27 Juli 2024

batasnegeri.com

Membangun Indonesia dari Pinggiran

P. Dr. Gregor Neonbasu, SVD. Foto-dok. Batas Negeri

Jelang New Normal, Ini Analisa Akademis Pakar Antropologi NTT

BatasNegeri.comKonsentrasi terhadap pandemi Covid-19 kini memasuki babak baru. Dunia memutuskan untuk hidup bersama Covid-19. Belum ada satupun negara yang merdeka terhadap Covid-19. Begitupun di Indonesia. Pandemi masih menunjukan ekskalasi yang signifikan.

New Normal yang sedang digagas dan bakal dilaksanakan oleh pemerintah pada bulan Juni mendatang patut didukung, karena inilah tanda Good Will dari pemerintah untuk sesegera mungkin membebaskan warga masyarakat dari bahaya Covid-19. Berikut ulasan wawancara eksklusif wartawan Nusata Media, Ama Beding, dengan tokoh agama sekaligus antropolog ternama di Nusa Tenggara Timur P. Dr. Gregor Neonbasu, SVD di Kupang, beberapa waktu lalu.

Bagaimana ide New Normal yang akan dilaksanakan oleh seluruh negara dalam waktu dekat ini?

Hemat saya, dalam kondisi seperti saat ini, apapun yang digagas oleh Pemerintah, tentunya bermaksud baik untuk dan demi kepentingan warga masyarakat. Ada pepatah Latin Ubi Societas, Ibi Ius, artinya di mana ada masyarakat, di sana ada hukum atau aturan. Dalam konteks kita bicara, new normal inilah hukum dan aturan yang
perlu diapresiasi dan kemudian harus ditaati agar sebagai satuan masyarakat, agar system kemasyarakatan dapat berjalan sesuai dinamika kehidupan yang baik terpuji dan terpandang.

Apakah mungkin manusia bisa kembali hidup dengan cara-cara lama (tanpa protokol kesehatan Covid-19)?

Bisa saja, namun persoalan selalu ada pada disiplin dengan mengikuti pola hidup tradisional, atau pola hidup sebelumnya. Ingat Jepang, dia justru unggul menghadapi serangan covid oleh karena taat tradisi, setia pada budaya, dan selalu concerned pada aturan untuk diri sendiri, yang kemudian berbias pada
kepentingan sesama dan akhirnya masyarakat umum. Jadi, bisa saja kita
kembali seperti biasa, yang penting dan terpokok adalah mengikuti aturan kehidupan yang baik: terutama disiplin diri!

Apakah New Normal ini, tepat dilaksanakan 15 Juni mendatang,terutama di wilayah NTT?

Jika keputusan pemerintah sudah melewati satu analisis kesehatan dan sebuah hasil survey mengenai kondisi kesehatan yang tepat dan benar, saya kira bisa saja dijalankan. Persoalan yang ada pada kita adalah tidak ada sikap saling mendengar dengan hati, yang selama ini diterapkan dan kita miliki adalah dengar dengan telinga, sehingga masuk ikut yang satu dan keluar kembali ikut yang lain, jadi
masuk ikut kanan dan keluar ikut kiri, atau masuk ikut kiri dan keluar kembali ikut kanan.

Bagaimana pengaruh pandemi Covid-19 terhadap kehidupan manusia terutama masyarakat NTT yang akan datang?

Dalam perspektif Antropologi, kita perlu belajar banyak dari suasana dan kondisi Covid-19: inilah sebuah sekolah yang sangat berharga. Selain pemerintah memberi bantuan, warga masyarakat yang satu dengan yang lain juga melakukan hal yang sama: saling berbagi “bela rasa”, ada spontanitas yang sangat tinggi untuk saling memperhatikan. Lalu semua warga diwajibkan memakai masker, pada satu sisi, hemat saya ini satu ajaran yang baik agar kita tidak perlu banyak berbicara tetapi lebih banyak berbuat dan dengan ikhlas melakukan yang baik. Kemudian, ada aturan untuk tidak ke mana-mana, hemat saya inilah strategi yang pas bagi kita agar kita kembali ke dalam diri dan kelompok sendiri untuk
membuiat refleksi diri, rem diri untuk berbicara tentang orang lain dan lebih banyak mereview kegiatan diri sendiri: kembali menilai mindset diri sendiri, kembali mengevaluasi cara berkata dan bertindak, yang boleh jadi selama ini terlampau melenceng dari yang sebenarnya. Covid memberi kesempatan untuk membina sikap taat, mendengar wejangan pembesar, dan tidak semena-mena memberikan kritik yang tidak beralasan. So, ada satu ungkapan yang hemat saya pas, yakni only if you wrestle, yakni jika engkau bertekuk lutut, kita tentunya bertekuk lutut disini, bukan karena kalah atau bodoh, melainkan dengan tulus bertekuk lutut untuk dengan mudah mendengar perciklan kebenaran dan kehidupan.

Bagaimana dengan sektor keagamaan dan pariwisata?

Memang secara fisik, dampak Covid ini sangat telak membuat semua orang tidak beranda-andai. Namun hemat saya, kita taat dan setia dulu untuk mendengar (bertekuk lutut tadi), dan masa depan yang baik akan terbit di ufuk kehidupan. Badai pasti berlalu. Itu rumusan klasik yang selalu menembus waktu dan ruang! Jangan nanti, badai telah berlalu padahal perilaku sosial kita masih sama seperti yang dulu.

Apakah sektor keagamaan dan pariwisata bisa dinormalkan kembali pada tanggal 15 Juni 2020 mendatang?

Mungkin terlalu cepat jika disebut bahwa Juni bisa pulih. Untuk saya, jangan pikir dan buang waktu dulu tentang kapan pulih, yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh adalah apakah saat sekarang ini kita sungguh-sungguh taat pada aturan atau tidak? Ketaatan sekarang sangat menentukan kapan
covid berakhir.

Apa kebutuhan masyarakat NTT yang paling urgen yang harus dipenuhi oleh pemerintah Provinsi NTT saat ini?

Hemat saya, Pemerintah sangat mampu. Terlihat dari ucapan Bapak Gubernur selama ini, dan berkaitan dengan bantuan, warga masyarakat juga bangkit untuk saling membantu satu terhadap yang lainnya. Inilah kekuatan pemerintah juga oleh karena warga masyarakat turut bergerak untuk saling membantu.

Secara antropologi budaya, masih mungkinkah masyarakat NTT hidup dalam budaya yang sudah lama dipertahankan dan dilestarikan?

Saya optimis bahwa NTT dalam koridor tertentu masih tetap eksis dengan tradisi dan budayanya, walau harus diingat bahwa acapkali terjadi bahwa masyarakat NTT sering bingung dengan kekuatan budaya, tradisi dan berbagai warisan yang ditinggalkan leluhur. Ingat Jepang, Korea dan China. Mereka kuat oleh karena sikap yang konsisten; menerima dan terbuka bagi modernisme, dan senantiasa berakar pada akar budaya dan tradisi. Modernisme tanpa akar budaya dan tradisi, itu ibarat kita membangi dia atas landasan yang keropos! Pilgrim principle akan menjadi jaya dan bernas, justru kalau memiliki home principle yang kuat!

Bagaimana kehidupan masyarakat NTT dalam semua sisi kehidupan kedepan?

Sekarang ada gerakan untuk kembali ke akar budaya. Doeloe ketika Kekristenan baru masuk ke wilayah NTT, ada sikap ekstra hati-hati dari para misionaris (Katolik) dan Zendinger (Protestan) terhadap tradisi, budaya dan warisan leluhur. Mulai tahun 1990-an hingga kini dan seterusnya, menurut saya ada arus baru, gerakan kembali ke pusara budaya dan tradisi, dengan tetap berpegang teguh pada  iman kepercayaan. Walau di sini harus hati-hati juga oleh karena orang dapat jatuh terjerembab pada dualisme atau apatisme dan lain sebagainya, yang memang tidak diinginkan oleh agama. Untuk hal ini bisa baca karya saya Citra Manusia Berbudaya, Sebuah Monografi Tentang Timor Dalam Perspektif Melamesia (ANTARA, 2016 cetakan pertama/2017, cetakan kedua).

Pesan untuk masyarakat NTT dalam menghadapi New Normal yang akan berlaku pada bulan Juni mendatang?

Saya sangat mengharapkan kita saling mendengar, dan istilah Ubi Scietas, Ibi Ius. Maka ikhlaslah untuk mendengar suara pemerintah yang selalu memiliki Good Will bagi kita semua.[*]

Nusataonline