7 Desember 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Jokowi meninjau PLBN Entikong usai peresmiannya pada 21/12/2017. Foto-Antara

Strategi Membangun Wilayah Perbatasan

Oleh: Harmen Batubara*)

BatasNegeri – Di era pemerintahan sebelumnya, sebetulnya semangat dan rencana untuk menjadikan perbatasan sebagai “halaman depan bangsa” sudah sangat kencang.

Hal itu ditandai dengan dibuatnya UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang di dalamnya ada terkandung amanat untuk membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), yang waktu itu diidentifikasi sebagai suatu “superbody” yang akan mengentaskan pembangunan di wilayah perbatasan.

Juga sudah ada konsep pembangunan infrastruktur Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang terdiri dari 6 koridor. Masalahnya, dan ternyata, MP3EI dengan enam koridor tersebut, pembangunan infrastruktur perbatasan tidak ditemukan di dalamnya.

Maka, praktis perbatasan tetap terisolasi. Akibatnya, meski BNPP lahir dan berkembang tetapi dihadapkan dengan kondisi perbatasan yang masih terisolasi. Praktis BNPP hanya seperti macan kertas; hanya bisa membuat kebijakan, membuat grand design pembangunan perbatasan, tetapi tidak bisa diimplementasikan.

Sebagai pencinta wilayah perbatasan, saya melihat dan merasakan bagaimana strategi Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah dan akan membawa perubahan besar terhadap pembangunan di wilayah perbatasan. Minimal ada beberapa hal yang menurut saya sangat fenomenal.

Pertama, Jokowi telah bertekat dan sudah membangun jalan paralel perbatasan –di Kalimantan panjangnya 2000 km, di Papua 800 km, dan Timor Leste 350 km. Suatu hal yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Kedua, Jokowi kemudian membangun kembali 9 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di perbatasan. PLBN itu kini terlihat megah dan membanggakan warga bila melihatnya. Ada perasaan bahwa pimpinan negeri ini patut dihormati.

Ketiga, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menggelontorkan dana ke perdesaan atau Dana Transfer Desa, suatu konsep yang belum pernah ada di dunia, dan hasilnya sudah mulai dirasakan di perdesaan.

Keempat, pemerintah kini juga tengah menyelenggarakan peremajaan kebun rakyat, dan sudah dimulai lewat program peremajaan kebun sawit rakyat –nantinya akan bergeser ke kebun karet rakyat, kebun sahang rakyat, dan sebagainya.

Kelima, pemerintah tengah menghidupkan dan mengkampanyekan pembukaan Kawasan Ekomi Khusus (KEK), meski sampai saat ini pemda di wilayah perbatasan belum bisa memanfaatkannya.

Keenam, Jokowi juga membangun Trayek Tol Laut, yang hingga kini sudah ada 15 Trayek dan memastikan semua wilayah perbatasan terjangkau. Artinya? Kalau pemda proaktif, maka barang-barang produk Indonesia pasti jadi primadona di perbatasan. Ya kualitas, dan juga harganya.

Dengan keenam paket tersebut, dipercaya apa yang jadi kebutuhan perbatasan untuk jadi “halaman depan bangsa” sudah lebih dari cukup. Kini, bagaimana pemda di wilayah perbatasanlah yang diharapkan untuk menuntaskannya.

Tol Laut

Kalau ingat Jalur Tol Laut yang diinisiasi Presiden Jokowi, maka saya pasti ingat OBOR-nya China, yakni “One Belt One Road” atau “The Belt and Road Initiative” (BRI) yang dalam realitanya adalah jalur kereta api China Railway Express yang melewati 60 negara mitra. Dimulai dari Kota Yiwu, China melewati Eurasia dengan total panjang 13.052 km, dan memerlukan sekitar 18 hari untuk mencapai titik barat ke Kota Madrid, Spanyol. China menginisiasi dan memimpin BRI dengan program investasi yang sangat ambisius, menciptakan jaringan infrastruktur termasuk jalan, kereta api, telekomunikasi, jaringan pipa energi, dan pelabuhan di sepanjang BRI tersebut.

Program ini akan meningkatkan interkonektivitas ekonomi dan memfasilitasi pembangunan di Eurasia, Afrika Timur, dan lebih dari 60 negara mitra lewat Enam Koridor Ekonomi: China-Mongolia-Rusia, New Eurasia Land Bridge serta China-Asia Tengah-Asia Barat, Tiongkok-Semenanjung Indochina, Tiongkok-Pakistan, Banglades-Tiongkok-India-Myanmar. China’s Silk Road Economic Belt akan terhubungkan jaringan pipa hydrokarbon, rel kereta api kecepatan tinggi.

Secara harafiah memang yang disebut Tol Laut merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan yang dicetuskan oleh Presiden Jokowi. Program ini bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Nusantara.

Dengan adanya hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini, maka dapat diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok. Dalam penglihatan saya, ada persamaan konsep antara OBOR China dan Tol Laut Jokowi. Hanya saja “kelas”-nya memang berbeda; OBOR melintasi 60 negara internasional, Tol Laut melintasi 34 provinsi. Tapi, hakikatnya sama membenahi interkonektivitas guna meningkatkan peluang bisnis.

Jadi, kalau China berani memberikan dukungan pendanaan bagi pembangunan jaringan infrastruktur termasuk jalan, kereta api, telekomunikasi, jaringan pipa energi, dan pelabuhan di sepanjang Jalur BRI tersebut, maka pemerintahan Jokowi bersedia membangun jaringan 24 pelabuhan berikut sarananya, serta menyediakan kapal untuk mengarungi jalur sepanjang jalur Tol Laut-nya. Dengan harapan, pemda mau berpartisipasi untuk membangun jaringan infrastruktur guna menunjang kelancaran program Tol Laut, dan tentu demi keuntungan pemdanya sendiri. Pemda diharapkan dapat membuat jaringan jalan raya, telekomunikasi, serta berbagai jaringan penunjang bisnis lainnya untuk memudahkan menjangkau dan memanfaatkan Pelabuhan Tol yang ada di wilayahnya.

Tol Laut terus berkembang dan menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ini jumlah trayek tol laut sudah semakin bertambah. Sejak awal dicanangkan, proyek ini semakin menunjukkan peningkatan. Dari sebelumnya hanya sekitar tujuh trayek, kini sudah bertambah enam trayek menjadi 13 trayek. Proyek tol laut diprioritaskan untuk wilayah Indonesia bagian timur. Namun, terdapat beberapa wilayah di barat, salah satunya Sumatera dan Natuna.

Desa dan Kebun Rakyat

Di samping pembangunan infrastruktur perbatasan, pemerintah kini juga memperhatikan kehidupan masyarakat desa, dengan pola pembangunan lewat pemberdayaan, yakni dengan mengalokasikan anggaran pembangunan bagi perdesaan, suatu langkah nyata yang belum pernah ada sebelumnya.

Desa kini menjadi lebih kuat setelah pemerintah juga memberikan Dana Desa (DD) dengan memberikan instrumen “dana transfer” ke desa. Desa yang telah memiliki otoritas menjadi lebih bertenaga karena bisa mengelola anggaran sendiri (anggaran pendapatan dan belanja desa/APBDesa) dengan salah satu sumbernya dari DD (di samping enam sumber lain).

Dana Desa yang diberikan pemerintah jumlahnya juga luar biasa. Pada 2015 total DD Rp 20,7 triliun (dibagi ke 74.093 desa); 2016 sebanyak Rp 46,9 triliun (dibagi ke 74.754 desa); dan pada 2017 akan disalurkan Rp 60 triliun (dibagi ke 74.910 desa). Penyerapan DD tergolong fantastis. Tahun pertama terserap 82,72 persen dan tahun kedua 97,65 persen, di tengah situasi regulasi yang belum terlalu mapan, sosialisasi yang dikendalai waktu, dan persebaran desa yang sedemikian luas.

Apa yang terjadi? Hasilnya luar biasa. Berbagai perubahan kini muncul minimal dalam dua tahun pelaksanaan program DD ini. Sekurangnya lima hal pokok telah dirasakan di lapangan.

Pertama, desa berdenyut kembali dalam kegairahan pembangunan aneka ikhtiar pembangunan dan pemberdayaan, seperti inisiasi pasar desa atau pembentukan badan usaha milik desa (BUMDesa).

Kedua, transparansi anggaran menjadi keniscayaan baru sebagai bagian dari akuntabilitas penyelenggara pemerintahan desa.

Ketiga, keswadayaan dan gotong royong terlihat kokoh karena seluruh program harus dijalankan secara swakelola, tak boleh diberikan kepada pihak ketiga.

Keempat, ongkos pembangunan menjadi amat murah karena dikerjakan oleh warga desa dengan semangat keguyuban tanpa harus mengorbankan kualitas.

Kelima, munculnya aneka upaya untuk memperkuat kapasitas warga dan pemberdayaan lestari dengan basis budaya dan pengetahuan lokal. Banyak desa yang menginisiasi munculnya sekolah desa, sekolah perempuan, dan lain-lain.

Di samping memperkuat kemampuan desa, pemerintah juga merencanakan akan melakukan peremajaan terhadap kebun rakyat; kebun yang selama ini tidak pernah teremajakan. Sebagai langkah awal, meremajakan kelapa sawit kebun rakyat. Setelah kelapa sawit, peremajaan perkebunan rakyat juga akan dilakukan untuk kebun karet, kopi, kakao, dan pala. Penanaman perdana peremajaan kebun kelapa sawit rakyat seluas 4.400 hektar telah dilakukan di kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan.

Kita hanya berharap agar BNP dan pemda perbatasan benar-benar mau melihat peluang ini, dan ikut berbenah serta berperan serta dalam mewujudkan perbatasan sebagai “halaman depan bangsa”.[detik.com]

*)Periset, menulis sejumlah buku tentang pembangunan wilayah perbatasan