15 Desember 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

ilustrasi - Antara

Apa Kabar Tol Laut?

Oleh: Dana Pratiwi, Fuad Rizky, Fadli Mubarok

BatasNegeri – Tol Laut merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan yang dicetuskan Joko Widodo (Jokowi) saat maju sebagai calon presiden pada kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu. Program ini bertujuan menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang tersebar di seluruh nusantara, dan digadang-gadang mampu memacu penguatan ekonomi maritim Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Agar proyek tol laut ini terimplementasikan sesuai harapan awal, pemerintah harus mempersiapkan jalur pelayaran bebas hambatan yang menghubungkan hampir seluruh pelabuhan di Indonesia. Dengan demikian ada jaminan konektivitas antarpulau hingga ke wilayah timur dan wilayah terluar di negeri kepulauan terbesar di dunia ini.

Dalam Laporan 4 Tahun Joko Widodo-Jusuf Kalla, memang disebutkan jika pemerintah terus membangun infrastruktur konektivitas laut guna memperbesar manfaat dari tol laut dan menekan disparitas harga. Hal ini telah diupayakan pemerintah dengan meningkatkan trayek kapal tol laut, kapal perintis, kapal ternak dan kapal pelayaran rakyat.

Terhitung sejak 2015-2018, terdapat 113 trayek kapal perintis yang telah dibuat pemerintah. Lalu, untuk trayek kapal ternak, pada tahun 2018 ini juga telah dibuat enam trayek. Sedangkan untuk trayek tol laut sendiri sejak tahun 2015-2018 total telah ada 18 trayek.

Terkait perkembangan tol laut saat ini, Kepala Seksi Pelayaran Rakyat Sub Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Hasan Sadili memaparkan, sejauh ini realisasi perjalanan kapal (voyage) kapal tol laut di tahun 2017 telah mencapai 152 kali dari target voyage 245 kali (62%).

Sedangkan realisasi muatan berangkat tol laut tahun 2017 adalah 212.865 ton atau baru terealisasi 41.2% dari target tahun 2017 yakni sebesar 517.200 ton. Untuk realisasi muatan balik di tahun yang sama, baru sebesar 20.274 ton. Angka ini jauh dari yang ditargetkan pemerintah, yakni sebesar 517.200 ton.

Berkaca dari hasil evaluasi penyelenggaraan program tol laut sepanjang tahun 2017 tersebut, Ditjen Perhubungan Laut kemudian melakukan penambahan trayek tol laut menjadi 18 trayek dan pelabuhan singgah di tahun 2018, serta mengoptimalkan rute trayeknya menggunakan skema pengumpul dan pengumpan.

“Sebelum bulan Oktober 2018 sudah ada 15 trayek, sekarang bertambah 3 menjadi 18 trayek, sampai akhir tahun kita menargetkan 22 trayek,” kata Hasan kepada Validnews, Jumat (26/10).

Penambahan trayek tersebut berada di wilayah Sulawesi dan akan ditangani oleh perusahaan pelayaran BUMN, yakni PT Djakarta Lloyd. Operator baru itu direncanakan memakai tiga kapal logistik berkapasitas 100 TEUs (ukuran ekuivalen dua puluh kaki).

Penambahan trayek tersebut disebutkan Hasan sudah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan.

Kemenhub sendiri tak sembarangan menentukan trayek tol laut baru. Penentuannya sangat tergantung pada sarana dan prasarana di daerah, misalnya pelabuhan singgah. Anggaran yang tersedia juga ikut memengaruhi penentuan trayek baru.

Hasan menerangkan, selama ini pihak swasta juga dilibatkan dalam pelaksanaan tol laut. Saat ini, telah ada beberapa perusahaan swasta yang melayani tol laut di wilayah timur, di antaranya PT. Mentari Sejati Perkasa, PT. Temas Line serta PT. Meratus Line.

Meski melibatkan pihak swasta, pemerintah tetap mengatur jenis barang yang diprioritaskan untuk menggunakan tol laut untuk didistribusikan ke daerah pelosok. Barang prioritas itu kata Hasan yaitu beras, air mineral, semen, tepung terigu dan gula.

Muatan Balik
Sungguh pun trayek terus ditambahkan pemerintah, Kemenhub mengakui kalau proyek tol laut masih menghadapi sejumlah kendala. Hasan mengatakan, pihaknya sering mendapati kosongnya muatan balik tol laut dari kawasan timur Indonesia. Tarif muatan balik ini juga masih banyak dikeluhkan oleh sejumlah daerah.

“Makanya, untuk meningkatkan muatan balik tol laut kita mencoba merevisi tarif balik,” tuturnya.

Selain itu, Kemenhub juga akan melakukan pelbagai upaya untuk mendongkrak muatan balik. Di antaranya melalui penambahan reefer container sebanyak 40 unit, kemudian pemberian diskon kepada pengguna dry container dan reefer container.

Sedangkan untuk mencegah terjadinya monopoli harga dan menjaga jenis muatan agar tidak disalahgunakan, pihaknya mengaku telah membuat aplikasi Informasi Muat Ruang Kapal (IMRK) online yang berisikan jatah, komoditas, prioritas muatan, jadwal keberangkatan atau kepulangan, serta standar pelayanan dan prosedur.

“Pemilik barang tidak perlu takut barangnya tidak diangkut, karena melalui IMRK dapat mengetahui barang apa saja yang boleh dikirim dan mengetahui jadwal kapal yang akan berangkat,” ucapnya.

Ia mengklaim, pendaftaran via online ini dapat meminimalkan pungli. Sebab lewat sistem online pengawasan barang yang akan dikirim menjadi mudah untuk diawasi oleh pihak Kemenhub.

Menurutnya, selama ini masih banyak pengusaha yang dengan sengaja memasukan barang yang tidak seharusnya diangkut melalui tol laut, seperti, kendaraan, furniture, dan sebagainya.

“Jika ditemukan barang yang dilarang untuk diangkut pihaknya akan mengenakan tarif tiga kali lipat dan memberikan suspend kepada pengusaha terkait,” cetusnya.

Meski dilakukan pengawasan secara online, pihaknya juga melakukan pengawasan di areal pelabuhan. Kemenhub melakukan pengecekan satu persatu kontainer yang akan diangkut dengan kapal melalui tol laut. Hanya saja pengawasan seperti ini diakuinya masih kurang maksimal karena minimnya anggaran dan sumber daya manusia.

Upaya lain pemerintah untuk memaksimalkan seluruh trayek kapal tol laut yakni dengan memanfaatkan program Rumah Kita. Program yang sudah tersebar di sejumlah titik ini merupakan pusat logistik yang dikelola oleh sejumlah BUMN, seperti PT Pelindo I-IV, PT Pelni dan PT ASDP.

Salah satu fungsi Rumah Kita kata Hassan yakni mendistribusikan komoditas secara lebih efektif sehingga disparitas harga menurun. Keberadaan Rumah Kita juga dapat mendukung keberlanjutan program tol laut untuk menampung logistik dari wilayah barat dan timur sehingga terjadi keseimbangan keterisian antara kapal-kapal yang datang dari wilayah Indonesia barat dan timur.

Melalui program Rumah Kita, barang-barang di sepanjang trayek tol laut juga akan dikonsolidasikan. Jadi, barang yang dibawa itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar lokasi tersebut.

Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) sebagai asosiasi pengusaha kapal yang dilibatkan oleh pemerintah dalam proyek tol laut turut mengapresiasi program Rumah Kita ini.

“Pemerintah membuat Rumah Kita yang meng-handle inventori sebagai tempat menyangga produk sehingga dapat menekan disparitas harga karena ada ketersediaan barang,” kata Ketua Umum INSA Johnson Soetjipto, kepada Validnews, Jumat (26/10).

Dia optimistis proyek yang telah berjalan tiga tahun ini akan lebih baik lagi di tahun depan. Sebab pemerintah baru membangun 15 unit kapal kontainer sehingga meningkatkan frekuensi pengiriman di tol laut.

“Jadi kalau transportasi, trayek dan frekuensinya bertambah jadi dapat meringankan,” ungkapnya

Mengacu pada dokumen yang diperoleh dari INSA, saat ini frekuensi kapal per rute trayek dua kali per bulannya. Tiap penambahan rute dan frekuensi kapal, diklaim INSA akan membuat biaya logistik semakin murah.

INSA sendiri mengapresiasi langkah pemerintah membuat proyek tol laut ini. Johnson mengamati, lewat konsep tol laut ini pemerintah akhirnya menerapkan trade follow the ship. Konsep seperti ini membuat daerah terluar akhirnya terkoneksi. Konsep ini jelas berbeda dengan pihak swasta yang mengedepankan ship follow the trade.

“Karena konsep ini pelabuhan yang semula produktivitasnya rendah menjadi berubah dan efisien,” tuturnya.

Johnson pun yakin dengan selesainya 15 unit kapal kontainer yang baru, dan kira-kira 80 unit kapal laut yang menyusul ke depannya, tol laut akan dapat menciptakan konektivitas yang baik bagi seluruh wilayah Indonesia.

Subsidi Pemerintah
Mengacu data dari Kemenhub, disebutkan bahwa anggaran untuk pelaksanaan tol laut di Indonesia mencapai sekitar Rp335 miliar pada tahun 2017 lalu. Jumlah ini kemudian mengalami peningkatan di tahun 2018 menjadi Rp447 miliar.

Kemudian, jika di tahun 2017 pemerintah hanya mensubsidi operasional kapal, di tahun 2018 ini pemerintah menyubsidi operasional kapal, sekaligus kontainer.

Masalahnya, di balik penambahan jumlah trayek dan pengadaan kapal serta besarnya anggaran subsidi yang telah dikeluarkan pemerintah, nyatanya harapan tol laut menekan disparitas harga belum tercapai.

Direktur The National Maritime Institute Siswanto Rusdi mengungkapkan, ketidakefektifan tol laut saat ini lebih disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, subsidi yang diberikan pemerintah untuk distribusi logistik baru sebatas dari pelabuhan ke pelabuhan di wilayah lainnya. Sedangkan untuk distribusi dari pelabuhan ke pasar yang sudah menggunakan transportasi darat tidak disubsidi lagi.

“Tol laut hanya meng-cover subsidi di pelabuhan. Sedangkan subsidi dari pelabuhan ke pasar tidak di-cover,” kata Siswanto, kepada Validnews, Jumat (26/10).

Kedua, persoalan distribusi komoditas yang terpusat di Pulau Jawa. Barang yang beredar menurut Siswanto kebanyakan hanya di Pulau Jawa. Komoditasnya pun tetap diproduksi Pulau Jawa.

“Jadi komoditas yang banyak itu ketika dibawa keluar Pulau Jawa membuat kapal penuh, karena di luar Pulau Jawa tidak ada pabrik,” jelasnya.

Oleh karena itu, Siswanto berpendapat bahwa sebenarnya ada kesalahan bila melihat persoalan disparitas harga sebagai dampak dari persoalan jumlah kapal atau pelayaran. Bagi Siswanto hal itu justru lebih disebabkan ketiadaan pembangunan pabrik-pabrik di wilayah timur, sehingga di sana hanya penghasil barang mentah yang harus dibawa ke Pulau Jawa.

“Jadi cara melihat persoalannya sudah salah,” pungkasnya.

Dia yakin persoalan untuk disparitas harga ini memang tidak akan selesai sebatas hanya mengandalkan pembangunan tol laut. Karena pada intinya pemerintah harus terus melakukan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di daerah tujuan tol laut.

Caranya, lewat pemerataan pembangunan industri. Jadi, wilayah Indonesia timur tidak lagi hanya memiliki komoditas dalam bentuk barang mentah saja, namun dapat mengolahnya juga menjadi barang jadi.

“Itulah tugas pemerintah untuk dapat mengembangkan komoditas di wilayah lainnya. Jadi ketika kapal laut datang, pulang dapat membawa barang sesuai dengan nilai keekonomisan kapal, supaya subsidinya dapat habis,” pungkasnya.

Siswanto mengebutkan, langkah penyediaan subsidi dalam pembangunan pelayaran Indonesia tidaklah salah. Hanya saja ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberikan subsidi yang tidak memberatkan APBN, misalnya dalam bentuk keringanan pajak atau keringanan bunga bagi industri pelayaran.

“Di Indonesia pelayarannya pajaknya tinggi dan suku bunga tinggi di atas 10%, sedang di negara lain di bawah 6-7 %,” paparnya.

Dia mengamati, pemerintahan-pemerintahan sebelum Jokowi sebetulnya turut menyadari potensi dari proyek tol laut untuk pembangunan Indonesia. Akan tetapi mereka sadar akan kondisi keuangan negara lantaran proyek ini memerlukan anggaran yang besar dan kesiapan perencanaan yang baik.

Anggota DPR RI Komisi VI Bambang Haryo Soekartono juga menyoroti perkembangan dari implementasi proyek tol laut ini. Menurutnya, jalur yang digagas untuk tol laut oleh pemerintah ini sebetulnya telah dilalui oleh pelayaran komersial.

“Artinya tanpa subsidi tol laut banyak perusahaan-perusahaan pelayaran yang sudah lebih dulu berlayar di wilayah tersebut,” kata Bambang, kepada Validnews, Senin (29/10).

Bambang juga mengkritik mekanisme perdagangan logistik yang dilepas ke mekanisme pasar. Hal ini menyebabkan harga barangnya sama saja dengan barang yang dijual melalui pengiriman non-tol laut. Oleh karena itu, Bambang berpendapat bahwa proyek tol laut yang telah menghabiskan uang rakyat cukup besar ini hanya menguntungkan untuk para pedagang saja.

“Akhirnya manfaat dari pada tol laut ini tidak ada untuk rakyat, padahal menggunakan uang rakyat,” ungkapnya.

Bambang juga pernah mendapati adanya kapal tol laut dari Surabaya menuju Makassar yang seharusnya menampung muatan 540 kontainer, namun hanya terisi 10 kontainer. Dengan keadaan seperti itu saja mereka telah mendapatkan untung karena tetap mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Guna mengatasi persoalan tersebut, Bambang pun merincikan upaya yang seharusnya dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah seharusnya membuat trayek tol laut yang tidak memasuki jalur komersial. Tol laut lebih diharapkan untuk jalur-jalur perintisan yang tidak dilalui kapal-kapal swasta.

Kedua, pemerintah harus memiliki target muatan yang diangkut, seperti tidak boleh kurang dari 80%. Karena menurut Bambang, baik terisi maupun kosong kapal itu tetap disubsidi dan biaya operasionalnya berasal uang rakyat dengan biaya yang sangat besar.

“Minimal 80% maksimal 100%, kalau tidak bisa sesuai target ya ditutup. Karena tidak ada manfaatnya,” paparnya.

Ketiga, Bambang mengatakan bahwa harga semua komoditas yang melalui tol laut seharusnya terus dipantau oleh pemerintah. “Jadi tujuan dari tol laut dapat tercapai untuk mengurangi disparitas harga,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI, Agus Eko Nugroho berpendapat, tol laut ini memiliki dampak positif jika memang diimplementasikan dengan baik. Tol laut dapat meningkatkan arus suplai barang dari barat ke timur, atau sebaliknya.

Dengan begitu diharapkan mampu menurunkan perbedaan signifikan antara harga di Indonesia bagian barat dan bagian timur yang umumnya lebih tinggi. Misalnya, harga semen katakanlah di Jawa dengan Papua atau Ambon, termasuk juga harga bahan bakar.

Tol laut ini menurut Agus dapat dikatakan relatif mampu menurunkan perbedaan tersebut. Kemudian, ia menambahkan, berdasarkan indeks tol laut juga dapat menurunkan ketimpangan perbedaan antara bongkar muat barang.

“Artinya peningkatan bongkar muat barang seperti kontainer menurun, sehingga memang terjadi kegiatan yang meningkat di Indonesia Timur. Termasuk juga harga bahan bakar itu devisanya semakin kecil sehingga inflasi secara nasional kita amati trennya menurun secara signifikan,” tegas Agus kepada Validnews, Senin (29/10).

Dia mengatakan masih ada hal-hal yang patut diperbaiki agar strategi tol laut semakin efektif. Secara akses, tol laut masih belum sempurna karena tidak semua masyarakat dapat menjangkau itu. Padahal, kegiatan ekonomi terutama di wilayah Indonesia timur melibatkan yang namanya pelayaran rakyat.

Berdasarkan kajian LIPI mengenai efektivitas tol laut, perspektif atas tol laut sebagai bagian sistem logistik nasional yang dipahami selama ini oleh pemerintah adalah port to port atau pelabuhan ke pelabuhan. Seharusnya, dikatakan Agus mulai diperluas menjadi door – port to port – door.

“Ambil contoh misal begini, logistik itu kan sebenarnya bukan dari pelabuhan ke pelabuhan, mereka door to door, artinya dari pintu apakah itu rumah, pabrik kemudian masuk ke dalam sistem transportasi darat kemudian masuk dengan pelabuhan kemudian terhubung dengan pelabuhan lain. Lebih luas,” tegas Agus kepada Validnews, Senin (29/10).

Pembangunan infrastruktur, bagi Agus, harus memiliki dua perspektif. Pertama pembangunan infrastruktur itu harus mampu mendorong daya saing dan produktifitas nasional. Di satu sisi, pemerintah juga harus meningkatkan aksesbilitas dari masyarakat, bukan hanya pada skala ekonomi besar tapi juga skala ekonomi kecil.

Dari situlah menurutnya pembangunan akan terealisasi dengan baik dan dapat dikatakan efektif secara sempurna. Bila tidak, pasti belum bisa memberikan efek yang kuat untuk menurunkan disparitas harga yang signifikan.

“Intinya secara garis besar masih terputus antara pelabuhan skala besar dengan pelayaran rakyat yang tersebar. Ini yang perlu disatukan. Kegiatan ekonomi terutama di wilayah Indonesia timur itu juga melibatkan yang namanya pelayaran rakyat dan cukup intens,” katanya.

Oleh sebab itu, Agus berharap hal ini dapat segera dibenahi agar efektivitasnya semakin terasa di kalangan masyarakat. Konektivitas yang komprehensif perlu dibangun, bukan hanya bicara masalah pelabuhan, perdagangan dan sebagainya.[*]

 validnews.id