Sejak kasus positif Covid-19 muncul di Indonesia 2 Maret 2020, Pemda NTT bergerak cepat. Saat itu belum ada kasus positif di NTT, namun pemerintah daerah telah melakukan kebijakan antisipasi penyebaran virus Covid-19.
Nusa Tenggara Timur termasuk salah satu daerah dengan tingkat penularan wabah Covid-19 terendah di Indonesia hingga kini. Namun demikian, kewaspadaan pemerintah daerah terbilang tinggi mengingat keterbatasan infrastruktur kesehatan dan minimnya kesadaran akan hidup sehat di wilayah kepulauan tersebut.
Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali ke jalur merah setelah ditemukan sembilan orang positif Covid-19 pada Kamis (30/4/2020). Sebelumnya ada satu kasus positif, yang juga kasus pertama di NTT, telah dinyatakan sembuh. Hingga saat ini terhitung sudah ada 10 kasus positif Covid-19 di NTT dan satu diantaranya telah dinyatakan sembuh.
Dari sembilan orang yang terkonfirmasi positif korona, tujuh orang berada di Kupang yang berasal dari cluster Sukabumi. Sedangkan dua orang lainnya ada di Labuan Bajo, Manggarai Barat yang berasal dari cluster Gowa. Sebelumnya kedua orang tersebut sempat mengikuti tablik akbar di Gowa, Sulawesi Selatan.
Adapun pasien positif korona atas nama El Asamau yang mengumumkan sendiri hasil rapid tesnya telah dinyatakan negatif Covid-19. El Asamau masih harus mengisolasi diri di rumah selama 14 hari agar pihak medis bisa memastikan dan memulihkan kembali kondisinya, sehingga bisa kembali bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat.
Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 NTT, Marius Ardu Djelamu mengatakan, hingga 1 Mei 2020 swab yang diperiksa di Jakarta berjumlah 117 spesimen, 56 sudah ada hasil, 10 di antaranya positif. Masih ada 36 sampel swab yang belum ada hasilnya.
Adapun pasien dalam pengawasan (PDP) yang meninggal di NTT berjumlah delapan orang. Spesimen mereka dikirim ke Surabaya dan Jakarta untuk diperiksa. Jumlah orang tanpa gejala (OTG) tercatat 351 orang. Salah satunya di Manggarai Barat menolak diperiksa tim medis.
Kendati penularan Covid-19 masih terhitung rendah, namun jumlah kasus Covid-19 di NTT itu bisa berpotensi meningkat jika antisipasi kurang diperhatikan oleh pemerintah setempat bersama masyarakat.
Apalagi bersamaan dengan penyebaran Covid-19 tersebut, kasus demam berdarah dengue (DBD) sedang melanda NTT dan terus meningkat. Kementerian Kesehatan mencatat, selama Januari hingga Maret 2020, kasus DBD di NTT tercatat lebih dari 3.700 kasus dengan angka kematian lebih dari 40 orang.
Untuk itu, kewaspadaan dan kehati-hatian penting dikedepankan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk lonjakan kasus virus korona di tengah meningkatnya kasus DBD.
Langkah pencegahan
Sebagai wilayah kepulauan yang terdiri dari 566 pulau, Provinsi NTT mengalami gelombang pandemi yang sedikit berbeda dibanding daerah lain di Indonesia. Lokasinya yang berada jauh di Tenggara Timur, memungkinkan untuk mendapatkan sedikit waktu tambahan untuk mempersiapkan diri berhadapan dengan pandemi.
Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya pasien virus korona pada 2 Maret lalu, Pemda NTT bergerak cepat untuk mengantisipasinya. Walau saat itu belum ada kasus positif, beragam kebijakan diambil pemerintah daerah untuk menekan penyebaran virus Covid-19 di daerah itu.
Sebagai langkah awal, Gubernur NTT mengeluarkan surat edaran nomor BU.440/03/Kesehatan Prov. NTT/2020 tentang Upaya Pencegahan Penularan Covid-19 di Tempat Kerja pada 10 Maret 2020. Dalam surat edaran itu, masyarakat diingatkan untuk menghindari kerumunan, menjaga kebersihan area kerja hingga menyediakan akses sarana cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer di tempat-tempat umum.
Selanjutnya, Pemprov NTT membentuk gugus tugas percepatan pencegahan penyebaran virus korona dan membentuk Call Centre Gugus Covid-19, serta diikuti oleh kabupaten/kota se-NTT. Pembentukan gugus tugas tersebut didasarkan pada Surat Edaran (SE) Nomor 440/2622/SJ tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah.
Gubernur NTT juga menghentikan sementara kunjungan kerja atau kunjungan dinas ke luar daerah sejak 16 Maret 2020. Langkah ini diikuti oleh pemerintah kabupaten/kota se-NTT. Dana untuk kepentingan kunjungan dinas itu sebagian dialihkan untuk mengatasi dampak korona.
Untuk menekan penyebaran virus, semua pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) libur kerja di kantor. Urusan kantor selanjutnya dikerjakan dari rumah melalui perangkat teknologi sejak 24 Maret 2020.
Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran Gubernur NTT Nomor 443.1/06/BO2.1 tentang Pengaturan dan Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Swasta dalam Rangka Pencegahan Korona Virus Desease-19 (Covid-19).
Selain mendorong ASN bekerja di rumah, Pemprov NTT juga meliburkan seluruh anak sekolah sesuai Instruksi Gubernur NTT. Mereka diminta untuk belajar di rumah. Penerapan kebijakan untuk memperlambat laju persebaran virus corona di tengah masyarakat termasuk di lingkungan sekolah.
Gubernur NTT juga mengeluarkan Instruksi Gubernur NTT Nomor 180.5.54/1/KESBANGPOL tanggal 6 April 2020 tentang Penggunaan Masker, Penyediaan Sarana Cuci Tangan dan Pelarangan Makan di Rumah Makan. Kebijakan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam upaya pencegahan dan penanganan penyebaran wabah Covid-19.
Penutupan Wisata
Sebagai daerah wisata, pemerintah setempat memutuskan menunda pelaksanaan festival pariwisata hingga batas waktu yang belum ditentukan. Seluruh destinasi wisata di NTT juga ditutup sementara sejak 23 Maret hingga situasi pulih kembali. Pasca-penutupan, tak ada satu pun wisatawan yang datang berkunjung ke daerah itu, baik wisatawan lokal atau pun mancanegara.
Sebelumnya, ritual keagamaan tahunan Semana Santa, yang diselenggarakan setiap Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, juga dibatalkan untuk menghindari penyebaran virus Covid-19. Tujuannya untuk mencegah meluasnya wabah Covid-19.
Moda transportasi darat juga dibatasi untuk mengurangi mobilitas warga dan menekan penyebaran virus. Sedangkan pengoperasian kapal dan pesawat dihentikan sementara untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona. Dengan penghentian itu, diharapkan peluang penyebaran Covid-19 di NTTpada Mei-Juni bisa makin mengecil.
Pemprov NTT juga menutup pos perbatasan negara dengan Timor Leste di Pulau Timor untuk pelintasan orang sejak 20 April lalu. Penutupan tersebut hanya diberlakukan untuk perlintasan orang, sedangkan untuk lalu lintas angkutan logistik masih diizinkan. Berdasarkan catatan pemerintah Timor Leste, sudah 19 orang yang dinyatakan positif Covid-19.
Penutupan perbatasan ini dilakukan berdasarkan instruksi Gubernur NTT nomor BU.443/02/BPP/2020, yang digulirkan pada 16 April 2020, tentang pembatasan akses bagi warga negara Indonesia dan warga negara asing pelintas batas di pos batas negara terpadu dan pelintas batas di wilayah NTT.
Sejumlah pintu perbatasan yang ditutup, di antaranya Pos Lintas Batas Negara Terpadu (PLBNT) Motaain di Kabupaten Belu, PLBNT Motamasin di Kabupaten Malaka, dan PLBNT Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Tak hanya di tingkat provinsi, sejumlah kabupaten/kota juga berinisiatif mencegah penyebaran wabah dengan beragam kebijakan. Di Kabupaten Sikka misalnya, pemerintah setempat memberlakukan pembatasan jam malam untuk mencegah penyebaran Covid-19. Tujuannya, agar warga lebih disiplin dalam menjalankan anjuran pemerintah untuk tetap berada di dalam rumah.
Kendati menuai polemik, warga di Sikka tidak diperbolehkan berkeliaran bebas mulai pukul 19.00 ke atas. Denda sebesar Rp 1 juta menanti warga yang tidak menaati aturan tersebut. Meski demikian, bagi warga yang memiliki keperluan mendesak di atas jam tersebut akan diberikan kelonggaran dengan syarat harus melapor kepada Satgas Covid-19 Sikka.
Sementara itu, Bupati Ende mengambil kebijakan menutup jalur laut, udara, dan darat di wilayah itu hingga 31 Mei mendatang untuk menghindari penyebaran korona. Kebijakan itu tertuang dalam surat edaran nomor BU.550/Dishub.12/231/IV/2020 tentang pengendalian transportasi selama mudik Lebaran dan Idul Fitri 1441 H. Kebijakan itu juga menuai protes sebagian masyarakat karena bisa menghambat mobilitas warga di Flores bagian timur dan Flores bagian barat Kabupaten Ende.
Di sisi anggaran, Pemprov NTT menganggarkan dana sebesar Rp 286 miliar untuk menangani dampak akibat wabah Covid-19. Alokasi anggaran itu mencakup pencegahan dan penanganan kesehatan sebesar Rp 81 miliar, Jaring Pengaman Sosial (JPS) dialokasikan sebesar Rp 105 miliar dan Rp 100 miliar untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Adapun dana untuk penanganan Covid-19 dari seluruh Kabupaten/Kota se-NTT mencapai Rp 853 miliar. Jadi total keseluruhan hasil realokasi dan refocusingAPBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota se-NTT untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp 1,13 triliun.
Perilaku Hidup Bersih
Beragam langkah itu berpengaruh untuk menahan penyebaran virus di daerah berpenduduk 5,4 juta orang tersebut. Namun demikian, sejumlah tantangan masih menjadi catatan untuk menahan laju persebaran Covid-19.
Tantangan itu mulai dari sosialisasi mengenai pencegahan wabah korona, kesadaran dan perilaku hidup bersih dan sehat, minimnya infrastruktur kesehatan hingga kepulangan migran asal NTT yang tidak terpantau.
Kendati pemerintah terus mengedukasi masyarakat perihal cara penularan dan pencegahan virus korona. Namun masyarakat lokal NTT tampaknya belum banyak memahaminya. Dari sejumlah pemberitaan terekam masih ada warga di NTT yang belum mematuhi protokol kesehatan seperti menghindari kerumunan, lebih banyak tinggal di dalam rumah, selalu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta menjaga kesehatan tubuh.
Persoalan itu muncul karena warga NTT tampaknya membutuhkan aktivitas di luar rumah lebih banyak. Pasalnya dari sisi pekerjaan, sektor informal lebih mendominasi seperti petani, nelayan, dan pekerja harian lepas dibanding pekerja formal. Menurut BPS, pada Agustus 2019 pekerja informal di NTT sebesar 72,56 persen sedangkan status pekerja formal di NTT hanya sebesar 27,44 persen.
Belum lagi ikatan sosial dan kewajiban kultural yang bisa menuntut lebih banyak berinteraksi dengan keluarga, tetangga dan teman-teman. Semua jenis aktivitas masyarakat itu berpotensi menularkan virus. Hal itu tentunya menjadi tantangan besar untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19
Karena itu, mekanisme pengawasan yang menyeluruh sampai ke desa yang watak penduduknya yang sangat komunal penting untuk dilakukan. Itu berarti pemerintah daerah setempat perlu mensosialisasikan bahaya virus Covid-19 ke masyarakat dengan lebih agresif.
Kesadaran akan hidup bersih dan sehat masih menjadi tantangan lain pencegahan korona di NTT. Padahal kesadaran itu penting untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona. Meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan, termasuk rajin mencuci tangan dengan sabun bisa menghindarkan diri dari bahaya korona.
Minimnya kesadaran akan kebersihan diri itu tampak dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) dari Kementerian Kesehatan. Menurut Riskesdas, proporsi perilaku cuci tangan dengan benar pada penduduk umur ≥10 tahun di NTT, 2018 paling rendah dibandingkan 34 provinsi di Indonesia.
Infrastruktur Kesehatan
Selain rendahnya kesadaran kebersihan, infrastruktur kesehatan dan perlindungan kesehatan di NTT dinilai belum memadai. Dalam artian, tidak saja saat menghadapi korona, tetapi juga sebagai pelayanan dasar kepada masyarakat. Sarana kesehatan di NTT relatif terbatas.
Terkait penanganan korona, di NTT hanya ada tiga rumah sakit(RS) yang menjadi rujukan penanggulangan penyakit infeksi emerging tertentu. Ketiga RS tersebut adalah RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, RSUD Dr. TC Hillers Maumere dan RSUD Komodo Labuan Bajo. Belakangan, jumlah RS Rujukan di NTT bertambah delapan RS sehingga semuanya menjadi 11 buah.
Persoalan lainnya adalah keterbatasan alat test Covid-19 di NTT yang menyulitkan deteksi dini. Hal itu membuat hasil test swab dengan menggunakan PCR untuk NTT hingga kini tergolong sedikit.
Pemprov NTT saat ini sedang berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan agar pemeriksaan spesimen tes swap dan darah pasien terduga terinfeksi Covid-19 bisa dilakukan di RSUD Yohannes Kupang. Ini akan memudahkan dan mempercepat proses pemeriksaan seiring jumlah orang dalam pemantauan di NTT yang terus bertambah.
Potensi lain penyebaran virus adalah kepulangan pekerja migran di NTT dari dari daerah atau negara yang sudah terpapar atau zona merah. Kendati bandara dan pelabuhan di NTT sudah ditutup, masih ada kemungkinan pekerja migran pulang melewati pelabuhan kecil yang tak dilengkapi alat pendeteksi suhu.
Dermaga itu berada di Ende, Maumere, Lewoleba, Larantuka, Sabu, Rote, dan Pelabuhan Labuan Bajo. Mereka biasanya menumpang feri dan dikhawatirkan tak terpantau kesehatannya.
Sebagai informasi jumlah pekerja migran asal NTT yang saat ini bekerja di luar negeri hingga saat ini sekira 2.279. Sedangkan untuk pekerja migran asal NTT di daerah lain belum ada datanya.
Akhirnya NTT bisa terbebas dari paparan Covid-19 apabila semua warga di provinsi berbasis kepulauan itu mengikuti protokol kesehatan secara sungguh-sungguh. Untuk itu, segenap masyarakat di NTT perlu bahu membahu dan bergandengan tangan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.[*]
Litbang KOMPAS
More Stories
Pembangunan PLBN Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru
Tantangan Geopolitik Indonesia bagi Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Daerah Perbatasan sebagai Beranda Rumah Bangsa, Cegah Ketimpangan dan Bangunkan Potensinya!