BatasNegeri – Pertamina Hulu Energi (PHE) West Madura Offshore (WMO) mengembangkan inovasi Salt Centre Terintegrasi untuk mempersiapkan petani garam bertahan di tengah ketidakpastian cuaca.
Inovasi ini juga untuk mengatasi terbatasnya produksi garam khususnya di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
GM Zona 11 Muzwir Wiratama menjelaskan, teknologi yang dikembangkan berupa pengenalan cuaca, teknologi ulir filter (TUF) dan kristalisasi garam berbahan bakar briket rakyat (Pengembangan Siram Berbakat).
Saat ini kata dia, jumlah produksi garam di Indonesia kian menurun, sementara jumlah kebutuhan garam setiap tahunnya selalu meningkat.
Produksi garam di Kabupaten Bangkalan hanya 740 ton dari target yang ditetapkan yakni 4.000 ton atau hanya 18,5 persen dari target Kabupaten Bangkalan.
“Pada 2022 PHE WMO telah melakukan inovasi rumah garam portable dan alat cuci garam untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam dimana capaian produksi yakni sebesar 32 ton,” kata Muzwir dalam keterangan tertulis, Rabu (8/11/2023).
Disebutkan, kualitas garam rakyat juga meningkat dengan indikator pengukuran kadar NaCl dari sebelumnya 56,12 persen menjadi 94,07 yang telah memenuhi standar garam konsumsi/ garam meja.
Sedangkan pada tahun 2023, melalui inovasi yang telah dikembangkan untuk meningkatkan kuantitas produksi garam rakyat, nyatanya telah berhasil meningkatkan produksi garam mencapai 54 ton.
“Indonesia sebagai negara kepulauan, usaha garam rakyat sangat potensial sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.
Untuk itu kata dia, PHE WMO mendukung upaya pemerintah meningkatkan produksi garam nasional.
Salah satunya dengan memberdayakan petani garam di Desa Banyusangka, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan.
Melalui inovasi dan pengembangan teknologi, usaha garam rakyat semakin efisien, berkualitas dan menjadi komoditi strategis yang dapat meningkatkan kesejahteraan petambak garam dan masyarakat.
Kata dia, PHE WMO ingin membawa nilai manfaat kepada pemangku kepentingan, khususnya masyarakat di sekitar wilayah operasi.
Ini sejalan dengan komitmen perusahaan untuk mendukung kinerja keberlanjutan melalui program Environmental, Social & Governance (ESG) dan mendukung pemerintah mencapai target agenda internasional khususnya Sustainable Development Goals.
“Program ini utamanya berkontribusi pada tujuan nomor 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi,” ujarnya.
Dijelaskan, program pengenalan cuaca merupakan peningkatan kapasitas petani garam untuk melakukan pemantauan awan agar dapat melakukan prediksi cuaca secara mandiri.
Kelompok penerima manfaat dilatih untuk mengakses data cuaca pemerintah sebagai data sekunder dan membuat laporan harian pengamatan cuaca.
Pengamatan cuaca dilakukan dengan menggunakan teropong binocular, windsocks dan juga anemometer untuk memastikan kondisi cuaca berdasarkan kondisi awan, arah angin dan juga kecepatan angin.
Selain itu, penerapan Teknologi Ulir Filter ini dilakukan dengan cara memodifikasi petak garam yang dibuat secara berulir untuk mempercepat laju air agar lebih cepat tua sehingga mempercepat proses kristalisasi garam.
Jika dengan menggunakan metode konvensional proses kristalisasi air tua membutuhkan waktu 21-28 hari, dengan adanya teknologi ulir filter mampu mempercepat proses kristalisasi mencapai 14 hari.
Teknologi Ulir Filter ini juga memanfaatkan limbah padat Non B3 PHE WMO berupa pipa sebanyak 0,34785 ton.
Salt Centre Terintegrasi juga mengusung inovasi Pengembangan Siram Berbakat untuk menyelesaikan permasalahan sampah di pesisir, baik organik dan juga anorganik.
Dengan inovasi tersebut, pengelolaan sampah bekerja sama dengan Rumah Daur Ulang (RDU) Kabupaten Bangkalan.
Sampah yang telah dikumpulkan oleh kelompok selanjutnya ditukar dengan briket, yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses kristalisasi garam.
Garam yang diproses dengan evaporasi dengan memanfaatkan briket ini juga memiliki hasil yang lebih putih dan halus.
Inovasi ini juga mampu meningkatkan kapasitas produksi mencapai 50kg per hari.
Field Manager PHE WMO Markus Pramudito menjelaskan untuk menjaga stabilitas harga berupa pengembangan HUB “Jaringan Kerjasama Petani Garam Rakyat”.
Melalui inovasi ini, petani garam tidak hanya dari Desa Banyusangka tetapi desa sekitar lainnya seperti Desa Tlangoh juga bekerjasama dengan BUMDes Wijaya Kusuma dalam proses distribusi garam.
Dengan adanya kerjasama ini BUMDes Wijaya Kusuma telah mampu menjamin stabilitas harga garam khususnya di wilayah Desa Banyusangka dan sekitar Kecamatan Tanjungbumi.
Hingga saat ini sebanyak 7 petani garam bekerjasama dengan BUMDes Wijaya Kusuma.
Program ini mendorong terjadinya kesepakatan kolektif yang ditunjukkan dengan adanya kesepakatan standarisasi harga yang disesuaikan dengan kondisi pasar dan saling menguntungkan antara petani garam, pengrajin ikan asin dan juga BUMDes Wijaya Kusuma.
“Dengan demikian, program ini juga memutus rantai tengkulak yang selama ini merugikan petani garam,” katanya.
Melalui program ini, pendapatan kelompok garam meningkat menjadi Rp 176 juta per tahun dan Rp 22 juta dari diversifikasi produk.
Selain itu dari sisi lingkungan, 180 ton sampah terkelola setiap tahun.
Diversifikasi produk garam seperti pembuatan bumbu dendeng, sabun cuci, garam relaksasi, eco detergent, dendeng ikan, vanilla sea salt, permen karet, cabe garam, dan bumbu tabur bangkok melibatkan para wanita di desa.
“Pertamina juga memberi pelatihan diversifikasi garam. Bagaimana caranya garam bisa jadi produk lain. BUMDes menyediakan modal untuk ibu-bu itu. Produk mereka dijual BUMDes kepada konsumen,” Ketua Badan Usaha Milik Desa Ahmad Bukhori Muslim di Banyusangka.
“Nelayan Banyusangka tak lagi kesulitan mencari garam. Kami menjual garam itu Rp 75-80 ribu setiap 50 kilogram. Ternyata kami bisa memproduksi garam yang sama dengan petani,” tambah Bukhori.
More Stories
Satgas Yonif 741/GN Amankan Granat Aktif dari Warga Perbatasan RI-Timor Leste
Personel Yonkav 12/BC Bantu Masyarakat Cor Jalan Di Perbatasan RI-Malaysia
TNI-POLRI Kerjasama Susun Kajian Pertahanan Perbatasan Negara dalam Mendukung IKN