26 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

Kisah Pengepul Sampah di Perbatasan RI-Malaysia

BatasNegeri – Sudah bertahun-tahun silam, Bambang Eko Purwanto, bergelut sebagai pengepul sampah yang ada di perbatasan Indonesia-Malaysia. Tepatnya, di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Ia merupakan ketua dari Ketua Bank Sampah Induk Mitra Binaan PT Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field. Sejak diseriusi pada tahun 2018, ia telah menaungi 18 unit bank sampah se-Nunukan Raya.

“Nasabah ada sekitar 5.000 orang. Unit itu tadi, ada tambahan dari kantor bupati. Itu programnya tiap Minggu nimbang, tiap hari Sabtu. Gabungan dinas,” ujar Bambang ketika berbincang dengan kumparan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis Sore (21/11/2019).

Bambang dan beberapa pekerja bank sampah, tengah menumpuk sampah-sampah plastik kala kumparan berkunjung.

Ia pun, sempat mempraktikkan secara singkat proses pengolahan sampah hingga dipres. Kedua pekerjanya, cekatan mengoperasikan mesin pres sederhana yang bisa memuat setidaknya satu karung sedang botol-botol plastik. Tinggal dinyalakan mesinnya, sampah dimasukkan dan botol bekas bisa memipih tak lama kemudian.

Bambang bercerita, botol-botol plastik yang ia kumpulkan tak hanya datang dari Indonesia. Namun, tak sedikit pula yang dari Malaysia, yang ia sebut botol Tawo. Ukuran botol Tawo pun beragam, ada botol besar dan tanggung. Biasanya, sampah-sampah botol Tawo itu banyak digunakan sebagai pelampung rumput laut masyarakat di daerah pesisir pantai Nunukan. Harganya pun, kata dia, lebih mahal sehingga bisa lebih cuan atau menguntungkan bagi pengepul sampah.

“Karena itu lebih tahan daripada kita punya. Artinya lebih kuat, lebih tahan lama. Harganya pun lebih mahal. Kalau dari Tawo itu membeli Rp 1.200 satu bijinya, kalau kita Rp 1.000,” ujar Bambang.

Utamanya botol berukuran besar yaitu 1,5 liter, menurutnya banyak yang didominasi oleh botol Tawo. Dalam sebulan, ada sekitar 2 ton botol plastik bekas dari Malaysia yang ia kumpulkan di bank sampah. Plastik bekas yang telah terkumpul itu, kemudian dipilah, dibersihkan, dan dipres. Setelah itu, bisa dicacah dan dikirimkan ke pabrik pengolahan daur ulang sampah di Surabaya, Jawa Timur.

“Kita enggak kirim sendiri, tapi ada pengepul yang besar lagi yang langsung kirim ke Surabaya, karena mahal pengirimannya bisa Rp 10 juta per kirim, makanya kita kumpulkan,” kata dia.

Peduli Sampah, Berdayakan Masyarakat

Bambang mengaku aktivitas mengepul sampah bukan semata untuk kepentingan bisnis pribadi. Pasalnya, bank sampah yang ia gerakkan itu juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Sampah-sampah sisa kebutuhan rumah tangga seperti botol plastik bekas air minum, kardus, karton, hingga besi bekas bisa ditabungkan di bank sampah.

Hasilnya pun, kata dia, lumayan untuk membantu perekonomian masyarakat sekitar Nunukan. Dalam dua atau tiga minggu, warga pun bisa mengambil tabungan sampah itu, paling banyak bisa mencapai Rp 1 juta.

“Kita juga bisa menggaji pegawai setidaknya Rp 1,5 juta itu kerjanya sekitar 4 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 12 siang, lumayan,” ujarnya.

Saat ini, bank sampah yang ia pelopori memang belum besar. Pasalnya, hanya ada satu mesin sederhana untuk pres botol-botol bekas. Ke depan, ia pun berharap bank sampah bisa terus meningkat kapasitasnya. Utamanya, terkait ketersediaan mesin yang lebih mumpuni.

“Karena kita belum bisa mengolah yang banyak, yang menumpuk itu kan. Menunggu itu. Kalau itu bisa diolah, kita punya mesin yang berkapasitas 2 ton per hari. Itu bisa,” ucap Bambang.[*]

Kumparan.com