetapkan besaran yang berbeda untuk penerimaan dana daerah dalam rangka otonomi khusus ini. Seperti diketahui bahwa penerimaan dana dalam rangka otonomi khusus akan berlangsung hingga 20 tahun kedepan atau berakhir tahun 2041.

Bila sebelumnya besaran dana otsus adalah 2% dari DAU Nasional kini meningkat menjadi 2,25% dari DAU Nasional. Dari 2,25% ini dipecah 1% untuk pembangunan dan pelayanan publik termasuk untuk peningkatan kesejahteraan dan penguatan lembaga adat Papua. Sementara 1,25% terkait bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarkat.

Undang-undang ini mengamanatkan 30% dari jumlah 1,25% DAU Nasional dialokasikan untuk pendidikan. Porsi ini sebelumnya tidak diatur di dalam UU Otsus 21/2001. Kemudian bagi hasil sumber daya alam pertambangan yang semula alokasi untuk pendidikan sebesar 30% kini menjadi 35%. Ada peningkatan 5% dari UU Otsus sebelumnya. Peningkatan dan kepastian alokasi dana terhadap bidang pendidikan semakin memperkuat komitment pemberdayaan sumber daya manusia Papua.

Jaminan Pendidikan Tinggi Orang Asli Papua

Tidak hanya berhenti pada masalah pengalokasian dana pendidikan yang meningkat. Undang-undang otsus yang baru ini juga secara jelas dan tegas mewajibkan pemerintah daerah, kabupaten dan kota mengalokasikan anggaran pendidikan sampai jenjang pendidkan tinggi bagi Orang Asli Papua. Artinya setiap Orang Asli Papua harus mendapatkan pendidikan hingga menjadi sarjana atas biaya pemerintah, pemerintah daerah, kabupaten dan kota. Kewajiban tersebut tertuang di dalam pasal 56 ayat 6. Sebelumnya di dalam undang-undang no. 21/2001 pasal yang mewajibkan hal ini tidak ada.

Namun demikian dalam pelaksanaannya nanti harus menunggu dikeluarkannya peraturan pemerintah. Tetapi seharusnya peraturan pemerintah ini tidak akan lama dikeluarkan, yaitu selama 90 hari sejak undang-undang otonomi khusus yang direvisi ini diundangkan sebagaimana tercantum di dalam pasal 75. Artinya pada bulan November 2021 peraturan tersebut sudah harus dikeluarkan oleh pemerintah.

Kini yang perlu diperhatikan dan dikawal oleh masyarakat Papua adalah pelaksanaan undang-undang otonom khusus ini. Jalan perubahan generasi muda Papua demi masa depan yang lebih baik sudah dibuka melalui undang-undang otonomi khusus ini. Sangat disayangkan apabila mereka tidak menyadari kesempatan yang bisa dimanfaatkannya. Penolakan otonomi khusus yang digagas oleh sebagian masyarakat Papua lainnya tidak akan pernah membawa Papua kemana-mana. Sebaliknya justru menambah beban ketertinggalan generasi muda papua semakin jauh dan sulit dikejar padahal dunia global sedang bergerak cepat.

Penerimaan dana dalam rangka otonomi khusus selama 20 tahun mendatang cukup untuk mengubah masa depan Papua untuk setara bahkan melampui provinsi lainnya. Langkah tersebut sudah dimulai seperti yang saya tulis di awal-awal mengenai pengiriman mahasiswa asal Papua untuk bersekolah di negara-negara maju. Sementara kesempatan jauh lebih luas juga semakin terbuka untuk bersekolah di banyak universitas ternama di dalam negeri.

Semoga otonomi khusus ini memang bisa menjadi pembuka jalan bagi masa depan Papua yang lebih baik. Membangkitkan optimisme, membentangkan jalan dan menjadi momentum bagi masyarakat Papua dan Papua barat untuk tumbuh bersama, maju bersama dan berinteraksi dengan hangat, saling pengertian, sejajar dan hormat-menghormati dengan masyarakat daerah lainnya dalam bingkai NKRI. (kumparan)