27 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Ridono, Ketua Kelompok Tani Kopi Prabu.

Pertamina Hulu Kaltim Kembangkan Kampung Kopi Luwak

BatasNegeri –  PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Daerah Operasi Bagian Utara (DOBU) terus konsisten melakukan inovasi program pemberdayaan masyarakat, melalui pengoptimalan potensi daerah salah satunya komoditi kopi.

PHKT Bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menginisiasi Program Penguatan Ekologi Kampung Kopi Luwak melalui pengembangan Kampung Kopi Luwak Desa Prangat Baru (Kapak Prabu).

Untuk diketahui, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gan Bumi (SKK Migas), adalah satuan kerja khusus yang ditugaskan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk mengelola kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, berdasarkan Peraturan Presiden No. 95/2012 jo. Peraturan Presiden No. 9/2013, sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden No. 36/2018 jo. Peraturan MESDM No. 2/2022.

SKK Migas bertugas mengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan maksimal bagi Negara, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Program Pengembangan Kopi Luwak Kapak Prabu Liberika dimulai oleh PHKT di Desa Prangat Baru pada 2020 dan menjadi satu-satunya di Kalimantan Timur. Ketua Kelompok Tani Kopi Prabu, Rindoni menjelaskan, hingga 2022, Kapak Prabu telah menanam 13.560 bibit kopi Liberica di atas lahan seluas 27 hektare.

Selain milik Rindoni, juga tersedia tanah untuk 34 anggota grup Kopi Prabu lainnya. “Jumlah tersebut belum termasuk puluhan warga dari dua tetangga Desa Prangat Baru yang telah bergabung,” ujarnya.

Rindoni menambahkan, seiring rilisnya yang masif, permintaan Kopi Liberika maupun Kopi Luwak saat ini cukup besar. “Sejak bermitra dengan PHKT maupun Pemerintah di level kabupaten maupun provinsi, produk kopi Kapak Prabu semakin dikenal oleh masyarakat. Permintaan pun meningkat,” ucapnya.

Jenis kopi Liberika maupun Luwak termasuk langka, sehingga banyak yang penasaran. “Berkat bantuan PHKT dan eksposure media, kini kami makin dikenal hingga mancanegara. Bahkan menjadi salah satu program unggulan Pemerintah Kutai Kertanegara,” kata Rindoni.

PHKT selalu memberikan pendampingan dan beragam pengembangan di bidang kopi. Salah satunya, melalui program Coffee Village. Sejumlah pelatihan telah diberikan, baik terkait kopi, maupun pendampingan di bidang lainnya terkait teknologi dan wisata.

“Berkat pendampingan dan pengembangan yang didukung PHKT, selama beberapa tahun ini sudah cukup banyak tamu yang berkunjung dan belajar tentang Kopi Luwak dan Liberika di Kapak Prabu, baik pemerintahan, lembaga, hingga universitas lokal, nasional, maupun asing,” sambung Rindoni.

Sementara Head of Communication, Relations & CID (CRC) PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Zona 10, Dharma Saputra menyatakan, PHI berkomitmen terus meningkatkan kapasitas serta kemandirian seluruh mitra binaan. Ini dibuktikan dengan terus dilakukannya upaya pendampingan serta memberikan dukungan berupa pengembangan kapasitas moril maupun materil kepada mitra binaan.

“Bersama petani lokal di bawah Pak Rindoni, kami terus menjalin diskusi dan kerja sama terkait pengembangan program Kapak Prabu, agar kebermanfaatannya dapat dirasakan secara luas di masyarakat,” jelasnya.

Sedangkan Manager CRC PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Dony Indrawan menyatakan, PHI-Regional 3 Kalimantan berkomitmen menjalankan program tanggung jawab sosial dan lingkungan Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang mendukung pengembangan dan kemandirian masyarakat, selaras dengan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

“Selain pendampingan, kami juga memberikan bantuan berupa alat pemanggang kopi (coffee roaster) dan memasang solar panel di rumah produksi kopi, sebagai bagian komitmen kami untuk green energy, “ ungkap Dony.

Program Kapak Prabu tidak hanya mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi, namun juga mampu memberikan kontribusi serapan karbon 266,5 ton C02 dan pelepasan 416 ton gas 0² melalui penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Ke depannya, PHKT berencana mengembangan desa wisata ekologi di Kawasan Marangkayu. Apalagi saat ini, pengembangan Kopi Luwak di daerah ini masih secara alami. Artinya, luwak yang ada di lokasi ini bukan hasil penangkaran, tetapi memang luwak liar di sekitar perkebunan.

“Jadi dengan adanya wisata ekologi, paradigma masyarakat bahwa luwak adalah hama, dapat diubah menjadi luwak adalah hewan yang harus dilindungi kelestariannya. Karena bisa menghasilkan nilai ekonomis tinggi dari biji kopi yang dimakannya, “ tutur Dony.[*]

rm.id