29 April 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

ilustrasi - Salah satu kegiatan para mahasiswa penerima beasiswa dari Pemerintah Provinsi Papua di Amerika Serikat. (Kompas.id)

Masa Depan Mahasiswa Papua Penerima Beasiswa Otsus Terancam

BatasNegeri – Sebanyak 1.717 mahasiswa Papua penerima beasiswa otonomi khusus belum membayar biaya pendidikan pada tahun ini. Kuliah mereka terancam diberhentikan pihak kampus karena keterlambatan pembayaran biaya kuliah oleh Pemerintah Provinsi Papua.

Ketua Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Papua John Reba, saat ditemui di Jayapura pada Rabu (21/6/2023), mengatakan, pihaknya telah berunjuk rasa dan menginap di Kantor Gubernur Papua sejak Kamis pekan lalu hingga saat ini. Aksi tersebut demi memperjuangkan masa depan anak-anak mereka yang kini menempuh pendidikan di dalam ataupun luar negeri.

John memaparkan, para mahasiswa penerima beasiswa dari Provinsi Papua tidak menerima uang kuliah dan biaya hidup selama enam bulan terakhir. Bahkan, ada seseorang mahasiswa Papua di Jerman yang telah diusir dari asramanya dan sempat menginap di sebuah taman.

Ia pun mengungkapkan, terdapat sekitar 30 mahasiswa yang terpaksa kembali ke Papua karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan kuliah. Mereka berasal dari tempat studi di sejumlah negara, antara lain Amerika Serikat dan Selandia Baru.

Adapun total mahasiswa penerima beasiswa Otsus untuk enam provinsi di wilayah Papua mencapai 3.171 orang. Provinsi Papua menjadi wilayah dengan jumlah mahasiswa penerima beasiswa Otsus yang terbanyak, yakni 1.717 orang.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua adalah instansi yang berwenang untuk penyaluran dana beasiswa para mahasiswa. BPSDM Papua telah mencairkan dana beasiswa senilai Rp 68 miliar dari total anggaran Rp 122 miliar.

Pembayaran Rp 68 miliar untuk tunggakan biaya pendidikan mahasiswa pada tahun 2022. Sementara terkait sisa dana Rp 54 miliar, pihak BPSDM Papua masih melakukan validasi data penerima beasiswa Otsus pada tahun 2023.

”Kami akan tetap menempati Kantor Gubernur Papua hingga biaya pendidikan dan biaya hidup anak-anak kami telah ditransfer ke rekening mereka. Kami meminta Pemprov Papua agar jangan menunda proses pembayaran biaya beasiswa para mahasiswa,” ujar John.

John menuturkan, pihaknya sementara melakukan verifikasi data penerima beasiswa yang bersumber dari BPSDM Papua dalam dua hari terakhir. Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Papua pun menemukan banyak data yang bermasalah meskipun hasil verifikasi baru mencapai 432 mahasiswa.

Sejumlah data yang bermasalah dari verifikasi data BPSDM Papua meliputi nomor rekening 236 mahasiswa yang tidak sesuai, domisili 67 mahasiswa yang tidak benar, 18 mahasiswa tidak tercatat dalam data BPSDM Papua, dan kesalahan lokasi studi 16 mahasiswa yang kuliah di luar negeri.

”Kami akan meminta klarifikasi dari pihak BPSDM dan bank terkait temuan ini,” kata John.

John meminta pemerintah pusat agar jangan hanya fokus dengan kebijakan membangun infrastruktur di Tanah Papua selama beberapa tahun terakhir. Pembangunan sumber daya manusia anak-anak Papua di era otonomi khusus juga harus diprioritaskan.

”Kebijakan Otsus dapat dianggap gagal apabila tidak berdampak untuk meningkatkan SDM masyarakat Papua. Kami meminta negara jangan mengabaikan pentingnya layanan pendidikan bagi masyarakat asli Papua,” ujar John.

Sementara itu, Kepala BPSDM Papua Aryoko Rumaropen mengatakan, pihaknya belum dapat memberikan tanggapan terkait dengan tuntutan Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Papua. ”Saya belum dapat berkomentar karena proses validasi data sedang dilakukan,” katanya.

Guru Besar Hukum Universitas Cenderawasih Melkias Hetaria, dalam diskusi publik yang diselenggarakan Analisis Papua Strategis secara daring pada Senin (19/6), berpendapat, diperlukan payung hukum dari turunan tata kelola beasiswa Otsus. Hal ini karena instrumen dari Undang Undang Otonomi Khusus sudah sangat jelas mengatur mengenai pendidikan bagi orang asli Papua.

Constant Karma, yang juga mantan Wakil Gubernur Papua, dalam diskusi tersebut berharap masalah keterlambatan pembayaran biaya kuliah bagi mahasiswa Papua harus segera dapat diselesaikan dengan perangkat negara. Ini, misalnya, Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; serta Kementerian Luar Negeri.[*]

kompas.id